Tak Dilibatkan Sistem Pencegahan Corona, Taiwan: WHO Lakukan Kebohongan
A
A
A
Pandemi Coronavirus (COVID-19) yang menginfeksi seluruh dunia, dengan lebih dari 180.000 kasus yang terkonfirmasi dan lebih dari 7.000 meninggal (data per tgl 16 Maret). Pemerintah Indonesia mengkonfirmasi ada 134 kasus yang positif terinfeksi Covid-19 di Indonesia.
Dalam menghadapi virus yang mengancam ini, komunitas internasional harus memperkuat kerja sama dan memperkuat sistem pencegahan kesehatan masyarakat global. Saat ini, Taiwan yang dapat berfungsi sebagai model global untuk pencegahan epidemi tidak dapat bergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau berpartisipasi penuh dalam mekanisme pencegahan epidemi terkait karena halangan politik internasional yang mematuhi "Prinsip Satu China".
Ini sungguh disesalkan, WHO tidak mengetahui fakta dan berulang kali berbohong kepada dunia luar dengan mengatakan bahwa "Taiwan dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam pertemuan dan kegiatan yang relevan." Kebohongan secara terbuka ini bukan hanya tidak membantu pencegahan epidemi global dan merusak citra profesional objektif WHO, tetapi secara langsung juga membahayakan kesehatan dan kesejahteraan semua umat manusia.
Setelah terjadinya pandemi COVID-19, Taiwan secara berkala terus melaporkan dan secara aktif menyerukan WHO agar bisa berpartisipasi dalam semua konferensi dan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan epidemi, tetapi WHO selalu mempersulit. Contoh spesifik di antaranya, Taiwan belum diundang untuk berpartisipasi dalam tiga pertemuan Komite Darurat Pneumonia Korona Baru yang diadakan oleh WHO pada bulan Januari tahun ini, sejauh ini belum diundang untuk berpartisipasi dalam "jaringan Lab" (Lab network).
Selain itu, WHO mengadakan "Forum Penelitian dan Inovasi Global" (Global Research and Innovation Forum) pada tgl 11 dan 12 Februari, berkat upaya Taiwan terus menerus, Sekretariat WHO hanya setuju mengizinkan para ahli Taiwan untuk berpartisipasi secara online sebagai "status individu". Karena tidak adanya komunikasi dengan para ahli dari berbagai negara, sehingga Taiwan tidak bisa berbagi pengalaman anti-epidemi di lini pertama.
Selain itu, Taiwan rutin melaporkan kasus yang sudah terkonfirmasi melalui Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) ke contact window yang ditunjuk Sekretariat WHO. Namun, contact window ini bukan ditangani oleh ahli medis kesehatan, mereka hanya bertanggung jawab untuk mengirimkan informasi ke unit teknis WHO. Contact window WHO tidak pernah menanggapi Taiwan, dan sama sekali tidak memberikan informasi terkait pencegahan epidemi ke Taiwan.
Namun, WHO berulang kali menyatakan bahwa mereka telah sepenuhnya memasukkan Taiwan dalam konferensi dan mekanisme yang relevan. Pernyataan ini ibarat "apa yang disampaikan berbeda dengan yang dilakukan ", WHO begitu mudahnya bermuka dua terhadap komunitas internasional, dan secara terang terangan melakukan pembohongan publik, ini merupakan perilaku yang tidak jujur dan tidak bermoral.
Sejak mewabahnya virus corona, telah ada sejumlah besar dukungan internasional kepada Taiwan untuk berpartisipasi dalam mekanisme WHO yang relevan. Pejabat tinggi dari Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni Eropa telah secara terbuka meminta WHO untuk menerima Taiwan. Hasil pencegahan epidemi Taiwan yang sangat baik telah dipuji oleh banyak media di berbagai negara.
JAMA, sebuah jurnal medis terkenal di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pencegahan epidemi Taiwan adalah sebuah model yang bisa ditiru untuk melindungi kepentingan warga negara. British Daily Telegraph melaporkan bahwa Taiwan adalah "level emas pencegahan epidemi". Berita Dunia Prancis mengklaim bahwa Taiwan adalah teladan dalam pencegahan terhadap virus corona.
Asahi Shimbun dari Jepang menyatakan tindakan lebih awal merupakan kunci penting keberhasilan pencegahan epidemi di Taiwan. Korea Selatan Weekly Chosun mengatakan inilah yang membedakan kemampuan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan Chen Shih-chung dengan Korea Selatan dalam hal menangani pencegahan epidemi.
Surat kabar Daily Mirror Jerman menunjukkan bahwa pencegahan epidemi Taiwan yang cepat layak dijadikan referensi oleh semua negara. Walikota Praha, Republik Ceko, meminta Perdana Menteri Ceko untuk belajar dari pengalaman pencegahan epidemi Taiwan. Dalam situasi ini, WHO mengecualikan Taiwan sebagai contoh model untuk pencegahan epidemi sama halnya seperti menghalangi siswa teladan masuk ke ruang kelas.
Virus tidak mengenal batas, dan kebutuhan untuk perang global melawan epidemi dapat dilihat secara jelas pada kasus epidemi virus corona ini. Selain warga Taiwan, ada lebih dari 300.000 orang Indonesia dan banyak warga asing lainnya yang tinggal di Taiwan.
Taiwan tidak seharusnya dikesampingkan dalam sistem pencegahan epidemi global. Pengalaman berharga Taiwan dalam pencegahan epidemi diharapkan dapat berbagi dengan negara lain di seluruh dunia melalui mekanisme WHO. Taiwan menyerukan kepada Indonesia dan negara-negara lain untuk mendukung Taiwan berpartisipasi sebagai pengamat WHA, dan berseru kepada WHO untuk menepati janjinya mengikutsertakan Taiwan ke dalam jaringan pencegahan epidemi WHO, sehingga para pakar Taiwan dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam pertemuan teknis dan kerja sama terkait demi kesejahteraan umat manusia.
Dalam menghadapi virus yang mengancam ini, komunitas internasional harus memperkuat kerja sama dan memperkuat sistem pencegahan kesehatan masyarakat global. Saat ini, Taiwan yang dapat berfungsi sebagai model global untuk pencegahan epidemi tidak dapat bergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau berpartisipasi penuh dalam mekanisme pencegahan epidemi terkait karena halangan politik internasional yang mematuhi "Prinsip Satu China".
Ini sungguh disesalkan, WHO tidak mengetahui fakta dan berulang kali berbohong kepada dunia luar dengan mengatakan bahwa "Taiwan dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam pertemuan dan kegiatan yang relevan." Kebohongan secara terbuka ini bukan hanya tidak membantu pencegahan epidemi global dan merusak citra profesional objektif WHO, tetapi secara langsung juga membahayakan kesehatan dan kesejahteraan semua umat manusia.
Setelah terjadinya pandemi COVID-19, Taiwan secara berkala terus melaporkan dan secara aktif menyerukan WHO agar bisa berpartisipasi dalam semua konferensi dan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan epidemi, tetapi WHO selalu mempersulit. Contoh spesifik di antaranya, Taiwan belum diundang untuk berpartisipasi dalam tiga pertemuan Komite Darurat Pneumonia Korona Baru yang diadakan oleh WHO pada bulan Januari tahun ini, sejauh ini belum diundang untuk berpartisipasi dalam "jaringan Lab" (Lab network).
Selain itu, WHO mengadakan "Forum Penelitian dan Inovasi Global" (Global Research and Innovation Forum) pada tgl 11 dan 12 Februari, berkat upaya Taiwan terus menerus, Sekretariat WHO hanya setuju mengizinkan para ahli Taiwan untuk berpartisipasi secara online sebagai "status individu". Karena tidak adanya komunikasi dengan para ahli dari berbagai negara, sehingga Taiwan tidak bisa berbagi pengalaman anti-epidemi di lini pertama.
Selain itu, Taiwan rutin melaporkan kasus yang sudah terkonfirmasi melalui Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) ke contact window yang ditunjuk Sekretariat WHO. Namun, contact window ini bukan ditangani oleh ahli medis kesehatan, mereka hanya bertanggung jawab untuk mengirimkan informasi ke unit teknis WHO. Contact window WHO tidak pernah menanggapi Taiwan, dan sama sekali tidak memberikan informasi terkait pencegahan epidemi ke Taiwan.
Namun, WHO berulang kali menyatakan bahwa mereka telah sepenuhnya memasukkan Taiwan dalam konferensi dan mekanisme yang relevan. Pernyataan ini ibarat "apa yang disampaikan berbeda dengan yang dilakukan ", WHO begitu mudahnya bermuka dua terhadap komunitas internasional, dan secara terang terangan melakukan pembohongan publik, ini merupakan perilaku yang tidak jujur dan tidak bermoral.
Sejak mewabahnya virus corona, telah ada sejumlah besar dukungan internasional kepada Taiwan untuk berpartisipasi dalam mekanisme WHO yang relevan. Pejabat tinggi dari Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni Eropa telah secara terbuka meminta WHO untuk menerima Taiwan. Hasil pencegahan epidemi Taiwan yang sangat baik telah dipuji oleh banyak media di berbagai negara.
JAMA, sebuah jurnal medis terkenal di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pencegahan epidemi Taiwan adalah sebuah model yang bisa ditiru untuk melindungi kepentingan warga negara. British Daily Telegraph melaporkan bahwa Taiwan adalah "level emas pencegahan epidemi". Berita Dunia Prancis mengklaim bahwa Taiwan adalah teladan dalam pencegahan terhadap virus corona.
Asahi Shimbun dari Jepang menyatakan tindakan lebih awal merupakan kunci penting keberhasilan pencegahan epidemi di Taiwan. Korea Selatan Weekly Chosun mengatakan inilah yang membedakan kemampuan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan Chen Shih-chung dengan Korea Selatan dalam hal menangani pencegahan epidemi.
Surat kabar Daily Mirror Jerman menunjukkan bahwa pencegahan epidemi Taiwan yang cepat layak dijadikan referensi oleh semua negara. Walikota Praha, Republik Ceko, meminta Perdana Menteri Ceko untuk belajar dari pengalaman pencegahan epidemi Taiwan. Dalam situasi ini, WHO mengecualikan Taiwan sebagai contoh model untuk pencegahan epidemi sama halnya seperti menghalangi siswa teladan masuk ke ruang kelas.
Virus tidak mengenal batas, dan kebutuhan untuk perang global melawan epidemi dapat dilihat secara jelas pada kasus epidemi virus corona ini. Selain warga Taiwan, ada lebih dari 300.000 orang Indonesia dan banyak warga asing lainnya yang tinggal di Taiwan.
Taiwan tidak seharusnya dikesampingkan dalam sistem pencegahan epidemi global. Pengalaman berharga Taiwan dalam pencegahan epidemi diharapkan dapat berbagi dengan negara lain di seluruh dunia melalui mekanisme WHO. Taiwan menyerukan kepada Indonesia dan negara-negara lain untuk mendukung Taiwan berpartisipasi sebagai pengamat WHA, dan berseru kepada WHO untuk menepati janjinya mengikutsertakan Taiwan ke dalam jaringan pencegahan epidemi WHO, sehingga para pakar Taiwan dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam pertemuan teknis dan kerja sama terkait demi kesejahteraan umat manusia.
(aww)