Lavrov: Kesepakatan Rusia-Turki Cegah Pembantaian di Suriah
A
A
A
MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menuturkan, kesepakatan Rusia dan Turki mengenai situasi di timur laut Suriah telah membantu mencegah pertumpahan darah besar-besaran di wilayah itu. Kesepakatan itu diteken pada akhir Oktober lalu.
"Ketika datang ke situasi secara umum, perjanjian yang dicapai di Sochi tidak diragukan lagi membantu mencegah pertumpahan darah besar-besaran, mengubah masalah konfrontasi antara Turki dan Kurdi ke dalam kerangka langkah-langkah pembangunan kepercayaan," kata Lavrov.
Lavrov, seperti dilansir Tass pada Senin (11/4/2019), kemudian menjelaskan, bahwa dua zona besar dibentuk di barat dan di timur wilayah yang dimasuki pasukan Turki setelah perundingan Ankara yang gagal dengan Amerika Serikat (AS).
"Pergerakan lebih lanjut dihentikan berkat kesepakatan antara (Presiden Rusia) Vladimir Putin dan (Presiden Turki) Recep Tayyip Erdogan. Di bagian-bagian perbatasan Turki-Suriah yang tersisa, sebuah rezim penarikan unit-unit Kurdi dengan persenjataan dipastikan. Perbatasan Suriah penjaga bersama dengan polisi militer Rusia memasuki sebagian besar wilayah itu," ucapnya.
Berdasarkan perjanjian itu, setelah Kurdi sepenuhnya mundur dari daerah itu, polisi militer Rusia dan militer Turki akan mulai bersama-sama berpatroli di zona selebar 10 km dekat perbatasan. Unit Kurdi harus mundur dari perbatasan setidaknya sejauh 30 km.
"Masih banyak pertanyaan yang perlu diselesaikan ketika menerapkan skema ini. Polisi militer Rusia sudah mulai bekerja sama dengan penjaga perbatasan Suriah. Mereka tetap berkomunikasi dengan penduduk setempat. Lebih banyak prajurit dikirim untuk berpartisipasi dalam operasi. Warga setempat memperlakukan mereka dengan sangat baik," tukasnya.
"Ketika datang ke situasi secara umum, perjanjian yang dicapai di Sochi tidak diragukan lagi membantu mencegah pertumpahan darah besar-besaran, mengubah masalah konfrontasi antara Turki dan Kurdi ke dalam kerangka langkah-langkah pembangunan kepercayaan," kata Lavrov.
Lavrov, seperti dilansir Tass pada Senin (11/4/2019), kemudian menjelaskan, bahwa dua zona besar dibentuk di barat dan di timur wilayah yang dimasuki pasukan Turki setelah perundingan Ankara yang gagal dengan Amerika Serikat (AS).
"Pergerakan lebih lanjut dihentikan berkat kesepakatan antara (Presiden Rusia) Vladimir Putin dan (Presiden Turki) Recep Tayyip Erdogan. Di bagian-bagian perbatasan Turki-Suriah yang tersisa, sebuah rezim penarikan unit-unit Kurdi dengan persenjataan dipastikan. Perbatasan Suriah penjaga bersama dengan polisi militer Rusia memasuki sebagian besar wilayah itu," ucapnya.
Berdasarkan perjanjian itu, setelah Kurdi sepenuhnya mundur dari daerah itu, polisi militer Rusia dan militer Turki akan mulai bersama-sama berpatroli di zona selebar 10 km dekat perbatasan. Unit Kurdi harus mundur dari perbatasan setidaknya sejauh 30 km.
"Masih banyak pertanyaan yang perlu diselesaikan ketika menerapkan skema ini. Polisi militer Rusia sudah mulai bekerja sama dengan penjaga perbatasan Suriah. Mereka tetap berkomunikasi dengan penduduk setempat. Lebih banyak prajurit dikirim untuk berpartisipasi dalam operasi. Warga setempat memperlakukan mereka dengan sangat baik," tukasnya.
(esn)