AS Ingin Bangun 10 Kapal Perang Robot untuk Perang di Laut Berbahaya
A
A
A
WASHINGTON - Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) berencana membangun armada sepuluh kapal perang robot selama lima tahun ke depan. Salah satu misi kapal-kapal perang nirawak itu nantinya adalah untuk pertempuran di laut yang paling berbahaya.
Proyek kapal-kapal itu dikenal sebagai Large Unmanned Surface Vehicle (LUSV). Selain untuk misi pertempuran, LUSV akan berfungsi sebagai pengintai, membawa radar dan sonar serta membawa rudal anti-udara dan rudal jelajah.
Para pendukung proyek itu melihat peran kapal sebagai robot yang melakukan pekerjaan "3D"— dull, dirty and dangerous.
Sebuah Draft Request for Proposal (Draft Permintaan Proposal) yang di-posting di situs web FedBizOpps mengatakan; "LUSV akan menjadi kapal dengan daya tahan tinggi yang dapat dikonfigurasi ulang yang mampu mengakomodasi berbagai muatan untuk misi tak berawak guna menambah kekuatan (kapal) permukaan berawak Angkatan Laut."
“Dengan kapasitas muatan yang besar, LUSV akan dirancang untuk melakukan berbagai operasi peperangan secara mandiri atau bersama dengan kombatan darat berawak," lanjut proposal tersebut.
"LUSV akan mampu beroperasi semi-otonom atau sepenuhnya otonom, dengan operator in-the-loop (mengendalikan jarak jauh) atau on-the-loop (diaktifkan melalui otonom)," imbuh proposal tersebut, yang dilansir The Sun, Senin (19/8/2019).
Menurut US Naval Institute News, Angkatan Laut AS berharap dapat membangun dua kapal per tahun, dengan biaya sekitar USD401 juta 330 juta per unit, selama lima tahun.
Setiap kapal akan memiliki panjang sekitar 200 hingga 300 kaki dengan bobot sekitar 2.000 ton.
Kapal-kapal tersebut pada dasarnya digambarkan sebagai "fregat ringan" dan juga akan memiliki beberapa akomodasi terbatas untuk awak manusia, jika perlu.
Rencananya proyek itu adalah membuat kapal-kapal seperti umumnya tidak bersenjata tetapi dengan kemampuan untuk membawa rudal jika diperlukan.
LUSV juga akan dapat bertindak sebagai pengintai mengambang, berlayar di atas kapal berawak untuk mendeteksi ancaman lebih dini.
Kantor Kemampuan Strategis Pentagon awalnya memelopori LUSV di bawah program yang disebut "Overlord" yang awalnya berusaha mengubah kapal komersial cepat menjadi kapal tak berawak yang mampu melakukan perjalanan ribuan mil dan beberapa minggu.
AS juga mengakuisisi armada kapal selam tanpa awak.
Sementara itu, The National Interest melaporkan, perusahaan Boeing telah dibayar USD43 juta oleh Angkatan Laut AS pada bulan Februari tahun ini untuk empat Orca Extra Large Unmanned Undersea Vehicle.
Orca sepanjang 51 kaki dapat melakukan perjalanan hingga 6.500 mil laut.
Pada bulan Februari tahun ini, China Shipbuilding Industry Corporation dan Offshore International Company meluncurkan kapal perang robot kecil yang dapat memberi China keunggulan atas armada AS.
Kendaraan permukaan tak berawak China yang diberi nama "JARI" itu memiliki panjang 49 kaki. Kapal itu dapat berlayar sekitar 500 mil dengan kecepatan tertinggi 42 knot.
Proyek kapal-kapal itu dikenal sebagai Large Unmanned Surface Vehicle (LUSV). Selain untuk misi pertempuran, LUSV akan berfungsi sebagai pengintai, membawa radar dan sonar serta membawa rudal anti-udara dan rudal jelajah.
Para pendukung proyek itu melihat peran kapal sebagai robot yang melakukan pekerjaan "3D"— dull, dirty and dangerous.
Sebuah Draft Request for Proposal (Draft Permintaan Proposal) yang di-posting di situs web FedBizOpps mengatakan; "LUSV akan menjadi kapal dengan daya tahan tinggi yang dapat dikonfigurasi ulang yang mampu mengakomodasi berbagai muatan untuk misi tak berawak guna menambah kekuatan (kapal) permukaan berawak Angkatan Laut."
“Dengan kapasitas muatan yang besar, LUSV akan dirancang untuk melakukan berbagai operasi peperangan secara mandiri atau bersama dengan kombatan darat berawak," lanjut proposal tersebut.
"LUSV akan mampu beroperasi semi-otonom atau sepenuhnya otonom, dengan operator in-the-loop (mengendalikan jarak jauh) atau on-the-loop (diaktifkan melalui otonom)," imbuh proposal tersebut, yang dilansir The Sun, Senin (19/8/2019).
Menurut US Naval Institute News, Angkatan Laut AS berharap dapat membangun dua kapal per tahun, dengan biaya sekitar USD401 juta 330 juta per unit, selama lima tahun.
Setiap kapal akan memiliki panjang sekitar 200 hingga 300 kaki dengan bobot sekitar 2.000 ton.
Kapal-kapal tersebut pada dasarnya digambarkan sebagai "fregat ringan" dan juga akan memiliki beberapa akomodasi terbatas untuk awak manusia, jika perlu.
Rencananya proyek itu adalah membuat kapal-kapal seperti umumnya tidak bersenjata tetapi dengan kemampuan untuk membawa rudal jika diperlukan.
LUSV juga akan dapat bertindak sebagai pengintai mengambang, berlayar di atas kapal berawak untuk mendeteksi ancaman lebih dini.
Kantor Kemampuan Strategis Pentagon awalnya memelopori LUSV di bawah program yang disebut "Overlord" yang awalnya berusaha mengubah kapal komersial cepat menjadi kapal tak berawak yang mampu melakukan perjalanan ribuan mil dan beberapa minggu.
AS juga mengakuisisi armada kapal selam tanpa awak.
Sementara itu, The National Interest melaporkan, perusahaan Boeing telah dibayar USD43 juta oleh Angkatan Laut AS pada bulan Februari tahun ini untuk empat Orca Extra Large Unmanned Undersea Vehicle.
Orca sepanjang 51 kaki dapat melakukan perjalanan hingga 6.500 mil laut.
Pada bulan Februari tahun ini, China Shipbuilding Industry Corporation dan Offshore International Company meluncurkan kapal perang robot kecil yang dapat memberi China keunggulan atas armada AS.
Kendaraan permukaan tak berawak China yang diberi nama "JARI" itu memiliki panjang 49 kaki. Kapal itu dapat berlayar sekitar 500 mil dengan kecepatan tertinggi 42 knot.
(mas)