Demonstran Bolivia Seret Wali Kota Perempuan di Jalan dan Disiram Cat
A
A
A
VINTO - Para demonstran pro-oposisi Bolovia menyerang dan mempermalukan seorang wali kota perempuan di jalan. Massa menyeret pejabat tersebut, memotong paksa rambutnya dan menyiramnya dengan cat merah mirip darah.
Massa menuntut Wali Kota Vinto, Patricia Arce, mengundurkan diri. Para pengunjuk rasa juga memblokir sebuah jembatan di kota kecil itu.
Laporan lain menyebutkan bahwa amuk massa pro-oposisi itu terjadi setelah dua rekan mereka terbunuh selama konflik dengan kelompok aktivis pro-pemerintah. Para pengunjuk rasa anti-Wali Kota Vinto menyerbu balai kota dan menuduh sang wali kota memobilisasi para demonstran rival dan menyalahkannya atas kematian rekan mereka.
Massa yang mengenakan topeng berulang kali menuduh pejabat perempuan itu sebagai pembunuh dan melakukan serangan. Pada puncaknya, mereka memaksa sang wali kota untuk menandatangani surat pengunduran diri dan membakar serta menggeledah balai kota.
Arce juga diseret di jalan tanpa sepatu. Rambutnya dipotong paksa, lalu disiram cat warna merah. Dia akhirnya dibebaskan setelah pasukan polisi tiba beberapa jam kemudian.
Dia segera dibawa ke pusat medis, meskipun diketahui tingkat cedera yang dialaminya. Arce juga memberikan konferensi pers segera setelah serangan itu dengan kondisi duduk di tanah dan wajah serta tubuh berlumuran cat marah.
Negara Amerika Selatan ini telah diguncang oleh protes yang semakin keras baru-baru ini setelah pemilihan presiden bulan lalu.
Kampanye pemilu diwarnai oleh protes dan kecaman karena kurangnya transparansi, meskipun pemimpin petahana Evo Morales akhirnya kembali berkuasa.
Sejak itu, ada bentrokan yang meluas antara pemrotes pro dan anti-pemerintah. Ada beberapa korban jiwa selama bentrokan terjadi.
Pada hari Rabu, sebuah protes menyebabkan seorang mahasiswa berusia 20 tahun tewas, sehingga jumlah keseluruhan korban tewas menjadi tiga orang sejak pemilu 20 Oktober.
Mereka yang menentang Morales—pemimpin adat pertama di negara itu—percaya pemilu di Bolivia penuh kecurangan. Morales berasal dari partai politik Gerakan untuk Sosialisme (MAS), partai yang sama tempat Arce bernaung.
Presiden Evo Morales yang baru terpilih kembali mengutuk serangan terhadap Arce. Dalam sebuah tweet yang di-posting kemarin, dia mengatakan pemimpin kota itu telah diculik dengan kejam karena mengekspresikan dan membela cita-citanya.
Partai MAS menuntut pihak berwenang menangkap para pelaku dan membawa mereka ke pengadilan.
"Bagi orang-orang ini, menjadi seorang perempuan adalah kejahatan, rendah hati adalah kejahatan, mengenakan rok adalah kejahatan," kata Wakil Presiden Alvaro Garcia.
“Ini tidak pernah terjadi dalam demokrasi kita. Ini disebut fasisme; menyerang perempuan, menyerang mereka karena status etnik mereka. Apa yang dihadapi Bolivia adalah gelombang fasis," paparnya, seperti dikutip AFP, Jumat (8/11/2019).
Organisasi Sosial Wanita yang terkait dengan partai berkuasa, menyatakan kemarahannya atas serangan terhadap Arce. "(Kami mengutuk) untuk semua penghinaan kebencian, rasisme, diskriminasi dan kekerasan dari Oposisi," kata organisasi tersebut.
Massa menuntut Wali Kota Vinto, Patricia Arce, mengundurkan diri. Para pengunjuk rasa juga memblokir sebuah jembatan di kota kecil itu.
Laporan lain menyebutkan bahwa amuk massa pro-oposisi itu terjadi setelah dua rekan mereka terbunuh selama konflik dengan kelompok aktivis pro-pemerintah. Para pengunjuk rasa anti-Wali Kota Vinto menyerbu balai kota dan menuduh sang wali kota memobilisasi para demonstran rival dan menyalahkannya atas kematian rekan mereka.
Massa yang mengenakan topeng berulang kali menuduh pejabat perempuan itu sebagai pembunuh dan melakukan serangan. Pada puncaknya, mereka memaksa sang wali kota untuk menandatangani surat pengunduran diri dan membakar serta menggeledah balai kota.
Arce juga diseret di jalan tanpa sepatu. Rambutnya dipotong paksa, lalu disiram cat warna merah. Dia akhirnya dibebaskan setelah pasukan polisi tiba beberapa jam kemudian.
Dia segera dibawa ke pusat medis, meskipun diketahui tingkat cedera yang dialaminya. Arce juga memberikan konferensi pers segera setelah serangan itu dengan kondisi duduk di tanah dan wajah serta tubuh berlumuran cat marah.
Negara Amerika Selatan ini telah diguncang oleh protes yang semakin keras baru-baru ini setelah pemilihan presiden bulan lalu.
Kampanye pemilu diwarnai oleh protes dan kecaman karena kurangnya transparansi, meskipun pemimpin petahana Evo Morales akhirnya kembali berkuasa.
Sejak itu, ada bentrokan yang meluas antara pemrotes pro dan anti-pemerintah. Ada beberapa korban jiwa selama bentrokan terjadi.
Pada hari Rabu, sebuah protes menyebabkan seorang mahasiswa berusia 20 tahun tewas, sehingga jumlah keseluruhan korban tewas menjadi tiga orang sejak pemilu 20 Oktober.
Mereka yang menentang Morales—pemimpin adat pertama di negara itu—percaya pemilu di Bolivia penuh kecurangan. Morales berasal dari partai politik Gerakan untuk Sosialisme (MAS), partai yang sama tempat Arce bernaung.
Presiden Evo Morales yang baru terpilih kembali mengutuk serangan terhadap Arce. Dalam sebuah tweet yang di-posting kemarin, dia mengatakan pemimpin kota itu telah diculik dengan kejam karena mengekspresikan dan membela cita-citanya.
Partai MAS menuntut pihak berwenang menangkap para pelaku dan membawa mereka ke pengadilan.
"Bagi orang-orang ini, menjadi seorang perempuan adalah kejahatan, rendah hati adalah kejahatan, mengenakan rok adalah kejahatan," kata Wakil Presiden Alvaro Garcia.
“Ini tidak pernah terjadi dalam demokrasi kita. Ini disebut fasisme; menyerang perempuan, menyerang mereka karena status etnik mereka. Apa yang dihadapi Bolivia adalah gelombang fasis," paparnya, seperti dikutip AFP, Jumat (8/11/2019).
Organisasi Sosial Wanita yang terkait dengan partai berkuasa, menyatakan kemarahannya atas serangan terhadap Arce. "(Kami mengutuk) untuk semua penghinaan kebencian, rasisme, diskriminasi dan kekerasan dari Oposisi," kata organisasi tersebut.
(mas)