Indonesia Menunggak Pembayaran, Masalah dalam Proyek Jet KF-X/IF-X
A
A
A
SEOUL - Korea Selatan mengambil sikap hati-hati atas usulan Indonesia baru-baru ini mengenai pembagian biaya proyek jet tempur bersama KF-X/IF-X. Menurut pihak Seoul, kedua negara masih bernegosiasi.
"Diskusi sedang berlangsung antara kedua negara mengenai pembagian biaya, tetapi kami tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut tentang kemajuan negosiasi pada titik ini," kata Wakil Juru Bicara Kementerian Pertahanan Nasional, Roh Jae-cheon.
Korea Times mengutip kementerian tersebut mengatakan kontribusi Indonesia untuk proyek ini sekitar 1,7 triliun won atau 20 persen dari total 8 triliun won.
Pembayaran seharusnya selesai pada 2026. Indonesia telah membayar sekitar 220 miliar won dari 520 miliar won yang seharusnya dibayar sejauh ini. Tunggakan Indonesia sekitar 300 miliar won. Tunggakan pembayaran inilah yang jadi masalah dalam kelanjutan proyek jet tempur tersebut.
Komentar kementerian itu muncul setelah pertengahan bulan ini pemerintah Indonesia menyatakan sedang berusaha untuk menegosiasikan kembali persyaratan kontrak untuk pengembangan bersama pesawat tempur KF-X/IF-X untuk Angkatan Udara kedua negara, yang ditandatangani oleh kedua negara pada tahun 2014.
Sumber militer dan industri dari pihak Korea Selatan, mengatakan menerima pesawat CN-235 atau peralatan lain sebagai pengganti uang tunai tidak akan menjadi pilihan yang lebih disukai.
"Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) membutuhkan pesawat angkut berukuran besar sedangkan CN-235 adalah yang terkecil di antara pesawat angkut," kata seorang pejabat ROKAF yang berbicara dalam kondisi anonim.
Dia mengatakan ROKAF sudah membahas persyaratan untuk pesawat angkut berukuran yang lebih besar dari C-130, terbesar yang telah dioperasikan. C-130, diproduksi oleh raksasa pertahanan AS Lockheed Martin, memiliki panjang 12,5 meter, tinggi 2,7 meter, dan lebar 3 meter.
Seorang pejabat pemerintah Korea Selatan mengatakan Indonesia masih bersedia untuk melaksanakan proyek bersama, karena pihak Jakarta juga menginginkan jet tempurnya sendiri. Dia mengatakan proyek itu akan dilaksanakan sesuai jadwal terlepas dari masalah tunggakan Indonesia, karena sisa anggaran 8 triliun won sudah dialokasikan sesuai rencana.
Pemerintah Korea Selatan mencakup 60 persen dari anggaran, dan Korea Aerospace Industries (KAI) akan berkontribusi 20 persen sisanya.
"Kita juga harus mempertimbangkan bahwa pemerintah Indonesia akan mengerahkan sekitar 50 jet tempur KF-X/IF-X setelah pengembangan selesai," kata pejabat itu. Dari 168 jet tempur yang akan diproduksi, pemerintah Indonesia berencana untuk membeli 48 unit. Korea Selatan akan memperkenalkan 120 pesawat tempur yang dikembangkan sendiri.
Para ahli militer mengatakan pemerintah Korea Selatan tampaknya tidak mau merusak hubungan persahabatannya dengan Indonesia, karena negara itu baru saja membeli kapal selam buatan Korea Selatan.
Pada bulan April, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan dan PT PAL Indonesia mencapai kesepakatan untuk membangun tiga kapal selam lebih dari 1.400 ton.
Kim Dae-young, seorang peneliti di Institut Penelitian Korea untuk Strategi Nasional, mengatakan komitmen keuangan pemerintah Indonesia yang tidak pasti untuk proyek jet tempur masih bukan pertanda baik bagi pemerintah Korea Selatan.
"Inti dari proyek jet tempur KF-X/IF-X tidak hanya tentang mengganti pesawat lama ROKAF tetapi juga mencakup investasi dan pengembangan bersama," kata Kim, yang dikutip dari Korea Times, Selasa (30/7/2019).
"Jika pemerintah Indonesia tidak akan membayar bagiannya, akan ada masalah termasuk pemerintah Korea Selatan yang membelanjakan lebih banyak uang pajak untuk proyek tersebut."
"Diskusi sedang berlangsung antara kedua negara mengenai pembagian biaya, tetapi kami tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut tentang kemajuan negosiasi pada titik ini," kata Wakil Juru Bicara Kementerian Pertahanan Nasional, Roh Jae-cheon.
Korea Times mengutip kementerian tersebut mengatakan kontribusi Indonesia untuk proyek ini sekitar 1,7 triliun won atau 20 persen dari total 8 triliun won.
Pembayaran seharusnya selesai pada 2026. Indonesia telah membayar sekitar 220 miliar won dari 520 miliar won yang seharusnya dibayar sejauh ini. Tunggakan Indonesia sekitar 300 miliar won. Tunggakan pembayaran inilah yang jadi masalah dalam kelanjutan proyek jet tempur tersebut.
Komentar kementerian itu muncul setelah pertengahan bulan ini pemerintah Indonesia menyatakan sedang berusaha untuk menegosiasikan kembali persyaratan kontrak untuk pengembangan bersama pesawat tempur KF-X/IF-X untuk Angkatan Udara kedua negara, yang ditandatangani oleh kedua negara pada tahun 2014.
Sumber militer dan industri dari pihak Korea Selatan, mengatakan menerima pesawat CN-235 atau peralatan lain sebagai pengganti uang tunai tidak akan menjadi pilihan yang lebih disukai.
"Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) membutuhkan pesawat angkut berukuran besar sedangkan CN-235 adalah yang terkecil di antara pesawat angkut," kata seorang pejabat ROKAF yang berbicara dalam kondisi anonim.
Dia mengatakan ROKAF sudah membahas persyaratan untuk pesawat angkut berukuran yang lebih besar dari C-130, terbesar yang telah dioperasikan. C-130, diproduksi oleh raksasa pertahanan AS Lockheed Martin, memiliki panjang 12,5 meter, tinggi 2,7 meter, dan lebar 3 meter.
Seorang pejabat pemerintah Korea Selatan mengatakan Indonesia masih bersedia untuk melaksanakan proyek bersama, karena pihak Jakarta juga menginginkan jet tempurnya sendiri. Dia mengatakan proyek itu akan dilaksanakan sesuai jadwal terlepas dari masalah tunggakan Indonesia, karena sisa anggaran 8 triliun won sudah dialokasikan sesuai rencana.
Pemerintah Korea Selatan mencakup 60 persen dari anggaran, dan Korea Aerospace Industries (KAI) akan berkontribusi 20 persen sisanya.
"Kita juga harus mempertimbangkan bahwa pemerintah Indonesia akan mengerahkan sekitar 50 jet tempur KF-X/IF-X setelah pengembangan selesai," kata pejabat itu. Dari 168 jet tempur yang akan diproduksi, pemerintah Indonesia berencana untuk membeli 48 unit. Korea Selatan akan memperkenalkan 120 pesawat tempur yang dikembangkan sendiri.
Para ahli militer mengatakan pemerintah Korea Selatan tampaknya tidak mau merusak hubungan persahabatannya dengan Indonesia, karena negara itu baru saja membeli kapal selam buatan Korea Selatan.
Pada bulan April, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan dan PT PAL Indonesia mencapai kesepakatan untuk membangun tiga kapal selam lebih dari 1.400 ton.
Kim Dae-young, seorang peneliti di Institut Penelitian Korea untuk Strategi Nasional, mengatakan komitmen keuangan pemerintah Indonesia yang tidak pasti untuk proyek jet tempur masih bukan pertanda baik bagi pemerintah Korea Selatan.
"Inti dari proyek jet tempur KF-X/IF-X tidak hanya tentang mengganti pesawat lama ROKAF tetapi juga mencakup investasi dan pengembangan bersama," kata Kim, yang dikutip dari Korea Times, Selasa (30/7/2019).
"Jika pemerintah Indonesia tidak akan membayar bagiannya, akan ada masalah termasuk pemerintah Korea Selatan yang membelanjakan lebih banyak uang pajak untuk proyek tersebut."
(mas)