Pakistan Khawatir Perjanjian Damai AS-Taliban Picu Kebangkitan ISIS

Sabtu, 14 Maret 2020 - 21:13 WIB
Pakistan Khawatir Perjanjian Damai AS-Taliban Picu Kebangkitan ISIS
Pakistan Khawatir Perjanjian Damai AS-Taliban Picu Kebangkitan ISIS
A A A
ISLAMABAD - Pakistan khawatir perjanjian damai yang diteken Amerika Serikat (AS) dan Taliban bisa memicu kebangkita ISIS di Afghanistan. Kekawatiran ini muncul karena salah klausul adalah penarikan pasukan asing dari wilayah Afghanistan.

Perjanjian yang ditandatangani di ibukota Qatar, Doha oleh utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad dan kepala politik Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar itu, dapat membuka jalan menuju penarikan penuh tentara asing, termasuk tentara AS dari Afghanistan dalam 14 bulan. Sebagai imbalannya, Taliban telah berjanji untuk meninggalkan kekerasan dan memutuskan hubungan dengan organisasi militan yang mengancam AS dan sekutunya

"Ada kekhawatiran tentang ISIS dan kehadiran mereka, dan semua orang mengakui itu. Taliban mengakui itu (ancaman ISIS). Iran mengakui itu. Orang Afghanistan mengakui itu. AS mengakui hal itu, dan begitu pula Pakistan. Ya, kami harus mengatasi masalah ini. Kami tidak ingin melihat jejak ISIS tumbuh di Afghanistan atau di mana pun," kata Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi seperti dilansir Arab News.

Kelompok militan Afghanistan yang berafiliasi dengan ISIS, yang dikenal sebagai Negara Islam Khorasan (ISIS-K), pertama kali muncul di Afghanistan timur pada tahun 2014, dan sejak itu telah membuat terobosan ke daerah lain, terutama di utara. Militer AS memperkirakan kekuatan kelompok itu berjumlah 2.000 orang. Tetapi beberapa pejabat Afghanistan percaya jumlahnya bisa lebih tinggi dan mungkin akan mendapatkan dorongan ketika pasukan AS menarik diri dari negara tersebut.

Qureshi memperingatkan bahwa AS perlu memastikan penarikan yang terencana dari Afghanistan karena negara itu, maupun wilayahnya, tidak mampu menghadapi perang saudara atau anarki yang diciptakan oleh "kekosongan".

Mengacu pada kekacauan yang terjadi setelah penarikan AS dan Uni Soviet dari Afghanistan beberapa dekade yang lalu, dia berharap semua pihak telah belajar dari sejarah dan masyarakat internasional tidak mengulangi kesalahan yang sama.

“Karena jika Anda menarik pasukan tanpa rencana, maka jelas, akan ada kekosongan. Dan kemudian, kekosongan itu akan terisi oleh semua jenis kekuatan; seperti yang kita lihat setelah penarikan Soviet, ada kekosongan yang tercipta, dan setelah itu, kita melihat periode kekacauan, perang saudara," ungkapnya.

Dia menuturkan bahwa Islamabad berharap tetangganya dan musuh bebuyutannya, yakni India akan berhenti dari menggunakan tanah Afghanistan untuk melawan kepentingan Pakistan setelah Amerika pergi. "Yang kami keberatan bukan India yang memiliki hubungan bilateral dengan Afghanistan, tetapi India menggunakan tanah Afghanistan untuk melawan Pakistan," ucapnya.

Pakistan telah lama menuduh India mendukung separatis di provinsi Balochistan yang kaya sumber daya, serta gerilyawan yang memerangi Pakistan dari wilayah kesukuan barat laut. Kedua wilayah tersebut berada di dekat perbatasan Afghanistan-Pakistan. Qureshi mencatat bahwa sementara India telah menggunakan proyek-proyek bantuan dan rekonstruksi sebagai strategi untuk menenangkan Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ucapnya, Islamabad tidak melihat peran utama bagi New Delhi di negara itu setelah penarikan pasukan AS.

“India bukan tetangga langsung Afghanistan, mereka juga tidak berbagi bahasa, budaya, dan agama mereka. Jadi, dalam pandangan saya, peran mereka akan tetap terbatas,” katanya.

Mengenai peran Pakistan dalam penandatanganan perjanjian damai, dia menunjukkan bahwa negaranya telah memfasilitasi perjanjian dengan meyakinkan dunia bahwa "penyelesaian politik" adalah satu-satunya solusi di Afghanistan

"Meyakinkan Taliban bahwa ada peluang besar bahwa mereka harus merebut dan datang ke meja perundingan; meyakinkan mereka untuk mengumpulkan delegasi yang berwenang sehingga Amerika dapat terlibat dengan mereka; meyakinkan Amerika bahwa terlibat dengan Taliban itu penting," jelasnya.

Dia menambahkan, langkah selanjutnya dalam proses perdamaian adalah mengadakan pembicaraan intra-Afghanistan. “Jelas, langkah logis berikutnya adalah dialog intra-Afghanistan," tuturnya.

"Mekanisme (untuk pembicaraan). Apa yang perlu ada dalam agenda. Bagaimana menghadapi itu. Semuanya harus didiskusikan dan disortir di antara warga Afghanistan sendiri. Terserah pada mereka apa jenis peta jalan politik yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri," tukasnya.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3906 seconds (0.1#10.140)