Perseteruan Korsel-Jepang Bikin Pentagon Ketar-ketir
A
A
A
WASHINGTON - Perseteruan antara Korea Selatan (Korsel) dengan Jepang menjadi perhatian bagi Pentagon. Menurut Pentagon, perseteruan kedua sekutu pentingnya di Asia itu hanya akan menguntungkan China, Rusia, dan Korea Utara (Korut).
Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Keamanan Indo-Pasifik Randall Schriver mengatakan keputusan sepihak Korsel untuk mengakhiri pakta berbagi intelijen militer dengan Jepang membuat Asia timur laut rentan terhadap tantangan keamanan dari China, Rusia dan Korut.
"Satu-satunya pemenang ketika Jepang dan Korea Selatan berseteru adalah pesaing kami," kata Schriver kepada Center for Strategic and International Studies.
"Kami hanya harus melihat patroli baru-baru ini oleh pesawat Rusia dan China sebagai tantangan langsung ke tiga negara kami dan upaya untuk mengambil keuntungan dari gesekan saat ini," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (29/8/2019).
Schriver mengatakan AS khawatir berakhirnya pembagian intelijen mencerminkan kesalahpahaman serius oleh pemerintahan Presiden Korsel Moon Jae-in mengenai tantangan keamanan di Asia Timur Laut dari China, Rusia dan Korut.
"Permusuhan historis dan pertikaian politik (antara Korea Selatan dan Jepang) harus dipisahkan dari kerja sama militer dan keamanan vital," ujar Schriver.
Dalam konfrontasi ketegangan bulan lalu yang melibatkan pesawat dari Korsel, Jepang, Rusia dan China, Seoul mengklaim telah menembakkan tembakan peringatan ke pesawat militer Rusia di atas Laut Jepang - sebuah pengakuan yang diperselisihkan oleh Moskow. (Baca juga: Usir Pesawat Rusia, Korsel Berikan Ratusan Tembakan Peringatan )
Jepang mendukung klaim Korsel, mengatakan Tokyo telah mengirim jet tempur untuk mencegat pesawat Rusia dan dua pembom China telah bergabung dengan pesawat Rusia. (Baca juga: Kacaunya Kofrontasi Pesawat Tempur 4 Negara, Termasuk Korsel-Rusia )
Permusuhan dimulai dengan Korsel menuntut pembayaran dari bekas penguasa kolonial Jepang dalam perselisihan yang terjadi sebelum Perang Dunia II. Kebuntuan meningkat menjadi perang dagang diikuti oleh keputusan Korsel untuk membatalkan perjanjian 2016 untuk berbagi intelijen militer dengan Jepang tanpa AS sebagai perantara.
Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Keamanan Indo-Pasifik Randall Schriver mengatakan keputusan sepihak Korsel untuk mengakhiri pakta berbagi intelijen militer dengan Jepang membuat Asia timur laut rentan terhadap tantangan keamanan dari China, Rusia dan Korut.
"Satu-satunya pemenang ketika Jepang dan Korea Selatan berseteru adalah pesaing kami," kata Schriver kepada Center for Strategic and International Studies.
"Kami hanya harus melihat patroli baru-baru ini oleh pesawat Rusia dan China sebagai tantangan langsung ke tiga negara kami dan upaya untuk mengambil keuntungan dari gesekan saat ini," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (29/8/2019).
Schriver mengatakan AS khawatir berakhirnya pembagian intelijen mencerminkan kesalahpahaman serius oleh pemerintahan Presiden Korsel Moon Jae-in mengenai tantangan keamanan di Asia Timur Laut dari China, Rusia dan Korut.
"Permusuhan historis dan pertikaian politik (antara Korea Selatan dan Jepang) harus dipisahkan dari kerja sama militer dan keamanan vital," ujar Schriver.
Dalam konfrontasi ketegangan bulan lalu yang melibatkan pesawat dari Korsel, Jepang, Rusia dan China, Seoul mengklaim telah menembakkan tembakan peringatan ke pesawat militer Rusia di atas Laut Jepang - sebuah pengakuan yang diperselisihkan oleh Moskow. (Baca juga: Usir Pesawat Rusia, Korsel Berikan Ratusan Tembakan Peringatan )
Jepang mendukung klaim Korsel, mengatakan Tokyo telah mengirim jet tempur untuk mencegat pesawat Rusia dan dua pembom China telah bergabung dengan pesawat Rusia. (Baca juga: Kacaunya Kofrontasi Pesawat Tempur 4 Negara, Termasuk Korsel-Rusia )
Permusuhan dimulai dengan Korsel menuntut pembayaran dari bekas penguasa kolonial Jepang dalam perselisihan yang terjadi sebelum Perang Dunia II. Kebuntuan meningkat menjadi perang dagang diikuti oleh keputusan Korsel untuk membatalkan perjanjian 2016 untuk berbagi intelijen militer dengan Jepang tanpa AS sebagai perantara.
(ian)