Korban Tewas Demonstrasi UU Anti Muslim India Jadi 23 Orang
A
A
A
NEW DELHI - Aksi protes dengan kekerasan terhadap undang-undang (UU) kewarganegaan India yang dianggap anti Muslim menyapu negara itu selama akhir pekan. Kondisi ini membuat jumlah korban tewas merangkak naik jadi 23 orang.
Juru bicara kepolisian Pravin Kumar mengatakan sembilan orang tewas dalam bentrokan dengan polisi di Uttar Pradesh pada Sabtu kemarin. Dia mengatakan sebagian besar korban adalah anak muda tetapi membantah polisi yang bertanggung jawab atas kejadian itu.
“Beberapa dari mereka meninggal karena luka tembak, tetapi luka-luka ini bukan karena tembakan polisi. Polisi hanya menggunakan gas air mata untuk menakuti gerombolan yang mengagitasi massa,” katanya seperti dikutip dari AP, Minggu (22/12/2019).
Sekitar selusin kendaraan dibakar ketika para pengunjuk rasa mengamuk di kota-kota utara Rampur, Sambhal, Muzaffarnagar, Bijnore dan Kanpur, di mana sebuah kantor polisi juga dibakar.
Reaksi terhadap undang-undang ini adalah yang terkuat terhadap pemerintah nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi sejak ia pertama kali terpilih pada tahun 2014.
Undang-undang tersebut memperbolehkan umat Hindu, Kristen, dan minoritas agama lain yang berada di India secara legal menjadi warga negara jika mereka dapat menunjukkan bahwa mereka dianiaya karena agama mereka di Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan yang mayoritas penduduknya Muslim. Namun itu tidak berlaku untuk Muslim.
Para kritikus mengecam undang-undang tersebut sebagai pelanggaran terhadap konstitusi sekuler India dan menyebutnya sebagai upaya terbaru oleh pemerintah Modi guna memarginalkan 200 juta umat Muslim di negara itu. Modi telah membela hukum sebagai isyarat kemanusiaan.
Dua kandidat presiden dari Partai Demokrat AS, Senator Elizabeth Warren dan Senator Bernie Sanders, mengecam undang-undang baru itu di Twitter. Sementara Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengkritiknya di sebuah konferensi pers menyusul kesimpulan dari pertemuan puncak Islam di Kuala Lumpur.
Mahathir mengatakan bahwa India adalah negara sekuler serta agama rakyat seharusnya tidak mencegah mereka memperoleh kewarganegaraan.
"Untuk mengecualikan Muslim dari menjadi warga negara, bahkan dengan proses yang wajar, saya pikir itu tidak adil," katanya.
Pernyataan Mahathir ini berujung pada pemanggilan duta besar Malaysia oleh Kementerian luar negeri India untuk mengajukan keluhan terhadap pernyataan Mahathir. Para menteri pemerintah mengatakan bahwa Muslim yang berasal dari luar negeri tidak akan dilarang mendapatkan kewarganegaraan, tetapi harus melalui proses normal seperti orang asing lainnya.
Juru bicara kepolisian Pravin Kumar mengatakan sembilan orang tewas dalam bentrokan dengan polisi di Uttar Pradesh pada Sabtu kemarin. Dia mengatakan sebagian besar korban adalah anak muda tetapi membantah polisi yang bertanggung jawab atas kejadian itu.
“Beberapa dari mereka meninggal karena luka tembak, tetapi luka-luka ini bukan karena tembakan polisi. Polisi hanya menggunakan gas air mata untuk menakuti gerombolan yang mengagitasi massa,” katanya seperti dikutip dari AP, Minggu (22/12/2019).
Sekitar selusin kendaraan dibakar ketika para pengunjuk rasa mengamuk di kota-kota utara Rampur, Sambhal, Muzaffarnagar, Bijnore dan Kanpur, di mana sebuah kantor polisi juga dibakar.
Reaksi terhadap undang-undang ini adalah yang terkuat terhadap pemerintah nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi sejak ia pertama kali terpilih pada tahun 2014.
Undang-undang tersebut memperbolehkan umat Hindu, Kristen, dan minoritas agama lain yang berada di India secara legal menjadi warga negara jika mereka dapat menunjukkan bahwa mereka dianiaya karena agama mereka di Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan yang mayoritas penduduknya Muslim. Namun itu tidak berlaku untuk Muslim.
Para kritikus mengecam undang-undang tersebut sebagai pelanggaran terhadap konstitusi sekuler India dan menyebutnya sebagai upaya terbaru oleh pemerintah Modi guna memarginalkan 200 juta umat Muslim di negara itu. Modi telah membela hukum sebagai isyarat kemanusiaan.
Dua kandidat presiden dari Partai Demokrat AS, Senator Elizabeth Warren dan Senator Bernie Sanders, mengecam undang-undang baru itu di Twitter. Sementara Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengkritiknya di sebuah konferensi pers menyusul kesimpulan dari pertemuan puncak Islam di Kuala Lumpur.
Mahathir mengatakan bahwa India adalah negara sekuler serta agama rakyat seharusnya tidak mencegah mereka memperoleh kewarganegaraan.
"Untuk mengecualikan Muslim dari menjadi warga negara, bahkan dengan proses yang wajar, saya pikir itu tidak adil," katanya.
Pernyataan Mahathir ini berujung pada pemanggilan duta besar Malaysia oleh Kementerian luar negeri India untuk mengajukan keluhan terhadap pernyataan Mahathir. Para menteri pemerintah mengatakan bahwa Muslim yang berasal dari luar negeri tidak akan dilarang mendapatkan kewarganegaraan, tetapi harus melalui proses normal seperti orang asing lainnya.
(ian)