Badan Energi Atom Internasional Akui Keanggotaan Palestina, Israel Marah
A
A
A
WINA - Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengakui keanggotaan Palestina dengan status anggota pengamat badan tersebut. Langkah IAEA ini membuat Israel marah.
Bergabungnya Otoritas Palestina (PA) dalam IAEA adalah langkah terbaru PA dalam upayanya untuk membuat legalitas kenegaraan dengan bergabung dengan organisasi internasional.
Salah Abdul Shafi, duta besar Palestina untuk Austria dan pengamat tetap di PBB dan organisasi internasional lainnya, menandatangani perjanjian pada hari Selasa di Wina, Austria, dengan Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano.
Perjanjian tersebut memberikan status non-voting Palestina di organisasi atom dunia itu, yang mengatur penggunaan teknologi nuklir secara damai.
Palestina tidak memiliki senjata nuklir atau bahkan pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi universitas dan rumah sakitnya memiliki sejumlah bahan nuklir, termasuk bahan fisil seperti uranium yang bisa berbahaya jika disimpan atau diamankan dengan tidak tepat. Lantaran Palestina sekarang menjadi anggota, inspektur IAEA sekarang akan memiliki akses ke fasilitas-fasilitas itu untuk inspeksi.
Abdul Shafi mengatakan kepada kantor berita Palestina, Wafa, bahwa penandatanganan perjanjian adalah bukti lebih lanjut bahwa Negara Palestina memikul tanggung jawab internasionalnya. "Sebagai anggota aktif dari komunitas internasional," katanya.
PA, yang mengontrol Tepi Barat dan secara teori juga mengontrol Jalur Gaza, telah bergabung dengan organisasi internasional lainnya, termasuk Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 2011 dan sistem Nomor Rekening Bank Internasional (IBAN) di 2012.
Organisasi Pembebasan Palestina secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan Palestina dari Israel pada tahun 1988, dan pada tahun 2011 PA mengadopsi "Statehood 194 plan" untuk memenangkan pengakuan dari setiap negara anggota PBB.
Pencarian itu dinilai perlu karena, meskipun Palestina diakui sebagai negara oleh 137 negara lain dan diperpanjang pengakuan de facto oleh PBB pada 2012, Amerika Serikat—sekutu Israel—memiliki hak veto atas Dewan Keamanan, yang mengajukan rekomendasi kepada Majelis Umum PBB untuk keanggotaan negara Palestina.
Israel melalui Kementerian Luar Negeri-nya marah dan mengecam langkah IAEA. Menurut kementerian tersebut, langkah IAEA sebagai pelanggaran konvensi internasional.
"Ini adalah upaya lain dari Otoritas Palestina untuk bergabung dengan organisasi internasional guna mengeksploitasi mereka untuk tujuan politik," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, seperti dikutip Sputnik, Kamis (20/6/2019).
"Israel tidak mengakui upaya PA untuk bergabung dengan organisasi dan institusi seperti itu sebagai negara, dan Israel memandang ini sebagai pelanggaran terhadap perjanjian internasional."
Tidak jelas bagaimana IAEA akan mendefinisikan batas-batas Negara Palestina, karena banyak wilayah yang diklaim oleh Ramallah dikontrol oleh Israel, termasuk Yerusalem Timur, yang diklaim PA sebagai ibu kota negara mereka tetapi yang secara ilegal dicaplok oleh Israel dan dinyatakan sebagai menjadi bagian dari ibu kota negara mayoritas Yahudi tersebut.
Presiden AS Donald Trump melanggar banyak resolusi Dewan Keamanan PBB pada Desember 2017 ketika dia mengakui klaim Israel atas Yerusalem.
Sekadar diketahui, IAEA bukan organisasi PBB, tetapi melapor ke PBB. Hal itu membuat AS tidak jelas bagaimana akan merespons-nya. Menurut Layanan Penelitian Kongres, AS menyediakan sekitar USD200 juta per tahun dalam pendanaan untuk agensi tersebut.
Bergabungnya Otoritas Palestina (PA) dalam IAEA adalah langkah terbaru PA dalam upayanya untuk membuat legalitas kenegaraan dengan bergabung dengan organisasi internasional.
Salah Abdul Shafi, duta besar Palestina untuk Austria dan pengamat tetap di PBB dan organisasi internasional lainnya, menandatangani perjanjian pada hari Selasa di Wina, Austria, dengan Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano.
Perjanjian tersebut memberikan status non-voting Palestina di organisasi atom dunia itu, yang mengatur penggunaan teknologi nuklir secara damai.
Palestina tidak memiliki senjata nuklir atau bahkan pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi universitas dan rumah sakitnya memiliki sejumlah bahan nuklir, termasuk bahan fisil seperti uranium yang bisa berbahaya jika disimpan atau diamankan dengan tidak tepat. Lantaran Palestina sekarang menjadi anggota, inspektur IAEA sekarang akan memiliki akses ke fasilitas-fasilitas itu untuk inspeksi.
Abdul Shafi mengatakan kepada kantor berita Palestina, Wafa, bahwa penandatanganan perjanjian adalah bukti lebih lanjut bahwa Negara Palestina memikul tanggung jawab internasionalnya. "Sebagai anggota aktif dari komunitas internasional," katanya.
PA, yang mengontrol Tepi Barat dan secara teori juga mengontrol Jalur Gaza, telah bergabung dengan organisasi internasional lainnya, termasuk Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 2011 dan sistem Nomor Rekening Bank Internasional (IBAN) di 2012.
Organisasi Pembebasan Palestina secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan Palestina dari Israel pada tahun 1988, dan pada tahun 2011 PA mengadopsi "Statehood 194 plan" untuk memenangkan pengakuan dari setiap negara anggota PBB.
Pencarian itu dinilai perlu karena, meskipun Palestina diakui sebagai negara oleh 137 negara lain dan diperpanjang pengakuan de facto oleh PBB pada 2012, Amerika Serikat—sekutu Israel—memiliki hak veto atas Dewan Keamanan, yang mengajukan rekomendasi kepada Majelis Umum PBB untuk keanggotaan negara Palestina.
Israel melalui Kementerian Luar Negeri-nya marah dan mengecam langkah IAEA. Menurut kementerian tersebut, langkah IAEA sebagai pelanggaran konvensi internasional.
"Ini adalah upaya lain dari Otoritas Palestina untuk bergabung dengan organisasi internasional guna mengeksploitasi mereka untuk tujuan politik," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, seperti dikutip Sputnik, Kamis (20/6/2019).
"Israel tidak mengakui upaya PA untuk bergabung dengan organisasi dan institusi seperti itu sebagai negara, dan Israel memandang ini sebagai pelanggaran terhadap perjanjian internasional."
Tidak jelas bagaimana IAEA akan mendefinisikan batas-batas Negara Palestina, karena banyak wilayah yang diklaim oleh Ramallah dikontrol oleh Israel, termasuk Yerusalem Timur, yang diklaim PA sebagai ibu kota negara mereka tetapi yang secara ilegal dicaplok oleh Israel dan dinyatakan sebagai menjadi bagian dari ibu kota negara mayoritas Yahudi tersebut.
Presiden AS Donald Trump melanggar banyak resolusi Dewan Keamanan PBB pada Desember 2017 ketika dia mengakui klaim Israel atas Yerusalem.
Sekadar diketahui, IAEA bukan organisasi PBB, tetapi melapor ke PBB. Hal itu membuat AS tidak jelas bagaimana akan merespons-nya. Menurut Layanan Penelitian Kongres, AS menyediakan sekitar USD200 juta per tahun dalam pendanaan untuk agensi tersebut.
(mas)