Korut Sebut Perpanjangan Sanksi AS Tindakan Bermusuhan
A
A
A
SEOUL - Perpanjangan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Korea Utara (Korut) baru-baru ini adalah tindakan permusuhan dan tantangan langsung terhadap pertemuan puncak bersejarah antara kedua negara di Singapura tahun lalu. Hal itu dikatakan oleh seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut.
Gedung Putih pekan lalu memperpanjang enam perintah eksekutif yang berisi sanksi yang dikenakan atas program nuklir dan rudal Korut selama satu tahun.
Juru bicara kementerian luar negeri Korut yang tidak disebutkan namanya mengecam Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang pada hari Minggu mengatakan bahwa lebih dari 80 persen ekonomi Korut telah terkena sanksi.
Juru bicara itu juga menuduh Washington "memfitnah secara keji" Pyongyang dalam laporan terbarunya tentang perdagangan manusia dan kebebasan beragama di seluruh dunia.
"Ini adalah manifestasi dari tindakan bermusuhan paling ekstrem oleh Amerika Serikat," kata jurubicara itu dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita resmi Korut, KCNA.
"Semua ini berbicara dengan jelas pada kenyataan bahwa mimpi liar Amerika Serikat untuk membuat kita berlutut melalui sanksi dan tekanan tidak berubah sama sekali tetapi tumbuh secara terang-terangan," tambahnya seperti dilansir dari Reuters, Rabu (26/6/2019).
Juru bicara Korut memperingatkan akan sulit untuk mencapai denuklirisasi selama politik AS didominasi oleh para pembuat kebijakan yang memiliki "antagonisme yang lazim" terhadap Korut.
"Kami tidak haus akan pencabutan sanksi," kata juru bicara itu.
"Negara kami bukan negara yang akan menyerah pada sanksi AS, kami juga bukan negara yang AS dapat serang kapan pun ia menginginkannya," tukasnya.
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un mengadakan pertemuan puncak pertama di Singapura pada Juni tahun lalu. Keduanya setuju untuk membina hubungan baru dan berupaya menuju denuklirisasi semenanjung Korea.
Namun KTT kedua di Vietnam pada Februari runtuh karena kedua pihak gagal menjembatani perbedaan antara seruan AS untuk denuklirisasi dan tuntutan Korut untuk bantuan sanksi.
Sejak itu, Korut telah mengeluhkan sanksi AS dan menuntut Pompeo diganti oleh seseorang yang "lebih dewasa", sambil memuji hubungan yang dibangun Jong-un dengan Trump.
Pompeo, berbicara kepada wartawan pada hari Minggu, membangkitkan harapan untuk kebangkitan kembali pembicaraan nuklir setelah Trump dan Jong-un saling bertukar surat.
Gedung Putih pekan lalu memperpanjang enam perintah eksekutif yang berisi sanksi yang dikenakan atas program nuklir dan rudal Korut selama satu tahun.
Juru bicara kementerian luar negeri Korut yang tidak disebutkan namanya mengecam Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang pada hari Minggu mengatakan bahwa lebih dari 80 persen ekonomi Korut telah terkena sanksi.
Juru bicara itu juga menuduh Washington "memfitnah secara keji" Pyongyang dalam laporan terbarunya tentang perdagangan manusia dan kebebasan beragama di seluruh dunia.
"Ini adalah manifestasi dari tindakan bermusuhan paling ekstrem oleh Amerika Serikat," kata jurubicara itu dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita resmi Korut, KCNA.
"Semua ini berbicara dengan jelas pada kenyataan bahwa mimpi liar Amerika Serikat untuk membuat kita berlutut melalui sanksi dan tekanan tidak berubah sama sekali tetapi tumbuh secara terang-terangan," tambahnya seperti dilansir dari Reuters, Rabu (26/6/2019).
Juru bicara Korut memperingatkan akan sulit untuk mencapai denuklirisasi selama politik AS didominasi oleh para pembuat kebijakan yang memiliki "antagonisme yang lazim" terhadap Korut.
"Kami tidak haus akan pencabutan sanksi," kata juru bicara itu.
"Negara kami bukan negara yang akan menyerah pada sanksi AS, kami juga bukan negara yang AS dapat serang kapan pun ia menginginkannya," tukasnya.
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un mengadakan pertemuan puncak pertama di Singapura pada Juni tahun lalu. Keduanya setuju untuk membina hubungan baru dan berupaya menuju denuklirisasi semenanjung Korea.
Namun KTT kedua di Vietnam pada Februari runtuh karena kedua pihak gagal menjembatani perbedaan antara seruan AS untuk denuklirisasi dan tuntutan Korut untuk bantuan sanksi.
Sejak itu, Korut telah mengeluhkan sanksi AS dan menuntut Pompeo diganti oleh seseorang yang "lebih dewasa", sambil memuji hubungan yang dibangun Jong-un dengan Trump.
Pompeo, berbicara kepada wartawan pada hari Minggu, membangkitkan harapan untuk kebangkitan kembali pembicaraan nuklir setelah Trump dan Jong-un saling bertukar surat.
(ian)