Tegang dengan Iran, Kapal Induk AS Masuk Selat Hormuz
A
A
A
WASHINGTON - Kapal induk Amerika Serikat (AS) USS Abraham Lincoln dan kelompok tempurnya berlayar memasuki Selat Hormuz pada hari Selasa. Kelompok tempur kapal itu muncul di saat ketegangan antara Iran dan AS sedang memanas.
Para pejabat Amerika kepada Reuters, Rabu (20/11/2019), mengungkap kemunculan kelompok tempur kapal induk USS Abraham Lincoln di Selat Hormuz.
Ketegangan di Teluk meningkat sejak serangan terhadap sejumlah kapal tanker minyak pada musim panas ini, termasuk di lepas pantai Uni Emirat Arab, dan serangan besar terhadap fasilitas minyak di Arab Saudi. Washington menyalahkan Iran atas serangan di Saudi, namun Teheran membantahanya.
Komandan yang mengawasi pasukan Angkatan Laut AS di Timur Tengah mengatakan kepada Reuters pada Mei lalu bahwa pihaknya akan mengirim kapal induk melalui Selat Hormuz jika diperlukan.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, Angkatan Laut Amerika mengatakan USS Abaraham Lincoln transit melalui Selat Hormuz ke Teluk. Sekadar diketahui, pengiriman sekitar seperlima dari minyak dunia melewati Selat Hormuz.
Amerika Serikat telah mengerahkan ribuan pasukan militer tambahan di Timur Tengah, termasuk pesawat pembom dan sistem pertahanan udara, untuk bertindak sebagai pencegah terhadap apa yang Washington katakan sebagai prilaku provokatif Iran.
Langkah pengerahan kapal induk ini dilakukan ketika protes besar pecah di Iran sejak Jumat lalu. Demonstrasi rusuh yang dilaporkan telah menewaskan lebih dari 100 orang itu dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Massa demonstran menuntut para pemimpin dari kalangan ulama yang berkuasa di Iran lengser.
Pada hari Selasa, militer AS juga merilis sebuah laporan yang mengatakan Iran kemungkinan akan membeli pesawat jet tempur dan tank tempur dari Rusia dan China ketika embargo senjata yang diberlakukan PBB terhadap Teheran—berdasarkan perjanjian nuklir 2015 dengan beberapa negara kekuatan dunia—dicabut tahun depan.
Embargo senjata AS terhadap Iran seharusnya dicabut pada Oktober 2020, lima tahun setelah perjanjian nuklir diberlakukan. Namun, ketentuan itu belum dipastikan terjadi karena Amerika sendiri secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Iran tersebut.
Laporan dari badan intelijen Pentagon itu mengatakan bahwa Iran sudah terlibat diskusi dengan Rusia dan China pada tingkat yang lebih rendah untuk membeli perangkat keras militer.
Awal bulan ini, Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran akan mendapatkan kembali akses ke pasar senjata internasional akhir tahun depan jika Teheran tetap mempertahankan kesepakatan nuklir 2015 dan itu akan membuktikan "kesuksesan politik yang besar".
Laporan setebal 120 halaman dari Badan Intelijen Pertahanan AS juga merinci strategi dan kemampuan militer Iran.
Menurut laporan itu, Iran akan mengerahkan semakin banyak rudal balistik yang lebih akurat dan mematikan di masa depan dan akan meluncurkan rudal jelajah berbasis darat terbaru.
Selama dekade berikutnya, lanjut laporan itu, militer Iran dapat mempertimbangkan untuk mengambil bagian dalam misi penjagaan perdamaian multilateral dan membangun pangkalan permanen di negara-negara sekutu.
Para pejabat Amerika kepada Reuters, Rabu (20/11/2019), mengungkap kemunculan kelompok tempur kapal induk USS Abraham Lincoln di Selat Hormuz.
Ketegangan di Teluk meningkat sejak serangan terhadap sejumlah kapal tanker minyak pada musim panas ini, termasuk di lepas pantai Uni Emirat Arab, dan serangan besar terhadap fasilitas minyak di Arab Saudi. Washington menyalahkan Iran atas serangan di Saudi, namun Teheran membantahanya.
Komandan yang mengawasi pasukan Angkatan Laut AS di Timur Tengah mengatakan kepada Reuters pada Mei lalu bahwa pihaknya akan mengirim kapal induk melalui Selat Hormuz jika diperlukan.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, Angkatan Laut Amerika mengatakan USS Abaraham Lincoln transit melalui Selat Hormuz ke Teluk. Sekadar diketahui, pengiriman sekitar seperlima dari minyak dunia melewati Selat Hormuz.
Amerika Serikat telah mengerahkan ribuan pasukan militer tambahan di Timur Tengah, termasuk pesawat pembom dan sistem pertahanan udara, untuk bertindak sebagai pencegah terhadap apa yang Washington katakan sebagai prilaku provokatif Iran.
Langkah pengerahan kapal induk ini dilakukan ketika protes besar pecah di Iran sejak Jumat lalu. Demonstrasi rusuh yang dilaporkan telah menewaskan lebih dari 100 orang itu dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Massa demonstran menuntut para pemimpin dari kalangan ulama yang berkuasa di Iran lengser.
Pada hari Selasa, militer AS juga merilis sebuah laporan yang mengatakan Iran kemungkinan akan membeli pesawat jet tempur dan tank tempur dari Rusia dan China ketika embargo senjata yang diberlakukan PBB terhadap Teheran—berdasarkan perjanjian nuklir 2015 dengan beberapa negara kekuatan dunia—dicabut tahun depan.
Embargo senjata AS terhadap Iran seharusnya dicabut pada Oktober 2020, lima tahun setelah perjanjian nuklir diberlakukan. Namun, ketentuan itu belum dipastikan terjadi karena Amerika sendiri secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Iran tersebut.
Laporan dari badan intelijen Pentagon itu mengatakan bahwa Iran sudah terlibat diskusi dengan Rusia dan China pada tingkat yang lebih rendah untuk membeli perangkat keras militer.
Awal bulan ini, Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran akan mendapatkan kembali akses ke pasar senjata internasional akhir tahun depan jika Teheran tetap mempertahankan kesepakatan nuklir 2015 dan itu akan membuktikan "kesuksesan politik yang besar".
Laporan setebal 120 halaman dari Badan Intelijen Pertahanan AS juga merinci strategi dan kemampuan militer Iran.
Menurut laporan itu, Iran akan mengerahkan semakin banyak rudal balistik yang lebih akurat dan mematikan di masa depan dan akan meluncurkan rudal jelajah berbasis darat terbaru.
Selama dekade berikutnya, lanjut laporan itu, militer Iran dapat mempertimbangkan untuk mengambil bagian dalam misi penjagaan perdamaian multilateral dan membangun pangkalan permanen di negara-negara sekutu.
(mas)