Jadi Suami Siaga, Menteri Jepang Ajukan Cuti Untuk Bantu Istri Urus Bayi
A
A
A
TOKYO - Menteri Lingkungan Jepang Shinjiro Koizumi mengajukan cuti selama dua pekan karena ingin membantu istrinya mengasuh anak yang baru lahir. Apa yang dilakukan Koizumi merupakan pertama kali oleh seorang menteri di Jepang.
Menteri berusia 38 tahun yang menikahi seorang pembaca berita televisi itu mengungkapkan, dirinya mengalami kesulitan menyeimbangkan tugasnya sebagai menteri dan keinginan mengasuh bayinya. “Saya ingin cuti selama dua pekan tetapi fleksibel, kecuali ada tugas publik yang penting,” katanya. Dia berharap apa yang dilakukannya bisa mengubah persepsi dan mendorong para ayah mengikuti jejaknya.
Koizumi tidak akan mengambil cuti secara penuh. Namun, dia bisa bekerja dari rumah atau memperpendek waktu kerja selama cuti tersebut.
Faktanya, hanya 6% ayah yang mengambil cuti pengasuhan bayi. Namun, 80% perempuan mengambil kesempatan tersebut. Sedikitnya lelaki mengambil cuti pengasuhan karena tekanan perusahaan dan tradisi jam kerja panjang di Jepang.
“Data menunjukkan 80% pria ingin mengambil cuti pengasuhan anak. Namun, hanya 6% yang mewujudkannya,” ungkap Koizumi dilansir Reuters. “Saya memahami alasan kesenjangan tersebut. Banyak pria menghadapi konflik yang sama, mereka ingin mengajukan cuti tersebut, tetapi tidak bisa melakukannya," jelanya.
Juru bicara Pemerintah Jepang mendukung langkah Koizumi karena sangat penting untuk menciptakan atmosfer kerja dan penerimaan sosial serta mendukung laki-laki mengambil cuti pengasuhan anak. “Apa yang dilakukan Koizumi bisa berdampak positif terhadap keterlibatan ayah dalam parenting,” ujar Ketua Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mendorong lelaki untuk mengambil cuti selepas istri melahirkan. Dia mengungkapkan itu sebagai womenomics sebagai program untuk memperdayakan perempuan. Namun, seruan itu tak terlalu mendapatkan perhatian.
Tak semua pihak mendukung. Beberapa anggota parlemen mengkritik langkah Koizumi karena konflik kepentingan. Mereka menyatakan Koizumi seharusnya memprioritaskan tugasnya sebagai menteri.
Cuti melahirkan di Jepang termasuk yang paling longgar. Itu memberikan kesempatan cuti selama satu tahun dengan gaji penuh jika tidak ada pusat penitipan bayi. Itu berlaku bagi suami ataupun ibu. Kebijakan tersebut umumnya ditujukan untuk pegawai pemerintah.
Koizumi merupakan politikus yang sedang bersinar. Banyak media Jepang memprediksi dia akan menjadi PM masadepan. Pernyataan Koizumi untuk mengambil cuti pengasuhan anak didukung oleh kelompok yang mendukung keseimbangan hidup dan kerja.
“Keputusan seorang pemimpin bisa mengubah seluruh atmosfer sosial dan memicu lebih banyak pria mengambil cuti untuk pengasuhan anak,” kata Tetsuya Ando, kepada Fathering Japan, sebuah lembaga nirlaba. “Itu akan menjadi keinginan yang tertunda tiga bulan lalu, tetapi dia memiliki pekerjaan yang sibuk. Kita berharap dia akan berbicara dengan keluarga bagaimana mengatur cuti yang baik,” jelasnya.
Sementara Yoshinobu Atsumi, peneliti keseimbangan kerja dan kehidupan di TorayCorporate Business Research, menyambut keputusan Koizumi. “Itu menjadi faktor yang signifikan bagi seseorang yang sibuk seperti menteri untuk ikut cuti merawat anak,” papar Atsumi.
Menteri berusia 38 tahun yang menikahi seorang pembaca berita televisi itu mengungkapkan, dirinya mengalami kesulitan menyeimbangkan tugasnya sebagai menteri dan keinginan mengasuh bayinya. “Saya ingin cuti selama dua pekan tetapi fleksibel, kecuali ada tugas publik yang penting,” katanya. Dia berharap apa yang dilakukannya bisa mengubah persepsi dan mendorong para ayah mengikuti jejaknya.
Koizumi tidak akan mengambil cuti secara penuh. Namun, dia bisa bekerja dari rumah atau memperpendek waktu kerja selama cuti tersebut.
Faktanya, hanya 6% ayah yang mengambil cuti pengasuhan bayi. Namun, 80% perempuan mengambil kesempatan tersebut. Sedikitnya lelaki mengambil cuti pengasuhan karena tekanan perusahaan dan tradisi jam kerja panjang di Jepang.
“Data menunjukkan 80% pria ingin mengambil cuti pengasuhan anak. Namun, hanya 6% yang mewujudkannya,” ungkap Koizumi dilansir Reuters. “Saya memahami alasan kesenjangan tersebut. Banyak pria menghadapi konflik yang sama, mereka ingin mengajukan cuti tersebut, tetapi tidak bisa melakukannya," jelanya.
Juru bicara Pemerintah Jepang mendukung langkah Koizumi karena sangat penting untuk menciptakan atmosfer kerja dan penerimaan sosial serta mendukung laki-laki mengambil cuti pengasuhan anak. “Apa yang dilakukan Koizumi bisa berdampak positif terhadap keterlibatan ayah dalam parenting,” ujar Ketua Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mendorong lelaki untuk mengambil cuti selepas istri melahirkan. Dia mengungkapkan itu sebagai womenomics sebagai program untuk memperdayakan perempuan. Namun, seruan itu tak terlalu mendapatkan perhatian.
Tak semua pihak mendukung. Beberapa anggota parlemen mengkritik langkah Koizumi karena konflik kepentingan. Mereka menyatakan Koizumi seharusnya memprioritaskan tugasnya sebagai menteri.
Cuti melahirkan di Jepang termasuk yang paling longgar. Itu memberikan kesempatan cuti selama satu tahun dengan gaji penuh jika tidak ada pusat penitipan bayi. Itu berlaku bagi suami ataupun ibu. Kebijakan tersebut umumnya ditujukan untuk pegawai pemerintah.
Koizumi merupakan politikus yang sedang bersinar. Banyak media Jepang memprediksi dia akan menjadi PM masadepan. Pernyataan Koizumi untuk mengambil cuti pengasuhan anak didukung oleh kelompok yang mendukung keseimbangan hidup dan kerja.
“Keputusan seorang pemimpin bisa mengubah seluruh atmosfer sosial dan memicu lebih banyak pria mengambil cuti untuk pengasuhan anak,” kata Tetsuya Ando, kepada Fathering Japan, sebuah lembaga nirlaba. “Itu akan menjadi keinginan yang tertunda tiga bulan lalu, tetapi dia memiliki pekerjaan yang sibuk. Kita berharap dia akan berbicara dengan keluarga bagaimana mengatur cuti yang baik,” jelasnya.
Sementara Yoshinobu Atsumi, peneliti keseimbangan kerja dan kehidupan di TorayCorporate Business Research, menyambut keputusan Koizumi. “Itu menjadi faktor yang signifikan bagi seseorang yang sibuk seperti menteri untuk ikut cuti merawat anak,” papar Atsumi.
(ysw)