Parlemen Turki Setujui Pengiriman Pasukan ke Libya, Saudi Kesal
A
A
A
RIYADH - Pemerintah Arab Saudi menolak dan mengecam keputusan Parlemen Turki untuk menyetujui pengerahan pasukan ke Libya. Tengah pekan ini, Parlemen Turki menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) untuk mengerahkan pasukan ke Libya dalam mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Saudi, seperti dilansir Al Arabiya pada Minggu (5/1/2020), mengatakan keputusan tersebut adalah pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB.
"Kami mengutuk persetujuan Parlemen Turki untuk mengirim pasukan militer ke Libya, menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap resolusi DK PBB yang dikeluarkan mengenai Libya dan merusak upaya internasional untuk menyelesaikan krisis Libya," bunyi pernyataan itu.
"Kami menegaskan bahwa eskalasi Turki ini merupakan ancaman terhadap keamanan dan stabilitas di Libya dan ancaman terhadap keamanan Arab dan regional karena campur tangan dalam urusan internal negara Arab dalam pelanggaran mencolok prinsip-prinsip dan norma-norma internasional," sambungnya.
Ketua Parlemen Turki, Mustafa Sentop mengatakan bahwa undang-undang disahkan dengan suara 325-184. Partai AK pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan sekutunya, yang saat ini memegang mayoritas parlemen, menyetujui RUU ini. Sementara semua partai oposisi penting dalam majelis memilih menentang RUU tersebut.
Ankara sendiri sejatinya belum mengungkapkan rincian tentang kemungkinan penyebaran personel militer Turki di Libya. Gerakan memungkinkan pemerintah untuk memutuskan ruang lingkup, jumlah, dan waktu misi apa pun.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Saudi, seperti dilansir Al Arabiya pada Minggu (5/1/2020), mengatakan keputusan tersebut adalah pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB.
"Kami mengutuk persetujuan Parlemen Turki untuk mengirim pasukan militer ke Libya, menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap resolusi DK PBB yang dikeluarkan mengenai Libya dan merusak upaya internasional untuk menyelesaikan krisis Libya," bunyi pernyataan itu.
"Kami menegaskan bahwa eskalasi Turki ini merupakan ancaman terhadap keamanan dan stabilitas di Libya dan ancaman terhadap keamanan Arab dan regional karena campur tangan dalam urusan internal negara Arab dalam pelanggaran mencolok prinsip-prinsip dan norma-norma internasional," sambungnya.
Ketua Parlemen Turki, Mustafa Sentop mengatakan bahwa undang-undang disahkan dengan suara 325-184. Partai AK pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan sekutunya, yang saat ini memegang mayoritas parlemen, menyetujui RUU ini. Sementara semua partai oposisi penting dalam majelis memilih menentang RUU tersebut.
Ankara sendiri sejatinya belum mengungkapkan rincian tentang kemungkinan penyebaran personel militer Turki di Libya. Gerakan memungkinkan pemerintah untuk memutuskan ruang lingkup, jumlah, dan waktu misi apa pun.
(esn)