AS Tak Hukum Mati Pembunuh Yingying Zhang, Kemarahan Pecah di China

Jum'at, 19 Juli 2019 - 17:03 WIB
AS Tak Hukum Mati Pembunuh...
AS Tak Hukum Mati Pembunuh Yingying Zhang, Kemarahan Pecah di China
A A A
PEORIA - Pengadilan di Peoria, Illinois, Amerika Serikat (AS) tidak menjatuhkan hukuman mati kepada seorang mantan mahasiswa doktoral Amerika Serikat yang membunuh sarjana perempuan China, Yingying Zhang, 26. Putusan pengadilan itu memicu kemarahan yang meluas di negeri tirai bambu.

Bulan lalu, Brendt Christensen, 30, mulai diadili karena menculik Yingying dari halte bus. Pelaku kemudian memerkosa, mencekik dan menikam korban sebelum akhirnya memukulinya hingga tewas dengan senjata bat dan memenggalnya.

Jaksa telah menuntut hukuman mati, yang juga didukung keluarga Yingying. Namun, setelah delapan jam berunding, para hakim di Peoria, Illinois, tidak dapat mencapai keputusan dengan suara bulat.

Christensen akan secara otomatis menerima hukuman seumur hidup di balik jeruji tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

Berita tentang putusan hukuman Christensen menyebar dengan cepat di China. Pada microblog Weibo, perincian kasus ini berada di antara empat topik yang sedang hangat, dengan banyak pengguna Weibo mengutuk para hakim dan sistem hukum AS.

Kekasih Yingying, Hou Xiaolin mengatakan bahwa dia tidak bisa menerima putusan pengadilan AS. "Hasilnya hari ini (Kamis) tampaknya memberi tahu saya bahwa saya dapat membunuh (siapa saja)... dengan semua jenis metode yang kejam dan saya tidak akan mati karenanya...Saya lebih baik bertindak sebagai penyendiri dan kemudian orang tidak akan berpikir saya (orang) berbahaya. Hasilnya hari ini mendorong orang untuk melakukan kejahatan dan (saya) tidak akan pernah setuju dengan itu," katanya, seperti dikutip The Guardian, Jumat (19/7/2019).

Seorang pengguna Weibo berkomentar; "Di penjara ia akan dijaga selama sisa hidupnya. Dia sengaja membunuh seseorang, namun hakim masih tidak menghukumnya mati. Apa yang mereka pikirkan?."

"Ini adalah bukti bahwa sistem peradilan Amerika tidak adil," tulis pengguna Weibo lainnya.

Para pengguna media sosial yang lain merefleksikan bagaimana Christensen akan diperlakukan di China, di mana ribuan tahanan diyakini dieksekusi setiap tahun. "Sekarang saya pikir hukuman mati paling tidak merupakan cara untuk menghibur keluarga korban," bunyi komentar seorang pengguna media sosial yang mendapat like dari 19.000 lebih akun.

Kasus Yingying telah mengejutkan banyak keluarga di China, di mana banyak keluarga mengirim anak-anak mereka untuk belajar di AS. Pada tahun 2018, ada lebih dari 300.000 pelajar China di negeri Paman Sam. Data itu berasal dari biro urusan pendidikan dan budaya Departemen Luar Negeri AS.

Pada 9 Juni 2017, Christensen menyamar sebagai petugas dan memikat Yingying Zhang ke mobilnya. Jaksa mengatakan dia kemungkinan besar memaksa korban masuk ke dalam tas ransel besar yang dia beli online beberapa hari sebelumnya dan membawanya ke apartemen. Begitu masuk, dia memerkosa dan membunuhnya.

Setelah mendengar hukuman itu, Christensen menunduk dan tersenyum pada ibunya ketika dia mendengar bahwa hidupnya akan selamat.

Orang tua Yingying Zhang, yang melakukan perjalanan dari China untuk menghadiri persidangan, memohon kepada Christensen untuk mengungkapkan apa yang dia lakukan dengan jenazah putri mereka sehingga mereka dapat membawa kembali jenazah korban ke negara asal. Jaksa penuntut menyatakan dalam tuntutannya di pengadilan bahwa Christensen mungkin telah menghancurkan tubuh korban.

Berbicara melalui seorang penerjemah, ayah korban, Ronggao Zhang, mengatakan; "Jika Anda memiliki perasaan manusiawi yang tersisa di jiwa Anda, tolong akhiri siksaan kami. Biarkan kami membawa Yingying pulang."

Di antara kesaksian yang paling pedih selama fase sidang datang dari ibu Yingying, Lifeng Ye. Dia memberi tahu para hakim bagaimana keluarga itu hancur perasaannya karena kehilangan putri kesayangannya, yang bercita-cita menjadi profesor dan membantu keluarganya secara finansial.

"Bagaimana saya bisa melanjutkan hidup?," kata ibu korban dalam kesaksian melalui video. "Saya benar-benar tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup."

Ye mengatakan Christensen menghancurkan impian Yingying Zhang, yang sedang melakukan penelitian pascasarjana dalam ilmu pertanian di University of Illinois, dan juga impian keluarganya. Yingying dibunuh beberapa bulan sebelum dia berencana menikah.

"Putri saya tidak bisa mengenakan gaun pengantin," kata Lifeng Ye. "Saya benar-benar ingin menjadi nenek."

Orang tua Christensen juga mengambil posisi sebagai saksi, dan meminta para hakim untuk menyelamatkan nyawa putra mereka. Keduanya mengatakan sangat mencintai putra mereka tanpa syarat.

Ayah terdakwa, Michael Christensen, mengatakan pikiran tentang putranya yang berpotensi dieksekusi tidak tertahankan.

Ellen Williams, ibu terdawka, mengatakan kepada hakim bahwa kejahatan Christensen adalah mengerikan dan dia berpikir tentang perasaan keluarga Yingying Zhang."Setidaknya lima kali sehari dan betapa mengerikannya ini bagi mereka," katanya.

Dia mengatakan putranya sebenarnya sangat cerdas, baik, dan penuh perhatian.

Brendt Christensen dibesarkan di Stevens Point, Wisconsin. Dia memulai studinya di Champaign di program doktor fisika bergengsi di University of Illinois pada tahun 2013.

Menurut pengacaranya, terlepas dari prestasi akademisnya, Christensen telah menderita masalah kesehatan mental selama bertahun-tahun. Terdakwa telah berusaha mendapatkan bantuan dalam berurusan dengan fantasi pembunuhan pada bulan-bulan sebelum membunuh korban.

"Apa yang terjadi selanjutnya adalah pertempuran antara Brendt dan iblis-iblisnya, sedikit demi sedikit, dia kalah," kata pengacaranya, Julie Brain.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1471 seconds (0.1#10.140)