Tujuh Aksi Teror Mematikan di Inggris, 2017 Paling Sering
A
A
A
LONDON - Kepolisian Inggris pada Jumat (29/11) waktu setempat menembak mati pria yang memakai rompi bom palsu dan menikam sejumlah orang di London Bridge. Aksi teror itu mengingatkan kembali beberapa serangan paling mematikan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir.
Pertama, pada 19 Juni 2017, seorang pria Inggris mengemudikan van ke jamaah Muslim di luar masjid London mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa orang lainnya terluka. Pria itu divonis bersalah dalam kasus pembunuhan. Dia mengaku ingin membunuh sebanyak mungkin orang dalam aksinya.
Kedua, pada 3 Juni 2017, tiga penyerang menabrakkan satu mobil van ke arah pejalan kaki di London Bridge, kemudian menikam orang di bar terdekat, menewaskan delapan orang dan melukai 48 orang lainnya sebelum polisi menembak mati tiga orang itu. Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim bertanggung jawab dalam aksi itu.
Ketiga, pada 22 Mei 2017, seorang pelaku bom bunuh diri menewaskan 22 anak dan dewasa, serta melukai 59 orang lainnya di tempat konser di Manchester, saat penonton mulai meninggalkan konser penyanyi Amerika Serikat Ariana Grande. Kepolisian menyatakan Salman Abedi, 22, yang lahir di Inggris dari orangtua Libya merakit sendiri bom itu beberapa hari sebelum serangan.
Keempat, pada 22 Maret 2017, seorang pelaku menikam satu polisi dekat parlemen Inggris di London setelah satu mobil ditabrakkan ke pejalan kaki di dekat Westminster Bridge. Enam orang tewas, termasuk pelaku dan polisi yang ditikam.
Kelima, pada 16 Juni 2016, seorang pria yang membawa senapan dan pisau belati menembak serta menikam anggota parlemen Jo Cox di Inggris bagian utara, sepekan sebelum referendum Brexit.
Keenam, pada 22 Mei 2013, dua penyerang menabrak seorang tentara Inggris saat melintasi jalan di siang hari di London tenggara. Tentara itu kemudian dibunuh dengan pisau daging.
Ketujuh, pada 7 Juli 2005, empat pemuda Inggris meledakkan bom rakitan di dalam ransel di tiga kereta bawah tanah dan satu bus saat pagi hari. Aksi itu menewaskan empat pelaku dan 52 orang lainnya, serta melukai 700 orang. Aksi ini menjadi serangan bom bunuh diri pertama oleh militan di Eropa barat.
Pertama, pada 19 Juni 2017, seorang pria Inggris mengemudikan van ke jamaah Muslim di luar masjid London mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa orang lainnya terluka. Pria itu divonis bersalah dalam kasus pembunuhan. Dia mengaku ingin membunuh sebanyak mungkin orang dalam aksinya.
Kedua, pada 3 Juni 2017, tiga penyerang menabrakkan satu mobil van ke arah pejalan kaki di London Bridge, kemudian menikam orang di bar terdekat, menewaskan delapan orang dan melukai 48 orang lainnya sebelum polisi menembak mati tiga orang itu. Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim bertanggung jawab dalam aksi itu.
Ketiga, pada 22 Mei 2017, seorang pelaku bom bunuh diri menewaskan 22 anak dan dewasa, serta melukai 59 orang lainnya di tempat konser di Manchester, saat penonton mulai meninggalkan konser penyanyi Amerika Serikat Ariana Grande. Kepolisian menyatakan Salman Abedi, 22, yang lahir di Inggris dari orangtua Libya merakit sendiri bom itu beberapa hari sebelum serangan.
Keempat, pada 22 Maret 2017, seorang pelaku menikam satu polisi dekat parlemen Inggris di London setelah satu mobil ditabrakkan ke pejalan kaki di dekat Westminster Bridge. Enam orang tewas, termasuk pelaku dan polisi yang ditikam.
Kelima, pada 16 Juni 2016, seorang pria yang membawa senapan dan pisau belati menembak serta menikam anggota parlemen Jo Cox di Inggris bagian utara, sepekan sebelum referendum Brexit.
Keenam, pada 22 Mei 2013, dua penyerang menabrak seorang tentara Inggris saat melintasi jalan di siang hari di London tenggara. Tentara itu kemudian dibunuh dengan pisau daging.
Ketujuh, pada 7 Juli 2005, empat pemuda Inggris meledakkan bom rakitan di dalam ransel di tiga kereta bawah tanah dan satu bus saat pagi hari. Aksi itu menewaskan empat pelaku dan 52 orang lainnya, serta melukai 700 orang. Aksi ini menjadi serangan bom bunuh diri pertama oleh militan di Eropa barat.
(sfn)