Ajaib, Wanita Ini Hidup Kembali Setelah Jantungnya Berhenti Berdetak 6 Jam
A
A
A
BARCELONA - Seorang wanita asal Inggris menggambarkan "keajaiban" yang membuatnya hidup kembali setelah jantungnya sempat berhenti selama lebih dari enam jam. Itu terjadi ketika ia pingsan akibat hipotermia di lereng gunung Spanyol.
Audrey Mash tiba di rumah sakit Vall d'Hebron Barcelona pada 3 November lalu setelah diselamatkan dengan dramatis menggunakan helikopter dari puncak gunung dalam kondisi cuaca yang mengerikan di Pyrenees dengan suhu tubuh hanya 20ºC.
Berkat reaksi cepat tim penyelamat dan dokter menggunakan mesin EECMO yang canggih untuk menghangatkan dan mengoksegenasi darahnya secara eksternal, jantung Mash kembali hidup dengan defibrillator listrik hampir tujuh jam setelah dia berhenti bernapas.
Sebelas hari kemudian dia dipulangkan, tanpa efek buruk di luar sedikit rasa di jari-jarinya.
“Itu menghapus semua kepercayaan. Ketika saya tiba di rumah sakit, peluang saya untuk bertahan hidup tidak baik,” kata Mash kepada Telegraph, seraya menambahkan bahwa sekitar 40 orang terlibat dalam penyelamatan dan perawatannya.
“Yang luar biasa adalah pekerjaan para dokter dan juga petugas pemadam kebakaran serta tim medis yang membawa saya ke rumah sakit. Saya beruntung mereka semua menyadari ada sesuatu yang bisa mereka lakukan dan tidak menyerah pada saya,” kata guru bahasa Inggris berusia 34 tahun yang tinggal di Barcelona, Spanyol.
"Saya baik-baik saja. Saya dapat kembali bekerja, kembali ke kehidupan saya. Saya bukan orang yang religius tetapi ini seperti keajaiban," imbuhnya seperti dikutip dari dari media berbasis di Inggris itu, Jumat (6/12/2019).
Apa yang terjadi pada Mash pun mendapatkan atensi dari dokter yang merawatnya.
"Ini kasus luar biasa di dunia; henti jantung terpanjang yang pernah tercatat di Spanyol,” kata Dr Eduard Argudo, spesialis perawatan intensif yang merawat Mash di Vall d'Hebron.
Peristiwa itu bermula saat Mush dan suaminya, Rohan Schoeman, sedang merayakan ulang tahun pernikahan keenam mereka dengan akhir pekan di Pyrenees dekat perbatasan Prancis.
Pada hari Minggu pasangan itu berangkat dari pondok pendakian lebih awal dari dua teman lainnya yang menghabiskan akhir pekan bersama mereka.
Cuaca berubah secara tiba-tiba dan salju mulai turun, tetapi mereka terus bergerak ke puncak Torreneules setinggi 2.563 meter.
"Kami senang hiking," kata Mash, yang telah dua kali bepergian ke Himalaya tetapi mengatakan ia tidak dapat mengingat apa pun tentang tamasya ulang tahunnya yang hampir berujung pada tragedi.
Sementara pasangannya, Schoeman mengatakan, ketika mereka sampai di puncak, mereka terkena white-out.
Mereka berlindung dari badai di belakang batu selama beberapa jam, tetapi ketika badai salju berlanjut, mereka mulai merangkak ke arah yang mereka harapkan adalah arah yang benar. Schoeman mengatakan Mush mulai bersikap aneh, berbicaranya sudah melantur sebelum dia jatuh pingsan.
"Matanya berputar dan dia mendesah apa yang tampaknya menjadi yang terakhir baginya. Saya mencari nadinya dan untuk melihat apakah dia bernafas, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Saya pikir dia sudah mati. Itu sekitar jam 15.00 sore,” ungkapnya.
Diberitahu oleh kedua teman pasangan itu, tim pencari dengan menggunakan helikopter menjelajahi pegunungan. Pukul 18.00 Mash tiba di rumah sakit dan dalam 20 menit terhubung ke mesin ECMO.
Ketika tubuhnya mencapai 30ºC, tim medis berhasil memacu jantungnya pada jam 21.46 malam waktu setempat.
“Hipotermia menyelamatkan fungsi kehidupan Audrey. Karena otaknya dingin, tidak ada kerusakan,” terang Jordi Riera, direktur tim ECMO di Vall D'Hebron kepada The Telegraph.
Audrey Mash tiba di rumah sakit Vall d'Hebron Barcelona pada 3 November lalu setelah diselamatkan dengan dramatis menggunakan helikopter dari puncak gunung dalam kondisi cuaca yang mengerikan di Pyrenees dengan suhu tubuh hanya 20ºC.
Berkat reaksi cepat tim penyelamat dan dokter menggunakan mesin EECMO yang canggih untuk menghangatkan dan mengoksegenasi darahnya secara eksternal, jantung Mash kembali hidup dengan defibrillator listrik hampir tujuh jam setelah dia berhenti bernapas.
Sebelas hari kemudian dia dipulangkan, tanpa efek buruk di luar sedikit rasa di jari-jarinya.
“Itu menghapus semua kepercayaan. Ketika saya tiba di rumah sakit, peluang saya untuk bertahan hidup tidak baik,” kata Mash kepada Telegraph, seraya menambahkan bahwa sekitar 40 orang terlibat dalam penyelamatan dan perawatannya.
“Yang luar biasa adalah pekerjaan para dokter dan juga petugas pemadam kebakaran serta tim medis yang membawa saya ke rumah sakit. Saya beruntung mereka semua menyadari ada sesuatu yang bisa mereka lakukan dan tidak menyerah pada saya,” kata guru bahasa Inggris berusia 34 tahun yang tinggal di Barcelona, Spanyol.
"Saya baik-baik saja. Saya dapat kembali bekerja, kembali ke kehidupan saya. Saya bukan orang yang religius tetapi ini seperti keajaiban," imbuhnya seperti dikutip dari dari media berbasis di Inggris itu, Jumat (6/12/2019).
Apa yang terjadi pada Mash pun mendapatkan atensi dari dokter yang merawatnya.
"Ini kasus luar biasa di dunia; henti jantung terpanjang yang pernah tercatat di Spanyol,” kata Dr Eduard Argudo, spesialis perawatan intensif yang merawat Mash di Vall d'Hebron.
Peristiwa itu bermula saat Mush dan suaminya, Rohan Schoeman, sedang merayakan ulang tahun pernikahan keenam mereka dengan akhir pekan di Pyrenees dekat perbatasan Prancis.
Pada hari Minggu pasangan itu berangkat dari pondok pendakian lebih awal dari dua teman lainnya yang menghabiskan akhir pekan bersama mereka.
Cuaca berubah secara tiba-tiba dan salju mulai turun, tetapi mereka terus bergerak ke puncak Torreneules setinggi 2.563 meter.
"Kami senang hiking," kata Mash, yang telah dua kali bepergian ke Himalaya tetapi mengatakan ia tidak dapat mengingat apa pun tentang tamasya ulang tahunnya yang hampir berujung pada tragedi.
Sementara pasangannya, Schoeman mengatakan, ketika mereka sampai di puncak, mereka terkena white-out.
Mereka berlindung dari badai di belakang batu selama beberapa jam, tetapi ketika badai salju berlanjut, mereka mulai merangkak ke arah yang mereka harapkan adalah arah yang benar. Schoeman mengatakan Mush mulai bersikap aneh, berbicaranya sudah melantur sebelum dia jatuh pingsan.
"Matanya berputar dan dia mendesah apa yang tampaknya menjadi yang terakhir baginya. Saya mencari nadinya dan untuk melihat apakah dia bernafas, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Saya pikir dia sudah mati. Itu sekitar jam 15.00 sore,” ungkapnya.
Diberitahu oleh kedua teman pasangan itu, tim pencari dengan menggunakan helikopter menjelajahi pegunungan. Pukul 18.00 Mash tiba di rumah sakit dan dalam 20 menit terhubung ke mesin ECMO.
Ketika tubuhnya mencapai 30ºC, tim medis berhasil memacu jantungnya pada jam 21.46 malam waktu setempat.
“Hipotermia menyelamatkan fungsi kehidupan Audrey. Karena otaknya dingin, tidak ada kerusakan,” terang Jordi Riera, direktur tim ECMO di Vall D'Hebron kepada The Telegraph.
(ian)