65 Orang Demonstran Tewas, PM Irak Didesak Mundur
A
A
A
BAGHDAD - Salah satu ulama paling berpengaruh di Irak menyerukan agar pemerintahan Perdana Menteri Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri. Seruan ini digaungkan ketika jumlah kematian meningkat menjadi 65 jiwa dalam tiga hari aksi protes nasional yang melanda Baghdad dan sejumlah kota lainnya di Irak.
Moqtada al-Sadr, seorang ulama dan pemimpin politik populis yang memiliki banyak pengikut di Irak mengatakan, pemilihan baru harus segera diadakan. "Hormati darah Irak melalui pengunduran diri pemerintah dan persiapan untuk pemilihan awal yang diawasi oleh pemantau internasional," tegas al-Sadr, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/10).
Meski Mahdi telah menyerukan agar rakyat Irak tenang, namun pengunjuk rasa mencemooh janjinya tentang reformasi politik. Intervensi Sadr tampaknya akan mendorong warga Irak untuk melanjutkan demonstrasi hingga pemerintah mundur.
Di jalan-jalan Baghdad, polisi terus mengincar pemrotes individu. Wartawan Reuters melihat seorang warga Irak jatuh ke tanah setelah ditembak di bagian kepala. Orang tersebut dinyatakan meninggal di rumah sakit.
Di tempat lain, seorang kru televisi Reuters melihat seorang pria terluka parah oleh tembakan di leher, setelah penembak jitu di atap rumah menembaki kerumunan. Penembakan sporadis bisa terdengar di Baghdad hingga larut malam.
Polisi menembak mati tiga orang yang berusaha menyerbu markas besar pemerintah provinsi di kota Diwaniya selatan, kata polisi dan petugas medis. Aksi kekerasan ini adalah yang terburuk sejak Irak berhasil memadamkan perlawanan ISIS, dua tahun lalu.
Sumber-sumber keamanan dan medis menyatakan, korban tewas pada hari Jumat menjadi 65 jiwa dan 192 terluka di seluruh Irak dalam tiga hari. Sebagian besar kematian terjadi dalam 24 jam terakhir, saat aksi kekerasan kian meningkat.
"Sangat menyedihkan bahwa ada begitu banyak kematian, korban, dan kehancuran," ujar ulama paling berpengaruh Irak, Ayatollah Ali al-Sistani. "Pemerintah dan pihak-pihak politik belum menjawab tuntutan rakyat untuk memerangi korupsi atau mencapai apa pun di lapangan," lanjutnya.
Moqtada al-Sadr, seorang ulama dan pemimpin politik populis yang memiliki banyak pengikut di Irak mengatakan, pemilihan baru harus segera diadakan. "Hormati darah Irak melalui pengunduran diri pemerintah dan persiapan untuk pemilihan awal yang diawasi oleh pemantau internasional," tegas al-Sadr, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/10).
Meski Mahdi telah menyerukan agar rakyat Irak tenang, namun pengunjuk rasa mencemooh janjinya tentang reformasi politik. Intervensi Sadr tampaknya akan mendorong warga Irak untuk melanjutkan demonstrasi hingga pemerintah mundur.
Di jalan-jalan Baghdad, polisi terus mengincar pemrotes individu. Wartawan Reuters melihat seorang warga Irak jatuh ke tanah setelah ditembak di bagian kepala. Orang tersebut dinyatakan meninggal di rumah sakit.
Di tempat lain, seorang kru televisi Reuters melihat seorang pria terluka parah oleh tembakan di leher, setelah penembak jitu di atap rumah menembaki kerumunan. Penembakan sporadis bisa terdengar di Baghdad hingga larut malam.
Polisi menembak mati tiga orang yang berusaha menyerbu markas besar pemerintah provinsi di kota Diwaniya selatan, kata polisi dan petugas medis. Aksi kekerasan ini adalah yang terburuk sejak Irak berhasil memadamkan perlawanan ISIS, dua tahun lalu.
Sumber-sumber keamanan dan medis menyatakan, korban tewas pada hari Jumat menjadi 65 jiwa dan 192 terluka di seluruh Irak dalam tiga hari. Sebagian besar kematian terjadi dalam 24 jam terakhir, saat aksi kekerasan kian meningkat.
"Sangat menyedihkan bahwa ada begitu banyak kematian, korban, dan kehancuran," ujar ulama paling berpengaruh Irak, Ayatollah Ali al-Sistani. "Pemerintah dan pihak-pihak politik belum menjawab tuntutan rakyat untuk memerangi korupsi atau mencapai apa pun di lapangan," lanjutnya.
(esn)