Tingkatkan Kemampuan Pasukan Khusus, Australia Habiskan Rp4,8 Triliun
A
A
A
SYDNEY - Australia akan menghabiskan anggaran AUD500 juta (lebuh dari Rp4,8 triliun) untuk meningkatkan kemampuan pasukan khususnya. Menurut pemerintah, anggaran yang akan dihabiskan itu merupakan tahap pertama dari rencana anggaran 20 tahun senilai lebih dari Rp34,3 triliun.
Canberra percaya pembelanjaan dana sebesar itu akan memungkinkan respons yang lebih baik dari pasukan khusus Australia terhadap ancaman keamanan di dalam dan luar negeri.
Rencana pembelanjaan untuk pasukan khusus itu muncul setelah beberapa insiden keamanan terkenal di Sydney dan Melbourne dalam beberapa tahun terakhir. Serangan-serangan itu terjadi justru ketika Australia berupaya memainkan peran yang lebih menonjol di Pasifik, di mana China sedang mencari pengaruh yang lebih besar.
"Adalah kepentingan nasional Australia untuk memiliki Indo-Pasifik yang merdeka dan berdaulat di mana semua bangsa di bagian dunia ini dapat bergerak bebas sesuai dengan aturan hukum, dan masing-masing negara tersebut dapat mengejar minat mereka," kata Perdana Menteri Scott Morrison kepada wartawan di pangkalan Holsworthy Army di Sydney, Senin (12/8/2019), yang dikutip Reuters.
Pemerintah Australia pada bulan lalu mengatakan akan membuat unit militer baru untuk melatih dan membantu sekutunya di Pasifik.
Menurut pemerintah Morrison, pengeluaran Australia untuk pertahanan akan mencapai 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun fiskal yang berakhir Juni 2021. Angka itulah yang menurut Presiden Amerika Serikat Donald Trump harus menjadi tujuan pengeluaran untuk anggota aliansi NATO.
Data Bank Dunia menunjukkan pengeluaran militer Australia sebesar 1,89 persen dari PDB pada 2018.
Morrison menambahkan, pemerintah akan membelanjakan total anggaran lebih dari Rp1.944 triliun untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Australia selama beberapa dekade berikutnya. Hal itu sejalan dengan tujuan untuk fokus pada kawasan Indo-Pasifik yang diuraikan dalam Buku Putih Pertahanan Australia yang dirilis pada 2016.
Canberra percaya pembelanjaan dana sebesar itu akan memungkinkan respons yang lebih baik dari pasukan khusus Australia terhadap ancaman keamanan di dalam dan luar negeri.
Rencana pembelanjaan untuk pasukan khusus itu muncul setelah beberapa insiden keamanan terkenal di Sydney dan Melbourne dalam beberapa tahun terakhir. Serangan-serangan itu terjadi justru ketika Australia berupaya memainkan peran yang lebih menonjol di Pasifik, di mana China sedang mencari pengaruh yang lebih besar.
"Adalah kepentingan nasional Australia untuk memiliki Indo-Pasifik yang merdeka dan berdaulat di mana semua bangsa di bagian dunia ini dapat bergerak bebas sesuai dengan aturan hukum, dan masing-masing negara tersebut dapat mengejar minat mereka," kata Perdana Menteri Scott Morrison kepada wartawan di pangkalan Holsworthy Army di Sydney, Senin (12/8/2019), yang dikutip Reuters.
Pemerintah Australia pada bulan lalu mengatakan akan membuat unit militer baru untuk melatih dan membantu sekutunya di Pasifik.
Menurut pemerintah Morrison, pengeluaran Australia untuk pertahanan akan mencapai 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun fiskal yang berakhir Juni 2021. Angka itulah yang menurut Presiden Amerika Serikat Donald Trump harus menjadi tujuan pengeluaran untuk anggota aliansi NATO.
Data Bank Dunia menunjukkan pengeluaran militer Australia sebesar 1,89 persen dari PDB pada 2018.
Morrison menambahkan, pemerintah akan membelanjakan total anggaran lebih dari Rp1.944 triliun untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Australia selama beberapa dekade berikutnya. Hal itu sejalan dengan tujuan untuk fokus pada kawasan Indo-Pasifik yang diuraikan dalam Buku Putih Pertahanan Australia yang dirilis pada 2016.
(mas)