AS Beri Selamat Tsai karena Menang Pemilu Taiwan, China Marah
A
A
A
BEIJING - Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain memberikan ucapan selamat kepada Tsai Ing-wen yang terpilih kembali sebagai Presiden Taiwan setelah memenangkan pemilu. Ucapan selamat dari Amerika itu membuat China marah.
Tsai, yang telah menyatakan dirinya sebagai pembela nilai-nilai demokrasi liberal terhadap China yang semakin otoriter, memastikan kemenangannya kembali dalam pemilihan presiden yang digelar hari Sabtu.
Ucapan selamat dari AS disampaikan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo, yang diikuti para diplomat top dari Inggris dan Jepang.
Namun Beijing, yang memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, mengecam tindakan mereka sebagai pelanggaran prinsip "satu-China".
"Pihak China menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan tegas terhadap ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang, dalam sebuah pernyataan, Senin (13/1/2020).
"Kami menentang segala bentuk pertukaran resmi antara Taiwan dan negara-negara yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan China," lanjut Geng, seperti dikutip AFP.
Media pemerintah China juga berusaha meremehkan kemenangan Tsai dan meragukan legitimasi kampanyenya dengan menuduh pemimpin Taiwan itu memainkan "taktik kotor" dan curang.
"Tsai dan Partai Progresif Demokratik (DPP)-nya menggunakan taktik kotor seperti curang, penindasan dan intimidasi untuk mendapatkan suara, sepenuhnya memperlihatkan sifat egois, serakah dan jahat mereka," tulis kantor berita Xinhua pada hari Minggu.
Xinhua juga menuduh Tsai membeli suara. Menurut media Beijing itu, "kekuatan gelap eksternal" ikut bertanggung jawab atas hasil pemilu Taiwan.
Beijing, yang pada suatu hari bersumpah untuk mengambil Taiwan—dengan kekerasan jika perlu—membenci Tsai karena dia menolak untuk mengakui bahwa Taiwan adalah bagian dari China.
China menggandakan prinsip "satu-China" setelah kemenangan Tsai, di mana Geng menekankan bahwa terlepas dari apa yang terjadi di Taiwan, fakta-fakta dasar tidak akan berubah."Hanya ada satu China di dunia dan Taiwan adalah bagian dari China," ujarnya. "Posisi pemerintah China tidak akan berubah."
Tsai, yang telah menyatakan dirinya sebagai pembela nilai-nilai demokrasi liberal terhadap China yang semakin otoriter, memastikan kemenangannya kembali dalam pemilihan presiden yang digelar hari Sabtu.
Ucapan selamat dari AS disampaikan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo, yang diikuti para diplomat top dari Inggris dan Jepang.
Namun Beijing, yang memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, mengecam tindakan mereka sebagai pelanggaran prinsip "satu-China".
"Pihak China menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan tegas terhadap ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang, dalam sebuah pernyataan, Senin (13/1/2020).
"Kami menentang segala bentuk pertukaran resmi antara Taiwan dan negara-negara yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan China," lanjut Geng, seperti dikutip AFP.
Media pemerintah China juga berusaha meremehkan kemenangan Tsai dan meragukan legitimasi kampanyenya dengan menuduh pemimpin Taiwan itu memainkan "taktik kotor" dan curang.
"Tsai dan Partai Progresif Demokratik (DPP)-nya menggunakan taktik kotor seperti curang, penindasan dan intimidasi untuk mendapatkan suara, sepenuhnya memperlihatkan sifat egois, serakah dan jahat mereka," tulis kantor berita Xinhua pada hari Minggu.
Xinhua juga menuduh Tsai membeli suara. Menurut media Beijing itu, "kekuatan gelap eksternal" ikut bertanggung jawab atas hasil pemilu Taiwan.
Beijing, yang pada suatu hari bersumpah untuk mengambil Taiwan—dengan kekerasan jika perlu—membenci Tsai karena dia menolak untuk mengakui bahwa Taiwan adalah bagian dari China.
China menggandakan prinsip "satu-China" setelah kemenangan Tsai, di mana Geng menekankan bahwa terlepas dari apa yang terjadi di Taiwan, fakta-fakta dasar tidak akan berubah."Hanya ada satu China di dunia dan Taiwan adalah bagian dari China," ujarnya. "Posisi pemerintah China tidak akan berubah."
(mas)