Jepang Kembali Berburu Paus untuk Komersial

Selasa, 02 Juli 2019 - 12:04 WIB
Jepang Kembali Berburu...
Jepang Kembali Berburu Paus untuk Komersial
A A A
TOKYO - Lima kapal mulai berlayar untuk memburu paus untuk kepentingan komersial dalam kurun waktu 30 tahun. Langkah tersebut mendapatkan kecaman global karena kekhawatiran terhadap paus yang semakin langka. Namun, Jepang mengungkapkan hanya paus jenis tertentu yang jumlahnya semakin langka.

Upaya perburuan paus itu setelah kabar dari Komisi Paus Internasional (IWC) memperbolehkan perburuan kampus dengan jumlah terbatas. Itu merupakan kesuksesan upaya Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe dan para pendukungnya yang memperjungkan izin untuk berburu paus dari dunia internasional.

“Penghidupan kembali perburuan paus untuk kepentingan komersial telah menjadi keinginan dan harapan bagi pecinta dagig paus di seluruh Jepang,” kata pejabat di kementerian perikanan Jepang, Shigeto Hase, dilansir BBC. Itu diungkapkan saat acara pelepasan kapal yang akan berburu paus di Kushiro. Dia mengungkapkan, perburuan paus yang dihidupkan kembali untuk menjamin budaya dan pandangan hidup untuk diteruskan bagi generasi mendatang.

Hal senada diungkapkan Yoshifumi Kai, kepala Asosiasi Perburuan Paus Tipe Kecil Jepang, Yoshifumi Kai. “Hati saya dipenuhi dengan kegembiraan,” kata Kai. Dia mengungkapkan, orang berburuk paus sejak 400 tahun lalu.

Perburuan paus itu disambut baik sejumlah warga Jepang. “Jika kita memiliki banyak paus yang tersedia, kita akan makannya dalam jumlah lebih,” kat Sachiko Sakai, seorang sopir taksi di Kushiro, kota pelabuhan di Hokkaido, dilansir Reuters. Di kota itu, lima kapal pemburu paus di berangka dengan upacara khusus.

“Paus merupakan bagian dari budaya makanan Jepang,” ujar Sakai. Dia mengungkapkan dirinya kerap mengonsumsi daging paus sejak kecil. “Dunia menentang perburuan paus. Tapi, kamu mengatakan suatu hal yang sama tentang banyak binatang yang diternakan di darat dan dibunuh untuk dimakan,” paparnya. Nantinya, kapal dari Kushiro akan bergabung dengan kapal dari pelabuhan Shimonoseki untuk berburu paus pada musim panas.

Hal senada juga diungkapkan seorang penggemar daging paus lainnya. Namun, dia mengaku juga khawatir, tetapi senang ketika Jepang diperbolehkan berburu paus. “Saya tidak berpikir anak muda mengetahui bagaimana cara memasak dan makan paus yang baik. Tapi, saya ingin mencobanya minimal sekali,” ujar warga Jepang yang tidak disebutkan namanya.

Jepang mulai melakukan perburuan paus untuk kepentingan penelitian setahun setelah pelarangan perburuan paus untuk kepentingan komersial pada 1986. Klaim penelitian itu dilaksanakan untuk mengumpulkan data tentang paus dan mengklaim telah menghapus perburuan paus pada 1988.

Banyak kritikus menyatakan program penelitian itu hanya menjadi dalih saja. Sebenarnya, tetap melakukan perburuan paus. Daging ikan paus yang diteliti akhirnya pun tetap dijual di pasar dan toko serta dimasak di restoran.

Kuota jumlah paus yang diperbolehkan diburu oleh Jepang adalah 227 binatang, termasuk minke, sei, dan Bryde. Kuota itu sebenarnya mengalami penurunan dibandingkan 330 paus yang ditangkap Jepang di Antarika tahun lalu.

Ditentang Dunia Internasional
Para aktivis lingkungan mengungkapkan peluncuran armada perburuan paus ditunda setelah konferensi pemimpin negara G-20 yang digelar di Jepang. “Ini menjadi kabar menyedihkan bagi perlindungan paus secara global,” kata Nicola Beynon dari Humane Society International.

Beynon mengungkapkan, kata ‘penelitian’ mungkin perlu dipindahkan dari tulisan di samping kapal. “Kapal itu justru memburu tanpa adanya alasan yang memiliki legitimasi,” kata Beynon.

Perburuan paus sebenarnya industri kecil di Jepang. Paus hanya 0,1% dari konsumsi daging setiap tahunnya. Hanya 300 orang yang bekerja bersentuhan langsung dengan perburuan paus. Suplai ikan paus di Jepang hanya 4.000 ton hingga 5.000 ton atau sekitar 40 gram hingga 50 gram bagi penduduk Jepang.

Patrick Ramage, pemimpin Fund for Animal Welfare, menyerukan langkah upaya penyelamatan paus agar Jepang tidak terlalu malu. “Perlunya keputusan baik untuk paus, untuk Jepang, dan untuk konservasi maritime internasional,” ungkapnya.

Permintaan ikan paus yang menurun itu menjadikan prospek perburuan ikan paus menjadi tidak pasti. “Perburuan paus sebagai aktivitas skala kecil. Tapi, masih banyak daging ikan paus di restoran. Saya pikir orang mengonsumsi daging ikan paus dengan kuantitas yang sedikit,” kata profesor dari Universitas Asia Pasifik Ritsumeikan, Yoichiro Sato. Menurut dia, harga ikan paus yang terlalu mahal membuat orang enggan mengonsumsinya.

Kemudian, sebagian masyarakat Jepang menganggap mengonsumsi ikan paus kurang populer. “Banyak orang Jepang tidak tertarik dengan paus dan perburuan ikan paus,” kata Nanami Kurasawa dari Iruka dan Kujira (paus dan lumba-lumba) Action Network (IKAN).

Lembaga pecinta lingkungan seperti Greenpeace dan Sea Shepherd tetap mengkritik langkah perburuan paus. “Jepang di luar komunitas internasional,” kata Direktur Eksekutif Greenpeace Jepang, Sam Annesley.

Namun, Jepang berdalih bahwa perburuan paus merupakan bagian dari tradisi. Tapi, konsumsi ikan paus justru menunjukkan peningkatan semakin meluas setelah Perang Dunia II.

Sejak 1987, Jepang telah membunuh sekitar 200 hingga 1.200 paus setiap tahunnya. Jepang juga mengungkapkan bukan hanya mereka yang berburu paus sebagai budaya. Banyak negara yang juga memburu paus untuk kepentingan tradisi dan konsumsi.

Seperti Kanada, sebanyak 600 paus ditangkap setiap tahunnya. Kemudian, Sebuah perusahaan asal Islandia menangkap banyak paus dan diekspor ke Jepang. Dengan dalih penelitian, Norwegia memburu paus minke. Kalau melayan Rusia berburu paus dan lumba-lumba.

Tahun lalu, Pemerintah Jepang melakukan lobi intensif di IWC untuk mendapatkan izin perburuan paus di zona ekonomi eksklusif mereka. Australia dan Selandia Baru menyambut baik keputusan penghentian perburuan paus di Antartika. Namun, mereka kecewa karena Jepang akan membunuh lebih banyak binatang mamalia laut itu jika perburuan dilakukan di perairan mereka.

Keputusan tersebut, menurut beberapa pakar, menjadikan Jepang bisa menghemat uang karena biaya perburuan paus ke Antartika memakan biaya yang besar. Namun, perburuan komersial dinilai tidak terlalu ekonomis, karena semakin banyak orang yang mau makan ikan paus paus.

“Dari Juli 2019, setelah penarikan diri dari (IWC) efektif pada 30 Juni, Jepang akan melaksanakan perburuan paus secara komersial di territorial Jepang dan zona ekonomi eksklusif,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga. “Nantinya, kebijakan tersebut akan menghentikan perburuan paus di Samudera Antartika,” tutur Suga.

Dia juga menjamin perburuan tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan hukum internasional. “Penangkapan akan dikalkulasikan sesuai dengan metode yang diadopsi sesuai dengan IWC untuk menghindari dampak negatif,” papar Suga.

Yoshie Nakatani, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Jepang divisi kelautan, mengungkapkan Tokyo akan tetap menghadiri pertemuan IWC. “Itu tidak seperti kita akan memutar haluan dari IWC dan mengabaikan kerja sama internasional,” ujarnya. Dia menegaskan tidak ada perubahan terhadap penghormatan Jepang terhadap hukum internasional dan kerja sama multilateral. (Andika Hendra M)

(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5678 seconds (0.1#10.140)