Hong Kong Kian Parah Jelang Peringatan Hari Nasional China
A
A
A
HONG KONG - Kepolisian Hong Kong menembakkan meriam air, peluru karet, dan gas air mata ke arah demonstran yang melemparkan bom molotov dan batu bata kemarin. Kerusuhan yang semakin parah itu telah terjadi di kota tersebut selama lebih dari tiga bulan. Lokasi kerusuhan berada di sejumlah wilayah yakni distrik perbelanjaan Causeway Bay, area bar Wan Chai, dan distrik kantor pemerintahan pusat Admiralty.
Lebih banyak unjuk rasa telah direncanakan saat China memperingati Hari Nasional 1 Oktober, menandai 70 tahun ulang tahun berdirinya Republik Rakyat China. Kepolisian Hong Kong juga menembakkan gas air mata dari atap gedung Dewan Legislatif. Demonstran yang sebagian besar mengenakan masker wajah warna hitam itu berlindung di balik payung dari tembakan gas air mata.
Beberapa demonstran melemparkan kembali gas air mata itu ke arah personel kepolisian. Helikopter tampak terbang di atas lokasi kerusuhan. Demonstran membuat penghalang jalan menggunakan kereta teroli dan tong sampah serta puing lainnya. Seorang demonstran melemparkan bom molotov ke arah polisi di Stasiun Metro Wan Chai. Satu bom molotov dilemparkan di kantor pemerintahan yang kaca-kaca jendelanya telah hancur.
Kepolisian memberikan peringatan sebelum menembakkan gas air mata atau meriam air. Mereka menahan beberapa demonstran. Tak ada laporan korban terluka serius dalam kerusuhan kemarin. Meriam air menembakkan cairan warna biru untuk dapat dengan mudah mengidentifikasi para demonstran.
Sejumlah toko telah tutup menjelang unjuk rasa. Layanan kereta metro MTR menutup sejumlah stasiun yang diperkirakan menjadi target kerusuhan. Demonstran meneriakkan slogan-slogan anti-China dan menyerukan lima tuntutan pada pemerintah. Sebanyak 200 pendukung China berpakaian kaos merah berkumpul di puncak Victoria Peak pada tengah hari. Mereka menyanyikan lagu nasional China dan meneriakkan “Cinta China”.
Ibu rumah tangga, Angela, 40, memasang stiker bendera China di pipinya. Dia menyebut para demonstran itu perusuh. “Jika pemerintah mengambil sikap tegas, saya tidak keberatan. Kami telah cukup bertoleransi. Saya pikir saya memiliki masalah emosional karena kerusuhan. Karena tidak aman untuk pergi keluar,” papar dia.
Pemerintah menyatakan Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akan meninggalkan kota itu untuk menghadiri perayaan Hari Nasional China. Lam akan menuju Beijing pada hari ini untuk mengikuti peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China pada besok hari. Lam yang terjebak di dalam stadium indoor oleh para demonstran selama beberapa jam pekan lalu setelah menggelar dialog terbuka dengan warga akan kembali ke Hong Kong pada Selasa (1/10) malam melalui jalur darat.
Langkah ini dilakukan agar menghindari peluang kerusuhan di bandara Hong Kong yang kini menjadi target pengunjuk rasa antipemerintah. Lam telah mengirim undangan dalam upacara penaikan bendera dan resepsi Hari Nasional di Convention and Exhibition Centre, Wan Chai, Selasa (1/10). Demonstran bernama Arthur, 40, yang memakai kaca mata dan masker menganggap perjalanan Lam ke Beijing telah diduga.
“Dalam tiga bulan ini, Carrie Lam tidak benar-benar peduli tentang unjuk rasa. Dia hanya peduli tentang Partai Komunis China atau apa yang kami sebut ‘bosnya’,” kata Arthur. “Saya pikir Hong Kong pada saat ini menjadi garis depan antara demokrasi Barat dan kediktatoran di China. Hong Kong lebih terlihat seperti negara polisi,” papar Arthur.
Kepolisian menembakkan gas air mata dan meriam air pada Sabtu (28/9) malam untuk membubarkan demonstran yang melemparkan bom molotov dan batu, memecah jendela kantor pemerintahan, dan memblokir jalan utama dekat kantor pusat Tentara Pembebasan Rakyat China.
Demonstran antipemerintah telah menyerang gedung legislatif, Kantor Penghubung utama Beijing, menduduki bandara, melemparkan bom molotov ke personel kepolisian, melakukan vandalisme di stasiun kereta, dan membakar sampah serta ban di jalanan Hong Kong. Kepolisian merespons dengan menembakkan gas air mata, meriam air, peluru karet dan kadang peluru tajam ke udara.
Demonstran marah dengan intervensi China yang semakin kuat di Hong Kong. Beijing menyangkal tuduhan itu dan menuduh pemerintah asing termasuk Amerika Serikat (AS) dan Inggris mendorong sentimen anti-China. Unjuk rasa terjadi sejak Juni untuk menolak rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang memungkinkan tersangka kriminal dikirim ke China untuk diadili.
Otoritas Hong Kong kemudian mencabut RUU itu. Meski demikian, unjuk rasa telah meluas menjadi gerakan prodemokrasi yang menyerukan sejumlah tuntutan baru. Beberapa unjuk rasa juga digelar di kota-kota terbesar di Australia, termasuk di Sydney. Unjuk rasa itu digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap para demonstran di Hong Kong.
Di tengah kerusuhan itu, satu hal yang masih diyakini warga kota itu adalah harga properti yang tetap tinggi. Harga rumah di Hong Kong meroket lebih dari 200% dalam dekade lalu akibat terbatasnya suplai rumah dan aliran dana besar dari para pembeli asal daratan China. Tingginya harga rumah membuat marah banyak warga Hong Kong yang tak dapat membelinya.
Lily Chow, 32, menjadi salah satu yang beruntung. Dia dan suaminya mendapatkan apartemen dua kamar tidur seharga USD957.000 (Rp14 miliar) di New Territories. “Saya tidak percaya pada pemerintahan, outlook atau ekonomi. Saya hanya percaya bahwa harga properti Hong Kong tidak akan turun,” ujar Chow di kantor penjualan pengembang apartemen.
Perusahaan properti Wheelock telah menjual 80% dari 816 flat di sejumlah proyek sejak Agustus lalu. “Jumlah penjualan ini lebih rendah dibandingkan peluncuran lain tahun ini, tapi masih bagus dengan lingkungan sekarang,” ungkap para agen properti.
Lebih banyak unjuk rasa telah direncanakan saat China memperingati Hari Nasional 1 Oktober, menandai 70 tahun ulang tahun berdirinya Republik Rakyat China. Kepolisian Hong Kong juga menembakkan gas air mata dari atap gedung Dewan Legislatif. Demonstran yang sebagian besar mengenakan masker wajah warna hitam itu berlindung di balik payung dari tembakan gas air mata.
Beberapa demonstran melemparkan kembali gas air mata itu ke arah personel kepolisian. Helikopter tampak terbang di atas lokasi kerusuhan. Demonstran membuat penghalang jalan menggunakan kereta teroli dan tong sampah serta puing lainnya. Seorang demonstran melemparkan bom molotov ke arah polisi di Stasiun Metro Wan Chai. Satu bom molotov dilemparkan di kantor pemerintahan yang kaca-kaca jendelanya telah hancur.
Kepolisian memberikan peringatan sebelum menembakkan gas air mata atau meriam air. Mereka menahan beberapa demonstran. Tak ada laporan korban terluka serius dalam kerusuhan kemarin. Meriam air menembakkan cairan warna biru untuk dapat dengan mudah mengidentifikasi para demonstran.
Sejumlah toko telah tutup menjelang unjuk rasa. Layanan kereta metro MTR menutup sejumlah stasiun yang diperkirakan menjadi target kerusuhan. Demonstran meneriakkan slogan-slogan anti-China dan menyerukan lima tuntutan pada pemerintah. Sebanyak 200 pendukung China berpakaian kaos merah berkumpul di puncak Victoria Peak pada tengah hari. Mereka menyanyikan lagu nasional China dan meneriakkan “Cinta China”.
Ibu rumah tangga, Angela, 40, memasang stiker bendera China di pipinya. Dia menyebut para demonstran itu perusuh. “Jika pemerintah mengambil sikap tegas, saya tidak keberatan. Kami telah cukup bertoleransi. Saya pikir saya memiliki masalah emosional karena kerusuhan. Karena tidak aman untuk pergi keluar,” papar dia.
Pemerintah menyatakan Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akan meninggalkan kota itu untuk menghadiri perayaan Hari Nasional China. Lam akan menuju Beijing pada hari ini untuk mengikuti peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China pada besok hari. Lam yang terjebak di dalam stadium indoor oleh para demonstran selama beberapa jam pekan lalu setelah menggelar dialog terbuka dengan warga akan kembali ke Hong Kong pada Selasa (1/10) malam melalui jalur darat.
Langkah ini dilakukan agar menghindari peluang kerusuhan di bandara Hong Kong yang kini menjadi target pengunjuk rasa antipemerintah. Lam telah mengirim undangan dalam upacara penaikan bendera dan resepsi Hari Nasional di Convention and Exhibition Centre, Wan Chai, Selasa (1/10). Demonstran bernama Arthur, 40, yang memakai kaca mata dan masker menganggap perjalanan Lam ke Beijing telah diduga.
“Dalam tiga bulan ini, Carrie Lam tidak benar-benar peduli tentang unjuk rasa. Dia hanya peduli tentang Partai Komunis China atau apa yang kami sebut ‘bosnya’,” kata Arthur. “Saya pikir Hong Kong pada saat ini menjadi garis depan antara demokrasi Barat dan kediktatoran di China. Hong Kong lebih terlihat seperti negara polisi,” papar Arthur.
Kepolisian menembakkan gas air mata dan meriam air pada Sabtu (28/9) malam untuk membubarkan demonstran yang melemparkan bom molotov dan batu, memecah jendela kantor pemerintahan, dan memblokir jalan utama dekat kantor pusat Tentara Pembebasan Rakyat China.
Demonstran antipemerintah telah menyerang gedung legislatif, Kantor Penghubung utama Beijing, menduduki bandara, melemparkan bom molotov ke personel kepolisian, melakukan vandalisme di stasiun kereta, dan membakar sampah serta ban di jalanan Hong Kong. Kepolisian merespons dengan menembakkan gas air mata, meriam air, peluru karet dan kadang peluru tajam ke udara.
Demonstran marah dengan intervensi China yang semakin kuat di Hong Kong. Beijing menyangkal tuduhan itu dan menuduh pemerintah asing termasuk Amerika Serikat (AS) dan Inggris mendorong sentimen anti-China. Unjuk rasa terjadi sejak Juni untuk menolak rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang memungkinkan tersangka kriminal dikirim ke China untuk diadili.
Otoritas Hong Kong kemudian mencabut RUU itu. Meski demikian, unjuk rasa telah meluas menjadi gerakan prodemokrasi yang menyerukan sejumlah tuntutan baru. Beberapa unjuk rasa juga digelar di kota-kota terbesar di Australia, termasuk di Sydney. Unjuk rasa itu digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap para demonstran di Hong Kong.
Di tengah kerusuhan itu, satu hal yang masih diyakini warga kota itu adalah harga properti yang tetap tinggi. Harga rumah di Hong Kong meroket lebih dari 200% dalam dekade lalu akibat terbatasnya suplai rumah dan aliran dana besar dari para pembeli asal daratan China. Tingginya harga rumah membuat marah banyak warga Hong Kong yang tak dapat membelinya.
Lily Chow, 32, menjadi salah satu yang beruntung. Dia dan suaminya mendapatkan apartemen dua kamar tidur seharga USD957.000 (Rp14 miliar) di New Territories. “Saya tidak percaya pada pemerintahan, outlook atau ekonomi. Saya hanya percaya bahwa harga properti Hong Kong tidak akan turun,” ujar Chow di kantor penjualan pengembang apartemen.
Perusahaan properti Wheelock telah menjual 80% dari 816 flat di sejumlah proyek sejak Agustus lalu. “Jumlah penjualan ini lebih rendah dibandingkan peluncuran lain tahun ini, tapi masih bagus dengan lingkungan sekarang,” ungkap para agen properti.
(don)