Eropa Tekan Indonesia soal Kasus Makar Pria Polandia di Papua Barat
A
A
A
JAKARTA - Diplomat Uni Eropa meningkatkan tekanan pada pemerintah Indonesia untuk memeriksa kasus seorang pria Polandia yang telah dipenjara di Wamena lebih dari setahun, di tengah laporan bahwa kesehatannya menurun. Pria Polandia, Jakub Fabian Skrzypski dihukum atas tuduhan terlibat makar di Papua Barat.
Skrzypski adalah orang asing pertama yang dinyatakan bersalah atas upaya makar di Papua Barat berdasarkan Pasal 106 KUHP Indonesia.
Dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2018. Sejak penangkapannya di Papua Barat pada Agustus 2018, ia telah ditahan di kota Wamena.
Skrzypski membantah tuduhan itu dan mengajukan banding atas putusan bersalahnya.
Ketika ia menunggu hasil dari bandingnya, Uni Eropa dan pemerintah Polandia berupaya menekan Jakarta untuk meninjau ulang kasus tersebut. (Baca: Warganya Persenjatai Kelompok Papua Merdeka, Polandia Bungkam )
Pekan lalu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket bertemu dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly. Agenda pertemuan adalah kasus Skrzypski.
Juru Bicara Uni Eropa Maja Kocijancic mengatakan para diplomat Eropa meminta Indonesia awal bulan ini untuk meninjau kembali kasus itu dan memindahkan Skrzypski ke Bandung, di mana ia dapat menerima kunjungan dari perwakilan konsulat Polandia.
Pada bulan Oktober, Parlemen Eropa menyebut Skrzypski sebagai tahanan politik dan menyatakan keprihatinannya atas penahanannya yang berkelanjutan, mengingat kerusuhan di Papua Barat. Parlemen tersebut menuntut pembebasan dan deportasi Skrzypski ke Polandia.
Kementerian Luar Negeri Polandia telah mengklaim ada kesalahan prosedural selama persidangan, dan bahwa hubungan kasus ini dengan situasi politik saat ini di Papua Barat menambah kerumitannya.
Pekan lalu, seorang pejabat Kedutaan Polandia mengunjungi Skrzypski dan mendesak pemerintah Indonesia untuk menerapkan standar internasional untuk perawatannya.
Menteri Luar Negeri Polandia Jacek Czaputowicz telah bertemu dengan mitranya dari Indonesia, Retno Lestari Priansasi Marsudi, tiga kali sejak penangkapan Skrzypski.
Menlu Retno meyakinkannya bahwa persidangan Skrzypski akan adil dan Konsul Polandia di Jakarta akan memiliki akses terhadap tahanan tersebut.
Pengacara Skrzypski, Latifah Anum Siregar, mengatakan kepada Al Jazeera yang dikutip Sabtu (30/11/2019) bahwa kliennya telah lama mengeluh tentang kondisi di pusat penahanan polisi tempat ia ditahan.
Latifah mengatakan Skrzypski belum diizinkan keluar dari selnya untuk berjalan-jalan dan belum diperiksa oleh dokter. Pengacara dan diplomat yang berbasis di Jakarta juga harus berurusan dengan perjalanan berjam-jam untuk mencapai Wamena.
Hidup Skrzypski tidak berada di bawah ancaman. Namun, penduduk setempat yang biasa membawakan makanan untuknya telah pergi sejak kekerasan pecah di wilayah tersebut.
Selain itu, tidak ada seorang pun yang tersedia untuk merawatnya ketika ia menderita radang mata yang parah, karena sebagian besar dokter di sana juga meninggalkan wilayah tersebut.
Skrzypski telah beberapa kali berada di Indonesia sebagai turis. Dia mengunjungi Papua Barat untuk memverifikasi klaim pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnik Papua.
Pada Agustus 2018, ia bepergian melintasi kawasan itu, dengan secara singkat menyeberang ke Papua Nugini ketika polisi Indonesia menangkapnya. Dia dituduh bergabung dengan separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
Awalnya, polisi mengklaim memiliki bukti bahwa ia terlibat dalam perdagangan senjata tetapi tuduhan itu tidak diajukan selama persidangan.
Skrzypski menolak semua tuduhan kriminal tetapi mengakui telah bertemu orang-orang yang ternyata adalah anggota Komite Nasional untuk Papua Barat, yang mendukung pendekatan tanpa kekerasan untuk kemerdekaan Papua.
Latifah mengatakan Skrzypski hanya mengunjungi teman-teman yang ditemuinya secara online dan tidak berniat untuk bergabung dengan organisasi mana pun.
Pada Mei lalu, pengadilan Wamena menyatakan Skrzypski bersalah dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara. Pelajar lokal Simon Magal, yang bertemu dengan Skrzypski, juga dihukum penjara selama empat tahun.
Skrzypski menolak putusan itu, dengan mengatakan bahwa semua dakwaan dibuat-buat dan persidangan itu palsu. Dia menuduh para saksi yang memberatkan telah disuap dan calon saksi pembela juga terlalu takut untuk bersaksi.
Ditanya tentang kasus Skrzypski, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kementerian bertindak berdasarkan catatan-catatan dan memberikan jawaban "bila diperlukan".
Mengenai permintaan pemindahan tahanan tersebut, Teuku mengatakan itu hanya akan mungkin ketika semua opsi hukum telah habis dan keputusan pengadilan telah mulai berlaku.
"Hak-haknya juga telah dipenuhi dan difasilitasi sehubungan dengan proses hukum," katanya.
Skrzypski adalah orang asing pertama yang dinyatakan bersalah atas upaya makar di Papua Barat berdasarkan Pasal 106 KUHP Indonesia.
Dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2018. Sejak penangkapannya di Papua Barat pada Agustus 2018, ia telah ditahan di kota Wamena.
Skrzypski membantah tuduhan itu dan mengajukan banding atas putusan bersalahnya.
Ketika ia menunggu hasil dari bandingnya, Uni Eropa dan pemerintah Polandia berupaya menekan Jakarta untuk meninjau ulang kasus tersebut. (Baca: Warganya Persenjatai Kelompok Papua Merdeka, Polandia Bungkam )
Pekan lalu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket bertemu dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly. Agenda pertemuan adalah kasus Skrzypski.
Juru Bicara Uni Eropa Maja Kocijancic mengatakan para diplomat Eropa meminta Indonesia awal bulan ini untuk meninjau kembali kasus itu dan memindahkan Skrzypski ke Bandung, di mana ia dapat menerima kunjungan dari perwakilan konsulat Polandia.
Pada bulan Oktober, Parlemen Eropa menyebut Skrzypski sebagai tahanan politik dan menyatakan keprihatinannya atas penahanannya yang berkelanjutan, mengingat kerusuhan di Papua Barat. Parlemen tersebut menuntut pembebasan dan deportasi Skrzypski ke Polandia.
Kementerian Luar Negeri Polandia telah mengklaim ada kesalahan prosedural selama persidangan, dan bahwa hubungan kasus ini dengan situasi politik saat ini di Papua Barat menambah kerumitannya.
Pekan lalu, seorang pejabat Kedutaan Polandia mengunjungi Skrzypski dan mendesak pemerintah Indonesia untuk menerapkan standar internasional untuk perawatannya.
Menteri Luar Negeri Polandia Jacek Czaputowicz telah bertemu dengan mitranya dari Indonesia, Retno Lestari Priansasi Marsudi, tiga kali sejak penangkapan Skrzypski.
Menlu Retno meyakinkannya bahwa persidangan Skrzypski akan adil dan Konsul Polandia di Jakarta akan memiliki akses terhadap tahanan tersebut.
Pengacara Skrzypski, Latifah Anum Siregar, mengatakan kepada Al Jazeera yang dikutip Sabtu (30/11/2019) bahwa kliennya telah lama mengeluh tentang kondisi di pusat penahanan polisi tempat ia ditahan.
Latifah mengatakan Skrzypski belum diizinkan keluar dari selnya untuk berjalan-jalan dan belum diperiksa oleh dokter. Pengacara dan diplomat yang berbasis di Jakarta juga harus berurusan dengan perjalanan berjam-jam untuk mencapai Wamena.
Hidup Skrzypski tidak berada di bawah ancaman. Namun, penduduk setempat yang biasa membawakan makanan untuknya telah pergi sejak kekerasan pecah di wilayah tersebut.
Selain itu, tidak ada seorang pun yang tersedia untuk merawatnya ketika ia menderita radang mata yang parah, karena sebagian besar dokter di sana juga meninggalkan wilayah tersebut.
Skrzypski telah beberapa kali berada di Indonesia sebagai turis. Dia mengunjungi Papua Barat untuk memverifikasi klaim pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnik Papua.
Pada Agustus 2018, ia bepergian melintasi kawasan itu, dengan secara singkat menyeberang ke Papua Nugini ketika polisi Indonesia menangkapnya. Dia dituduh bergabung dengan separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
Awalnya, polisi mengklaim memiliki bukti bahwa ia terlibat dalam perdagangan senjata tetapi tuduhan itu tidak diajukan selama persidangan.
Skrzypski menolak semua tuduhan kriminal tetapi mengakui telah bertemu orang-orang yang ternyata adalah anggota Komite Nasional untuk Papua Barat, yang mendukung pendekatan tanpa kekerasan untuk kemerdekaan Papua.
Latifah mengatakan Skrzypski hanya mengunjungi teman-teman yang ditemuinya secara online dan tidak berniat untuk bergabung dengan organisasi mana pun.
Pada Mei lalu, pengadilan Wamena menyatakan Skrzypski bersalah dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara. Pelajar lokal Simon Magal, yang bertemu dengan Skrzypski, juga dihukum penjara selama empat tahun.
Skrzypski menolak putusan itu, dengan mengatakan bahwa semua dakwaan dibuat-buat dan persidangan itu palsu. Dia menuduh para saksi yang memberatkan telah disuap dan calon saksi pembela juga terlalu takut untuk bersaksi.
Ditanya tentang kasus Skrzypski, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kementerian bertindak berdasarkan catatan-catatan dan memberikan jawaban "bila diperlukan".
Mengenai permintaan pemindahan tahanan tersebut, Teuku mengatakan itu hanya akan mungkin ketika semua opsi hukum telah habis dan keputusan pengadilan telah mulai berlaku.
"Hak-haknya juga telah dipenuhi dan difasilitasi sehubungan dengan proses hukum," katanya.
(mas)