Gelombang Panas Eropa: Suhu 45,9C Panggang Prancis
A
A
A
PARIS - Prancis mencatat suhu panas tertinggi pada Jumat kemarin ketika Eropa kontinental terus berjuang menghadapai gelombang panas dahsyat.
Suhu panas mencapai 45,9 derajat Celcius tercatat di Gallargues-le-Montueux Prancis selatan, menurut layanan cuaca nasional Prancis Meteo-France. Suhu ini 1,8 derajat lebih tinggi dari rekor sebelumnya pada tahun 2003 seperti dikutip dari CNN, Sabtu (29/6/2019).
Sekitar 4.000 sekolah Prancis ditutup pada hari Jumat dan jam buka taman serta kolam renang umum diperpanjang.
Pemerintah Perancis telah mengambil sejumlah langkah radikal minggu ini untuk mencegah terulangnya konsekuensi tragis dari gelombang panas pada 2003 lalu yang menewaskan sekitar 14.000 orang.
Paris mengaktifkan rencana darurat suhu panasnya akhir pekan lalu, yang diberlakukan setelah gelombang panas 2003. Ruang pendingin dibuka di beberapa bangunan kota dan shower kabut dipasang di jalan-jalan.
Eropa telah berjuang melawan panas sepanjang minggu, dengan Jerman, Polandia dan Republik Ceko masing-masing mencatat suhu tertinggi mereka di bulan Juni pada hari Rabu.
Layanan Cuaca Jerman mengatakan suhu 38,6 derajat Celcius tercatat pada pukul 02:50 malam waktu setempat pada hari Rabu di Coschen, di perbatasan negara itu dengan Polandia.
Rekor sebelumnya berada pada temperatur 38,5 Celcius, pada tahun 1947 di Buhlertal, yang terletak dekat dengan Prancis.
Di Spanyol, petugas pemadam kebakaran telah memerangi 15.000 are kebakaran di dekat Tarragona di timur laut negara itu sejak Rabu malam. Menurut Brigade Kebakaran Catalan, api kemungkinan mulai berkobar setelah tumpukan pupuk yang disimpan secara tidak benar terbakar secara spontan, menyebabkan percikan api. Petugas pemadam kebakaran mengatakan kebakaran itu adalah salah satu yang terburuk di Catalonia dalam 20 tahun terakhir.
Banyak kota di Eropa tidak dirancang untuk menghadapi suhu panas seperti itu. Pendingin udara kurang umum dan sistem transportasi umum sering kesulitan.
Walaupun suhu sekitar 100 derajat Fahrenheit mungkin tidak tampak terlalu tinggi, mereka jauh di atas rata-rata musim panas untuk wilayah tersebut, dan episode cuaca yang sangat panas lebih sering terjadi selama bulan Juli dan Agustus.
Gelombang panas juga tidak biasa karena datang di waktu yang tidak tepat. Kondisi cuaca panas yang intens seperti itu lebih sering terjadi selama bulan Juli dan Agustus.
"Di luar kejadian ekstrem ini dan dengan perubahan iklim, ada satu pengamatan: kejadian ini semakin dekat, yang abnormal menjadi normal," kata Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe pada Jumat kemarin.
"Kita harus mencegah kenyataan bahwa itu akan menjadi lebih buruk di tahun-tahun mendatang," tambahnya.
Para ilmuwan iklim telah memperingatkan bahwa gelombang panas seperti ini menjadi semakin sering dan semakin parah karena krisis iklim. Meteo-France mengatakan frekuensi fenomena tersebut diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2050.
Awal pekan ini, Meteo-Prancis mengaitkan gelombang panas yang semakin sering di negara itu dengan emisi gas rumah kaca. Lembaga itu memperingatkan bahwa tanpa pengurangan emisi karbon yang signifikan, gelombang panas bisa lebih kuat dan bertahan lebih lama daripada di masa lalu.
"Dengan suhu yang semakin tinggi, seluruh masyarakat kita harus berpikir untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Ini masalahnya," kata Menteri Kesehatan Prancis Agnès Buzyn.
Gelombang panas yang terjadi persis seperti yang diprediksi oleh para ilmuwan iklim karena meningkatnya suhu global yang disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca dari pembakaran batu bara, minyak dan gas, menurut Stefan Rahmstorf, wakil ketua analisis sistem Bumi di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim dan profesor di Universitas Potsdam di Jerman.
"Gelombang panas sedang meningkat," kata Rahmstorf dalam sebuah pernyataan awal pekan ini, membandingkan panas ekstrem baru-baru ini dengan rekor 500 tahun.
"Musim panas terpanas di Eropa sejak tahun 1500 Masehi semua terjadi sejak pergantian terakhir abad ini: 2018, 2010, 2003, 2016, 2002," tuturnya.
Suhu panas mencapai 45,9 derajat Celcius tercatat di Gallargues-le-Montueux Prancis selatan, menurut layanan cuaca nasional Prancis Meteo-France. Suhu ini 1,8 derajat lebih tinggi dari rekor sebelumnya pada tahun 2003 seperti dikutip dari CNN, Sabtu (29/6/2019).
Sekitar 4.000 sekolah Prancis ditutup pada hari Jumat dan jam buka taman serta kolam renang umum diperpanjang.
Pemerintah Perancis telah mengambil sejumlah langkah radikal minggu ini untuk mencegah terulangnya konsekuensi tragis dari gelombang panas pada 2003 lalu yang menewaskan sekitar 14.000 orang.
Paris mengaktifkan rencana darurat suhu panasnya akhir pekan lalu, yang diberlakukan setelah gelombang panas 2003. Ruang pendingin dibuka di beberapa bangunan kota dan shower kabut dipasang di jalan-jalan.
Eropa telah berjuang melawan panas sepanjang minggu, dengan Jerman, Polandia dan Republik Ceko masing-masing mencatat suhu tertinggi mereka di bulan Juni pada hari Rabu.
Layanan Cuaca Jerman mengatakan suhu 38,6 derajat Celcius tercatat pada pukul 02:50 malam waktu setempat pada hari Rabu di Coschen, di perbatasan negara itu dengan Polandia.
Rekor sebelumnya berada pada temperatur 38,5 Celcius, pada tahun 1947 di Buhlertal, yang terletak dekat dengan Prancis.
Di Spanyol, petugas pemadam kebakaran telah memerangi 15.000 are kebakaran di dekat Tarragona di timur laut negara itu sejak Rabu malam. Menurut Brigade Kebakaran Catalan, api kemungkinan mulai berkobar setelah tumpukan pupuk yang disimpan secara tidak benar terbakar secara spontan, menyebabkan percikan api. Petugas pemadam kebakaran mengatakan kebakaran itu adalah salah satu yang terburuk di Catalonia dalam 20 tahun terakhir.
Banyak kota di Eropa tidak dirancang untuk menghadapi suhu panas seperti itu. Pendingin udara kurang umum dan sistem transportasi umum sering kesulitan.
Walaupun suhu sekitar 100 derajat Fahrenheit mungkin tidak tampak terlalu tinggi, mereka jauh di atas rata-rata musim panas untuk wilayah tersebut, dan episode cuaca yang sangat panas lebih sering terjadi selama bulan Juli dan Agustus.
Gelombang panas juga tidak biasa karena datang di waktu yang tidak tepat. Kondisi cuaca panas yang intens seperti itu lebih sering terjadi selama bulan Juli dan Agustus.
"Di luar kejadian ekstrem ini dan dengan perubahan iklim, ada satu pengamatan: kejadian ini semakin dekat, yang abnormal menjadi normal," kata Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe pada Jumat kemarin.
"Kita harus mencegah kenyataan bahwa itu akan menjadi lebih buruk di tahun-tahun mendatang," tambahnya.
Para ilmuwan iklim telah memperingatkan bahwa gelombang panas seperti ini menjadi semakin sering dan semakin parah karena krisis iklim. Meteo-France mengatakan frekuensi fenomena tersebut diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2050.
Awal pekan ini, Meteo-Prancis mengaitkan gelombang panas yang semakin sering di negara itu dengan emisi gas rumah kaca. Lembaga itu memperingatkan bahwa tanpa pengurangan emisi karbon yang signifikan, gelombang panas bisa lebih kuat dan bertahan lebih lama daripada di masa lalu.
"Dengan suhu yang semakin tinggi, seluruh masyarakat kita harus berpikir untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Ini masalahnya," kata Menteri Kesehatan Prancis Agnès Buzyn.
Gelombang panas yang terjadi persis seperti yang diprediksi oleh para ilmuwan iklim karena meningkatnya suhu global yang disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca dari pembakaran batu bara, minyak dan gas, menurut Stefan Rahmstorf, wakil ketua analisis sistem Bumi di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim dan profesor di Universitas Potsdam di Jerman.
"Gelombang panas sedang meningkat," kata Rahmstorf dalam sebuah pernyataan awal pekan ini, membandingkan panas ekstrem baru-baru ini dengan rekor 500 tahun.
"Musim panas terpanas di Eropa sejak tahun 1500 Masehi semua terjadi sejak pergantian terakhir abad ini: 2018, 2010, 2003, 2016, 2002," tuturnya.
(ian)