Menanti China Pamer Rudal 'Pembunuh Kapal Induk' dan 'Pembunuh Guam'

Jum'at, 27 September 2019 - 17:42 WIB
Menanti China Pamer Rudal Pembunuh Kapal Induk dan Pembunuh Guam
Menanti China Pamer Rudal 'Pembunuh Kapal Induk' dan 'Pembunuh Guam'
A A A
BEIJING - Angkatan Bersenjata China diperkirakan akan mamamerkan sejumlah senjata menakutkan termasuk senjata terbarunya dalam parade militer di Beijing 1 Oktober nanti. Atraksi pamer senjata sejalan dengan program modernisasi militer Presiden Xi Jinping.

Senjata yang dinanti-nantikan publik untuk dipamerkan salah satunya adalah rudal Dongfeng-21D (DF-21D) yang dijuluki sebagai misil "Carrier Killer" atau "Pembunuh Kapal Induk" dan rudal DF-26 yang dijuluki sebagai misil "Guam Killer" atau "Pembunuh Guam". Guam adalah wilayah di Pasifik yang menjadi rumah bagi pangkalan militer rahasia Amerika Serikat (AS).

DF-21D, diresmikan pada parade militer tahun 2015, yang diklaim China mampu menghantam kapal induk dari jarak hingga 1.500 kilometer. Sedangkan DF-26 tercatat sebagai rudal jarak menengah.

Parade militer China pada 1 Oktober nanti digelar untuk menandai kekuasaan rezim Komunis China yang sudah berumur tujuh dekade. Selain kedua misil menakutkan itu, Beijing telah merancang sejumlah senjata untuk menyerang kapal induk dan pangkalan yang menopang kekuatan militer AS di wilayah Pasifik.

Perhatian media pemerintah China telah difokuskan pada rudal balistik antarbenua DF-41, yang dapat membawa beberapa hulu ledak nuklir dan mencapai daratan Amerika Serikat. Rudal ini telah membentuk tulang punggung pencegah nuklir China. Namun, belum ada kejalasan apakah misil ini akan dipamerkan dalam parade militer atau tidak.

China juga telah membuat langkah cepat dalam mengembangkan rudal hipersonik, yang dikenal sebagai DF-17, yang secara teoritis dapat bermanuver tajam dengan kecepatan melampui kecepatan suara. Senjata ini semakin memperkuat jangkauan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Sam Roggeveen, direktur Program Keamanan Internasional Lowy Institute yang bermarkas di Sydney, mengatakan tidak ada sistem pertahanan yang bisa diterapkan untuk melawan rudal-rudal hipersonik, selain menyerang peluncur. Itu artinya harus menyerang daratan China. Langkah seperti itu membawa risiko respons nuklir.

"Rudal, terutama rudal jarak menengah, sangat penting bagi strategi anti-akses dan penolakan area, yang merupakan jantung dari strategi PLA untuk melawan kekuatan udara dan maritim Amerika di Asia," kata Roggeveen, seperti dikutip Reuters, Jumat (27/9/2019).

Analis sangat tertarik dengan potensi pertunjukan dua model drone siluman China selama parade militer nanti.

China memiliki praktik hanya menampilkan sistem senjata dalam parade jika statusnya sudah operasional. Artinya, jika drone siluman ditampilkan, maka kemungkinan besar kendaraan udara nirawak canggih itu telah memasuki layanan militer.

Analisis foto yang bocor dan model prototipe membuat para ahli meyakini salah satu drone siluman di antaranya, Sharp Sword, yang menyerupai drone siluman seri X-47 yang diluncurkan oleh operator Amerika Serikat. Media pemerintah mengatakan pesawat nirawak Sharp Sword telah melakukan uji terbang pertama pada 2013.

Para pengamat militer juga penasaran dengan drone andalan China yang lain, yakni drone pengintai supersonik atau hipersonik yang dikenal sebagai DR-8. Bentuknya menyerupai drone pengintai D-21 AS, yang dapat melakukan perjalanan lebih dari tiga kali kecepatan suara.

Tetapi para ahli menambahkan akan sulit untuk mengetahui seberapa efektif pesawat tanpa awak itu atau seberapa baik PLA dapat memasukkan mereka ke dalam jaringan platform lain.

"Sulit untuk terlalu serius tentang beberapa peralatan yang mungkin akan dipamerkan oleh orang China. Beberapa dari mereka bisa menjadi eksperimen atau prototipe," kata Richard Bitzinger, seorang pengunjung senior dari Military Transformations Program di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura.

China mengatakan sekitar 15.000 personel dan lebih dari 160 pesawat akan berada dalam parade militer 1 Oktober, yang menjadikannya lebih besar dari parade terakhir di ibu kota pada 2015 yang merayakan peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Dunia Kedua.

Para pejabat mengatakan parade hari Selasa tidak dimaksudkan sebagai latihan "melenturkan otot". Tetapi China menghadapi situasi strategis yang rumit, yang dikepung oleh sekutu dan pangkalan militer AS di dekat pantai China, termasuk Taiwan yang bersenjata AS.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China Ren Guoqiang pada hari Kamis mengatakan dunia bukan tempat yang aman. "PLA harus sepenuhnya dipersiapkan dan menunggu waktunya untuk berperang," katanya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5578 seconds (0.1#10.140)
pixels