Raja Mswati III Miliki Bandara Pribadi dan Beli Mobil Mewah untuk 15 Istri
A
A
A
MBABANE - Kerajaan Eswatini adalah sebuah negara kecil di bagian selatan Afrika yang luasnya hanya sekitar 17.000 kilometer persegi. Kesejahteraan warga di negara yang pada 2018 berganti nama dari Kerajaan Swaziland ini, juga memprihatinkan. Pengangguran tinggi dan angka harapan hidup warganya rendah. Sekitar 63% penduduk Eswatini berada di bawah kemiskinan.
Namun di tengah segala keterpurukan itu, gaya hidup pemimpinnya yakni Raja Mswati III, sangat kontras. Raja Mswati III tidak hanya memiliki bandara dan pesawat jet pribadi, tapi juga mengoleksi ratusan mobil mewah bermerek papan atas. Belakangan ini, raja terkaya ketiga di Afrika dengan kekayaan Rp2,8 triliun itu membeli 19 mobil Rolls-Royce dan 120 BMW.
Seperti dilansir RFI, sederetan mobil mewah itu diperuntukkan bagi 15 istri dan 23 anaknya. Anggaran pembelian tidak tanggung-tanggung karena menghabiskan hingga sekitar Rp225,6 miliar. Perdana Menteri Eswatini Ambrose Mandvulo Dlamini berdalih pembelian armada kendaraan roda empat itu sesuai dengan kebijakan dan peraturan pemerintah untuk mengganti mobil tua dengan mobil baru yang digunakan keluarga kerajaan.
Setidaknya mobil yang dapat diganti berusia lima tahun. Namun, tidak semua petinggi Eswatini menerima kebijakan itu. “Sebagai pemimpin, kami seharusnya memikirkan kondisi rakyat. Skema ini tidak masuk akal mengingat angka kemiskinan di negeri ini masih tinggi. Negeri ini tidak seharusnya sengsara jika kami mampu menahan hasrat dunia,” kata Pangeran Nhlonipho, salah satu petinggi kerajaan.
Senada dengan Pangeran Nhlonipho, Sekretaris Jenderal People’s United Democratic Movement (Pudemo) Wandile Dludlu menilai kemewahan yang dipamerkan Raja Mswati III kurang etis, terkesan sombong, dan tidak menghormati perasaan rakyat yang setiap hari berjuang mencari sesuap nasi. “Kami tidak peduli seberapa banyak istri dan anak yang beliau miliki, tapi sebagai pemimpin beliau harus mampu menunjukkan empati kepada rakyatnya,” ujar Dludlu.
“Pada era modern, negara seharusnya memisahkan mana dompet pribadi dan mana dompet negara sehingga semuanya menjadi lebih jelas,” tambahnya. Sebelumnya, Raja Mswati III menuai sensasi setelah menaikkan anggaran rumah tangga keluarganya menjadi Rp859,9 miliar ketika pendapatan mayoritas penduduk Eswatini kurang dari Rp14.000 per hari.
Sekitar 700 pegawai negeri sipil (PNS) juga menggelar protes di jalanan Mbabane untuk menuntut kenaikan gaji. “Di Eswatini, para PNS tidak pernah menerima penyesuaian gaji dalam tiga tahun terakhir. Sistem kesehatan di negeri ini juga hancur. Hal itu membuat orang miskin semakin rentan mengalami ketidakadilan,” kata Dludlu.
Khali Wheezy, warga lokal, juga mengkritik gaya hidup mewah Raja Mswati III yang hanya memanjakan istrinya dan tidak pernah memperhatikan rakyat. Wartawan investigatif Afrika Selatan, Mzilikazi wa Afrika, membagikan foto distribusi 19 Rolls-Royce yang diangkut menggunakan truk dari Afrika Selatan ke Eswatini.
“Di tengah impitan ekonomi, Raja Mswati III memutuskan membeli mobil mewah untuk semua istrinya. Berdasarkan laporan tidak resmi, mobil itu diangkut empat truk dari Afrika Selatan,” tulisnya. “Raja Mswati III menerima kritikan tajam karena menjalani gaya hidup mewah di tengah penderitaan rakyat Eswatini,”
Doris, warga lokal lainnya, yang bekerja sebagai perawat di Mbabane, mengaku tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Dia harus memprioritaskan satu kebutuhan dan menunda kebutuhan yang lain. Doris mengaku menambal seragam sekolah anaknya yang bolong dan membeli daging ayam seminggu sekali saja.
“Saya ingin memberi anak saya makanan bergizi setiap hari, tapi tidak sanggup,” ujar Doris. Bulan lalu, Doris bersama teman-temannya dari lintas profesi, mencoba menuntut pemerintah untuk menaikkan gaji sebesar 4,5%. Namun, pemerintah Eswatini tidak mampu karena baru pulih beralasan dari krisis keuangan.
Di sisi lain, pemerintah Eswatini justru menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi sebesar 14% sehingga kian mencubit penghasilan penduduk Eswatini yang rata-rata meraup Rp3 juta per bulan. Sebaliknya, pejabat tinggi memperoleh gaji, dana pensiun, dan tunjangan. Pejabat parlemen, misalnya, dapat menerima gaji hingga Rp33 juta.
Penduduk Eswatini tidak menuntut pembubaran kerajaan. Namun, mereka meminta pemerintah melakukan perubahan yang lebih pro terhadap rakyat. “PM beserta jajaran kabinetnya gagal memberikan pelayanan kepada rakyat dan menjalankan roda ekonomi,” kata Velaphi Mamba dari Open Society Initiative.
eSwatini terjepit di antara Afrika Selatan dan Mozambik. Luas wilayahnya sekitar 17.000 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 1,3 juta jiwa. Eswatini merebut kemerdekaan dari Inggris pada 1968. Saat itu ayah Raja Mswati III, Sobhuza II, diangkat menjadi penguasa baru Eswatini yang masih bernama Swaziland.
Raja Mswati III dianggap sebagai pemimpin yang lebih modern dan terbuka dibandingkan ayahnya. Setidaknya, dia memiliki lebih sedikit istri dan tidak melarang kebebasan berbicara. Namun, sejauh ini Raja Mswati III masih memegang kekuasaan absolut. Dia dapat memecat PM dan parlemen kapan pun dia suka.
Namun di tengah segala keterpurukan itu, gaya hidup pemimpinnya yakni Raja Mswati III, sangat kontras. Raja Mswati III tidak hanya memiliki bandara dan pesawat jet pribadi, tapi juga mengoleksi ratusan mobil mewah bermerek papan atas. Belakangan ini, raja terkaya ketiga di Afrika dengan kekayaan Rp2,8 triliun itu membeli 19 mobil Rolls-Royce dan 120 BMW.
Seperti dilansir RFI, sederetan mobil mewah itu diperuntukkan bagi 15 istri dan 23 anaknya. Anggaran pembelian tidak tanggung-tanggung karena menghabiskan hingga sekitar Rp225,6 miliar. Perdana Menteri Eswatini Ambrose Mandvulo Dlamini berdalih pembelian armada kendaraan roda empat itu sesuai dengan kebijakan dan peraturan pemerintah untuk mengganti mobil tua dengan mobil baru yang digunakan keluarga kerajaan.
Setidaknya mobil yang dapat diganti berusia lima tahun. Namun, tidak semua petinggi Eswatini menerima kebijakan itu. “Sebagai pemimpin, kami seharusnya memikirkan kondisi rakyat. Skema ini tidak masuk akal mengingat angka kemiskinan di negeri ini masih tinggi. Negeri ini tidak seharusnya sengsara jika kami mampu menahan hasrat dunia,” kata Pangeran Nhlonipho, salah satu petinggi kerajaan.
Senada dengan Pangeran Nhlonipho, Sekretaris Jenderal People’s United Democratic Movement (Pudemo) Wandile Dludlu menilai kemewahan yang dipamerkan Raja Mswati III kurang etis, terkesan sombong, dan tidak menghormati perasaan rakyat yang setiap hari berjuang mencari sesuap nasi. “Kami tidak peduli seberapa banyak istri dan anak yang beliau miliki, tapi sebagai pemimpin beliau harus mampu menunjukkan empati kepada rakyatnya,” ujar Dludlu.
“Pada era modern, negara seharusnya memisahkan mana dompet pribadi dan mana dompet negara sehingga semuanya menjadi lebih jelas,” tambahnya. Sebelumnya, Raja Mswati III menuai sensasi setelah menaikkan anggaran rumah tangga keluarganya menjadi Rp859,9 miliar ketika pendapatan mayoritas penduduk Eswatini kurang dari Rp14.000 per hari.
Sekitar 700 pegawai negeri sipil (PNS) juga menggelar protes di jalanan Mbabane untuk menuntut kenaikan gaji. “Di Eswatini, para PNS tidak pernah menerima penyesuaian gaji dalam tiga tahun terakhir. Sistem kesehatan di negeri ini juga hancur. Hal itu membuat orang miskin semakin rentan mengalami ketidakadilan,” kata Dludlu.
Khali Wheezy, warga lokal, juga mengkritik gaya hidup mewah Raja Mswati III yang hanya memanjakan istrinya dan tidak pernah memperhatikan rakyat. Wartawan investigatif Afrika Selatan, Mzilikazi wa Afrika, membagikan foto distribusi 19 Rolls-Royce yang diangkut menggunakan truk dari Afrika Selatan ke Eswatini.
“Di tengah impitan ekonomi, Raja Mswati III memutuskan membeli mobil mewah untuk semua istrinya. Berdasarkan laporan tidak resmi, mobil itu diangkut empat truk dari Afrika Selatan,” tulisnya. “Raja Mswati III menerima kritikan tajam karena menjalani gaya hidup mewah di tengah penderitaan rakyat Eswatini,”
Doris, warga lokal lainnya, yang bekerja sebagai perawat di Mbabane, mengaku tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Dia harus memprioritaskan satu kebutuhan dan menunda kebutuhan yang lain. Doris mengaku menambal seragam sekolah anaknya yang bolong dan membeli daging ayam seminggu sekali saja.
“Saya ingin memberi anak saya makanan bergizi setiap hari, tapi tidak sanggup,” ujar Doris. Bulan lalu, Doris bersama teman-temannya dari lintas profesi, mencoba menuntut pemerintah untuk menaikkan gaji sebesar 4,5%. Namun, pemerintah Eswatini tidak mampu karena baru pulih beralasan dari krisis keuangan.
Di sisi lain, pemerintah Eswatini justru menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi sebesar 14% sehingga kian mencubit penghasilan penduduk Eswatini yang rata-rata meraup Rp3 juta per bulan. Sebaliknya, pejabat tinggi memperoleh gaji, dana pensiun, dan tunjangan. Pejabat parlemen, misalnya, dapat menerima gaji hingga Rp33 juta.
Penduduk Eswatini tidak menuntut pembubaran kerajaan. Namun, mereka meminta pemerintah melakukan perubahan yang lebih pro terhadap rakyat. “PM beserta jajaran kabinetnya gagal memberikan pelayanan kepada rakyat dan menjalankan roda ekonomi,” kata Velaphi Mamba dari Open Society Initiative.
eSwatini terjepit di antara Afrika Selatan dan Mozambik. Luas wilayahnya sekitar 17.000 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 1,3 juta jiwa. Eswatini merebut kemerdekaan dari Inggris pada 1968. Saat itu ayah Raja Mswati III, Sobhuza II, diangkat menjadi penguasa baru Eswatini yang masih bernama Swaziland.
Raja Mswati III dianggap sebagai pemimpin yang lebih modern dan terbuka dibandingkan ayahnya. Setidaknya, dia memiliki lebih sedikit istri dan tidak melarang kebebasan berbicara. Namun, sejauh ini Raja Mswati III masih memegang kekuasaan absolut. Dia dapat memecat PM dan parlemen kapan pun dia suka.
(don)