Khamenei: Iran Tidak Menyerukan Penghapusan Yahudi
A
A
A
TEHERAN - Iran tidak pernah menyerukan penghapusan orang-orang Yahudi, tetapi percaya bahwa umat dari semua agama harus memutuskan masa depan Israel. Hal itu dikatakan oleh Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Sejak Revolusi Islam pecah pada tahun 1979, Iran telah menolak untuk mengakui Israel dan telah mendukung kelompok-kelompok militan Palestina. Israel telah lama menuduh Iran berusaha untuk menghancurkannya dan menganggap Teheran sebagai musuh utamanya di Timur Tengah.
"Menyerukan penghapusan negara Israel tidak berarti penghapusan orang-orang Yahudi," kata Khamenei dalam situs pribadinya.
"Itu berarti bahwa rakyat Palestina - baik mereka Muslim, Kristen atau Yahudi - harus memilih pemerintah mereka sendiri," imbuhnya kepada para pejabat dan peserta konferensi Islam di Teheran seperti dilansir dari Middle East Monitor, Sabtu (16/11/2019).
Khamenei, pemegang otoritas tertinggi pada kebijakan dalam negeri dan luar negeri Iran, juga mengkritik kekuatan Barat karena menekan Teheran atas program nuklirnya.
"Semua negara membutuhkan energi nuklir yang damai, tetapi perusahaan monopoli Barat berusaha untuk menjaga energi ini dalam monopoli," ujar Khamenei.
"Orang Barat tahu bahwa kami tidak mencari senjata nuklir karena prinsip dan kepercayaan (agama) kami," tegasnya.
Iran telah berulang kali membantah pernah berupaya membangun bom nuklir, merujuk pada keputusan agama yang dikeluarkan pada awal 2000-an oleh Khamenei yang melarang pengembangan atau penggunaan senjata nuklir.
Badan-badan intelijen AS dan pengawas nuklir PBB percaya Iran memiliki program bom atom rahasia selama beberapa tahun yang kemudian dihentikan.
Prancis, Inggris dan Jerman mengatakan minggu ini mereka sangat prihatin dengan keputusan Iran untuk melanjutkan pengayaan uranium di pabrik bawah tanahnya, meskipun mereka secara langsung berhenti mendesak sanksi baru.
Langkah Iran itu adalah yang terbaru dari serangkaian langkah yang dilalui Teheran melampaui batas pakta nuklir 2015 dengan kekuatan dunia, sebagai tanggapan terhadap aksi Amerika Serikat (AS) yang mundur dari perjanjian tahun lalu dan menerapkan kembali sanksi.
Sejak Revolusi Islam pecah pada tahun 1979, Iran telah menolak untuk mengakui Israel dan telah mendukung kelompok-kelompok militan Palestina. Israel telah lama menuduh Iran berusaha untuk menghancurkannya dan menganggap Teheran sebagai musuh utamanya di Timur Tengah.
"Menyerukan penghapusan negara Israel tidak berarti penghapusan orang-orang Yahudi," kata Khamenei dalam situs pribadinya.
"Itu berarti bahwa rakyat Palestina - baik mereka Muslim, Kristen atau Yahudi - harus memilih pemerintah mereka sendiri," imbuhnya kepada para pejabat dan peserta konferensi Islam di Teheran seperti dilansir dari Middle East Monitor, Sabtu (16/11/2019).
Khamenei, pemegang otoritas tertinggi pada kebijakan dalam negeri dan luar negeri Iran, juga mengkritik kekuatan Barat karena menekan Teheran atas program nuklirnya.
"Semua negara membutuhkan energi nuklir yang damai, tetapi perusahaan monopoli Barat berusaha untuk menjaga energi ini dalam monopoli," ujar Khamenei.
"Orang Barat tahu bahwa kami tidak mencari senjata nuklir karena prinsip dan kepercayaan (agama) kami," tegasnya.
Iran telah berulang kali membantah pernah berupaya membangun bom nuklir, merujuk pada keputusan agama yang dikeluarkan pada awal 2000-an oleh Khamenei yang melarang pengembangan atau penggunaan senjata nuklir.
Badan-badan intelijen AS dan pengawas nuklir PBB percaya Iran memiliki program bom atom rahasia selama beberapa tahun yang kemudian dihentikan.
Prancis, Inggris dan Jerman mengatakan minggu ini mereka sangat prihatin dengan keputusan Iran untuk melanjutkan pengayaan uranium di pabrik bawah tanahnya, meskipun mereka secara langsung berhenti mendesak sanksi baru.
Langkah Iran itu adalah yang terbaru dari serangkaian langkah yang dilalui Teheran melampaui batas pakta nuklir 2015 dengan kekuatan dunia, sebagai tanggapan terhadap aksi Amerika Serikat (AS) yang mundur dari perjanjian tahun lalu dan menerapkan kembali sanksi.
(ian)