Kuwait Kritik Perubahan Kebijakan AS Soal Permukiman Tepi Barat
A
A
A
KAIRO - Menteri Luar Negeri Kuwait, Sheikh Sabah Al Khaled Al Sabah melemparkan kritikan tajam atas keputusan Amerika Serikat (AS) mengubah kebijakan terkait permukiman ilegal Israel di tanah Palestina. Dia menyebut hal tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Berbicara saat pertemuan darurat Liga Arab untuk membahas situasi Palestina, Al Sabah mengatakan, perubahan kebijakan ini adalah upaya untuk melegalkan penyelesaian dan resolusi itu merusak peluang untuk menghidupkan kembali proses perdamaian.
Al Sabah, seperti dilansir Al Arabiya pada Selasa (26/11/2019), juga mengatakan Kuwait menegaskan kembali posisinya menolak deklarasi sepihak ini untuk menegaskan dukungannya bagi perjuangan Palestina.
"Kami memiliki tanggung jawab kolektif yang mengharuskan kami untuk bergabung dalam barisan kami, merumuskan tindakan kolektif dan bekerja sama dengan sekutu kami untuk mengembangkan peta jalan yang melaluinya kami dapat menghidupkan kembali proses perdamaian," ungkapnya.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Luksemburg, Jean Asselborn meminta Uni Eropa (UE) untuk segera mengakui kedaulatan Palestina.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Der Tagesspiegel, Asselborn menyarankan bahwa UE harus mengakui Palestina sebagai negara untuk menunjukkan oposisi terhadap perubahan kebijakan pemerintah AS pada permukiman Israel di Tepi Barat.
"UE harus mengadakan debat tentang apakah akan pantas bagi semua negara UE untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Ini setidaknya bisa menciptakan penyeimbang terhadap kebijakan Trump," kata Asselborn.
Berbicara saat pertemuan darurat Liga Arab untuk membahas situasi Palestina, Al Sabah mengatakan, perubahan kebijakan ini adalah upaya untuk melegalkan penyelesaian dan resolusi itu merusak peluang untuk menghidupkan kembali proses perdamaian.
Al Sabah, seperti dilansir Al Arabiya pada Selasa (26/11/2019), juga mengatakan Kuwait menegaskan kembali posisinya menolak deklarasi sepihak ini untuk menegaskan dukungannya bagi perjuangan Palestina.
"Kami memiliki tanggung jawab kolektif yang mengharuskan kami untuk bergabung dalam barisan kami, merumuskan tindakan kolektif dan bekerja sama dengan sekutu kami untuk mengembangkan peta jalan yang melaluinya kami dapat menghidupkan kembali proses perdamaian," ungkapnya.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Luksemburg, Jean Asselborn meminta Uni Eropa (UE) untuk segera mengakui kedaulatan Palestina.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Der Tagesspiegel, Asselborn menyarankan bahwa UE harus mengakui Palestina sebagai negara untuk menunjukkan oposisi terhadap perubahan kebijakan pemerintah AS pada permukiman Israel di Tepi Barat.
"UE harus mengadakan debat tentang apakah akan pantas bagi semua negara UE untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Ini setidaknya bisa menciptakan penyeimbang terhadap kebijakan Trump," kata Asselborn.
(esn)