Myanmar tandatangani perjanjian dengan pemberontak Karen
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Myamar menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Pemberontak Karen. Kedua pihak tengah melakukan dialog untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama 62 tahun.
Pemerintah dan 19 delegasi dari anggota Karen National Union (KNU) menyepakati 11 prinsip dan dua pernjanjian mengikat untuk mengakhiri baku tembak antara dua pihak. Mereka juga akan memulai dilaog untuk menyelesaikan perselisihan politik antara keduanya.
Gencatan senjata ini menjadi langkah maju untuk pencabutan sanksi terhadap Myanmar yang sudah berlangsung selama dua dekade, oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Sebelumnya, Myanmar sudah melakukan perdamaian dengan milisi etnis sebagai pengkajian ulang dari embargo.
Pembicaraan damai sebenarnya sudah dilakukan sebanyak enam kali sejak 1949. Namun tidak pernah ada perjanjian mengikat yang pernah diraih oleh kedua belah pihak.
Deputi Ketua Delegasi KNU Saw David Htaw mengatakan, iklim perubahan yang terjadi di Myanmar saat ini membuat dialog makin mudah dijalani.
"Kami tidak pernah merasa yakin, seperti halnya dalam perundingan kali ini. Perdamaian tidak dapat dihindari lagi saat ini. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang harus kami jalani tanpa kegagalan," ucap Htaw seperti dikutip Reuters, Kamis (12/1/2012).
"Rakyat sudah merasakan horor dimasa perang. Saya yakin mereka saat ini merasa senang mendengar kabar ini," jelasnya.
Lewat sayap militernya KNLA, pihak KNU terus melawan pemerintahan junta militer Myanmar demi mendapat otonomi luas sejak 1949. Peperangan tersebut berlangsung satu tahun setelah Myanmar mendapatkan kemerdekaan dari Inggris.
Pemerintah dan 19 delegasi dari anggota Karen National Union (KNU) menyepakati 11 prinsip dan dua pernjanjian mengikat untuk mengakhiri baku tembak antara dua pihak. Mereka juga akan memulai dilaog untuk menyelesaikan perselisihan politik antara keduanya.
Gencatan senjata ini menjadi langkah maju untuk pencabutan sanksi terhadap Myanmar yang sudah berlangsung selama dua dekade, oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Sebelumnya, Myanmar sudah melakukan perdamaian dengan milisi etnis sebagai pengkajian ulang dari embargo.
Pembicaraan damai sebenarnya sudah dilakukan sebanyak enam kali sejak 1949. Namun tidak pernah ada perjanjian mengikat yang pernah diraih oleh kedua belah pihak.
Deputi Ketua Delegasi KNU Saw David Htaw mengatakan, iklim perubahan yang terjadi di Myanmar saat ini membuat dialog makin mudah dijalani.
"Kami tidak pernah merasa yakin, seperti halnya dalam perundingan kali ini. Perdamaian tidak dapat dihindari lagi saat ini. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang harus kami jalani tanpa kegagalan," ucap Htaw seperti dikutip Reuters, Kamis (12/1/2012).
"Rakyat sudah merasakan horor dimasa perang. Saya yakin mereka saat ini merasa senang mendengar kabar ini," jelasnya.
Lewat sayap militernya KNLA, pihak KNU terus melawan pemerintahan junta militer Myanmar demi mendapat otonomi luas sejak 1949. Peperangan tersebut berlangsung satu tahun setelah Myanmar mendapatkan kemerdekaan dari Inggris.
()