Perubahan Iklim, Negara Termiskin Dapat Bantuan Sangat Sedikit
A
A
A
BARCELONA - Negara termiskin di dunia hanya mendapat bantuan internasional USD2,50 (Rp35.000) per orang per tahun untuk melindungi mereka dari berbagai bencana akibat perubahan iklim.
Saat ini banyak negara miskin diterjang badai, banjir dan kekeringan. Cuaca buruk dan kenaikan permukaan laut juga semakin parah akibat pemanasan global.
Lembaga bantuan Oxfam menyatakan dana global untuk negara-negara berkembang agar dapat beradaptasi pada perubahan iklim telah dikucurkan saat para pemimpin dunia berkumpul di New York dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Para pemimpin negara itu akan didesak untuk bertindak lebih banyak dalam mengatasi pemanasan global.
Negara-negara termiskin di dunia telah meminta lebih banyak dukungan keuangan sehingga dapat membangun rumah lebih kuat, benih tanaman yang lebih tangguh, memasang irigasi dan memperingatkan warganya tentang cuaca berbahaya.
“Jutaan orang telah tinggal dengan ancaman badai mematikan, banjir dan kegagalan panen,” papar Danny Sriskandarajah, chief executive Oxfam GB, dilansir Reuters.
Dia menambahkan, “Negara-negara kaya harus bertindak segera mengurangi emisi dan menyediakan dukungan pendanaan pada komunitas termiskin untuk menghadapi dampak perubahan iklim.”
Pada tahun lalu, kekeringan di Tanduk Afrika telah mengakibatkan lebih dari 15 juta orang membutuhkan bantuan di Somalia, Ethiopia, dan Kenya. “Di Mozambik, 2,6 juta orang memerlukan bantuan setelah dua badai mengakibatkan kerusakan,” papar pernyataan Oxfam.
Meski demikian, dana untuk komunitas dan negara miskin agar tetap aman dari badai, banjir, dan kekeringan itu sangat lambat datang. Oxfam memperkirakan, selain pinjaman yang harus dibayar lagi, 48 negara kurang berkembang menerima USD2,4 miliar hingga USD3,4 miliar pada 2015 dan 2016. Dana tersebut sama dengan USD2,50 (Rp35.000) hingga USD3,50 (Rp49.000) per orang per tahun.
Pada 2009, negara-negara kaya di PBB sepakat mengucurkan USD100 miliar per tahun pada 2020 untuk membantu negara-negara miskin mengembangkan kebijakan rendah karbon dan adaptasi dampak perubahan iklim.
Bulan ini, Organisasi untuk Kerja Sama ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyatakan donor pemerintah naik menjadi USD71 miliar pada 2017 dari sebelumnya USD59 miliar pada 2016. (Syarifudin)
Saat ini banyak negara miskin diterjang badai, banjir dan kekeringan. Cuaca buruk dan kenaikan permukaan laut juga semakin parah akibat pemanasan global.
Lembaga bantuan Oxfam menyatakan dana global untuk negara-negara berkembang agar dapat beradaptasi pada perubahan iklim telah dikucurkan saat para pemimpin dunia berkumpul di New York dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Para pemimpin negara itu akan didesak untuk bertindak lebih banyak dalam mengatasi pemanasan global.
Negara-negara termiskin di dunia telah meminta lebih banyak dukungan keuangan sehingga dapat membangun rumah lebih kuat, benih tanaman yang lebih tangguh, memasang irigasi dan memperingatkan warganya tentang cuaca berbahaya.
“Jutaan orang telah tinggal dengan ancaman badai mematikan, banjir dan kegagalan panen,” papar Danny Sriskandarajah, chief executive Oxfam GB, dilansir Reuters.
Dia menambahkan, “Negara-negara kaya harus bertindak segera mengurangi emisi dan menyediakan dukungan pendanaan pada komunitas termiskin untuk menghadapi dampak perubahan iklim.”
Pada tahun lalu, kekeringan di Tanduk Afrika telah mengakibatkan lebih dari 15 juta orang membutuhkan bantuan di Somalia, Ethiopia, dan Kenya. “Di Mozambik, 2,6 juta orang memerlukan bantuan setelah dua badai mengakibatkan kerusakan,” papar pernyataan Oxfam.
Meski demikian, dana untuk komunitas dan negara miskin agar tetap aman dari badai, banjir, dan kekeringan itu sangat lambat datang. Oxfam memperkirakan, selain pinjaman yang harus dibayar lagi, 48 negara kurang berkembang menerima USD2,4 miliar hingga USD3,4 miliar pada 2015 dan 2016. Dana tersebut sama dengan USD2,50 (Rp35.000) hingga USD3,50 (Rp49.000) per orang per tahun.
Pada 2009, negara-negara kaya di PBB sepakat mengucurkan USD100 miliar per tahun pada 2020 untuk membantu negara-negara miskin mengembangkan kebijakan rendah karbon dan adaptasi dampak perubahan iklim.
Bulan ini, Organisasi untuk Kerja Sama ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyatakan donor pemerintah naik menjadi USD71 miliar pada 2017 dari sebelumnya USD59 miliar pada 2016. (Syarifudin)
(nfl)