Hidup Sedang Susah, Pemerintah Palestina Diam-diam Naikkan Gaji
A
A
A
RAMALLAH - Pemerintah Otoritas Palestina memicu kemarahan publik dan PBB karena diam-diam menyetujui kenaikan gaji para pejabat. PBB marah karena keputusan itu tidak bijak mengingat kondisi Palestina sedang susah dan kekurangan uang.
Kemarahan Utusan PBB untuk Konflik Palestina-Israel, Nicolay Mladenov, dipicu oleh bocoran dokumen rahasia secara online oleh kelompok anonim yang dikenal sebagai "Against the Current".
Dokumen itu menunjukkan bahwa pada tahun 2017, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas diam-diam setuju untuk meningkatkan gaji bulanan para menteri sebesar 67 persen, dari USD3.000 menjadi USD5.000, serta meningkatkan gaji perdana menteri dari USD4.000 menjadi USD6.000.
Mengutip The Associated Press, Jumat (7/6/2019), kenaikan gaji itu dirahasiakan dari publik dan disetujui oleh Abbas. Dua pejabat senior Palestina mengungkap hal itu dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang membahas masalah itu dengan media.
Dokumen rahasia itu diungkap kelompok "Against the Current" ketika pemerintah Palestina menghadapi kekurangan keuangan yang menyedihkan.
Mladenov mengatakan pada hari Kamis bahwa dia telah berbicara dengan Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh yang baru saja dilantik. Shatayyeh telah setuju untuk membatalkan kenaikan gaji.
"Pada saat orang-orang Palestinian bergumul dengan kesulitan ekonomi, ketika gaji dipotong di Gaza, keputusan-keputusan seperti itu menentang logika dan orang benar-benar marah," tulis Mladenov di Twitter sebagai tanggapan atas berita kenaikan gaji tersebut.
"Saya berbicara dengan @DrShtayyeh yang berkomitmen untuk segera mengakhiri praktik ini dan menyelidiki," lanjut dia.
Shtayyeh, yang menggantikan pendahulunya Rami Hamdallah, pada bulan April tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Sebelumnya, perdana menteri tersebut mengatakan bahwa Otoritas Palestina (PA) telah dipaksa selama beberapa bulan terakhir untuk meminjam uang dari bank, dan bahwa Abbas telah menyerukan jaring pengaman keuangan selama KTT Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Makkah, Arab Saudi.
Warga Palestina yang mengomentari halaman Facebook "Against the Current" mengungkapkan kemarahan atas kenaikan gaji yang dilaporkan.
"Semua menteri ini, layanan apa yang mereka berikan kepada rakyat? Mereka hanya peran kehormatan," tulis Subhi al-Hamdani, salah seorang warga Palestina.
Otoritas Palestina sedang mengalami masalah dengan gaji pegawai dalam beberapa bulan terakhir karena perselisihan keuangan yang sedang berlangsung dengan Israel.
Israel telah mengurangi sekitar USD10 juta sebulan dari pajak yang dipungutnya atas nama PA, uang yang dikatakannya sesuai dengan pembayaran kepada keluarga tahanan di penjara-penjara Israel, termasuk mereka yang telah melakukan serangan.
Israel melihat pembayaran seperti itu sebagai hadiah atas serangan terhadap warga negaranya, tetapi Palestina berpendapat uang pajak itu adalah sumber vital bagi keluarga yang sering kehilangan pencari nafkah utama. Mereka juga menuduh Israel melakukan penangkapan sewenang-wenang.
Abbas telah menanggapi langkah Israel dengan menolak untuk menerima pendapatan pajak, yang setara dengan lebih dari setengah anggaran pemerintahnya.
Amerika Serikat juga telah memotong ratusan juta dolar bantuan kepada Palestina.
Kemarahan Utusan PBB untuk Konflik Palestina-Israel, Nicolay Mladenov, dipicu oleh bocoran dokumen rahasia secara online oleh kelompok anonim yang dikenal sebagai "Against the Current".
Dokumen itu menunjukkan bahwa pada tahun 2017, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas diam-diam setuju untuk meningkatkan gaji bulanan para menteri sebesar 67 persen, dari USD3.000 menjadi USD5.000, serta meningkatkan gaji perdana menteri dari USD4.000 menjadi USD6.000.
Mengutip The Associated Press, Jumat (7/6/2019), kenaikan gaji itu dirahasiakan dari publik dan disetujui oleh Abbas. Dua pejabat senior Palestina mengungkap hal itu dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang membahas masalah itu dengan media.
Dokumen rahasia itu diungkap kelompok "Against the Current" ketika pemerintah Palestina menghadapi kekurangan keuangan yang menyedihkan.
Mladenov mengatakan pada hari Kamis bahwa dia telah berbicara dengan Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh yang baru saja dilantik. Shatayyeh telah setuju untuk membatalkan kenaikan gaji.
"Pada saat orang-orang Palestinian bergumul dengan kesulitan ekonomi, ketika gaji dipotong di Gaza, keputusan-keputusan seperti itu menentang logika dan orang benar-benar marah," tulis Mladenov di Twitter sebagai tanggapan atas berita kenaikan gaji tersebut.
"Saya berbicara dengan @DrShtayyeh yang berkomitmen untuk segera mengakhiri praktik ini dan menyelidiki," lanjut dia.
Shtayyeh, yang menggantikan pendahulunya Rami Hamdallah, pada bulan April tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Sebelumnya, perdana menteri tersebut mengatakan bahwa Otoritas Palestina (PA) telah dipaksa selama beberapa bulan terakhir untuk meminjam uang dari bank, dan bahwa Abbas telah menyerukan jaring pengaman keuangan selama KTT Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Makkah, Arab Saudi.
Warga Palestina yang mengomentari halaman Facebook "Against the Current" mengungkapkan kemarahan atas kenaikan gaji yang dilaporkan.
"Semua menteri ini, layanan apa yang mereka berikan kepada rakyat? Mereka hanya peran kehormatan," tulis Subhi al-Hamdani, salah seorang warga Palestina.
Otoritas Palestina sedang mengalami masalah dengan gaji pegawai dalam beberapa bulan terakhir karena perselisihan keuangan yang sedang berlangsung dengan Israel.
Israel telah mengurangi sekitar USD10 juta sebulan dari pajak yang dipungutnya atas nama PA, uang yang dikatakannya sesuai dengan pembayaran kepada keluarga tahanan di penjara-penjara Israel, termasuk mereka yang telah melakukan serangan.
Israel melihat pembayaran seperti itu sebagai hadiah atas serangan terhadap warga negaranya, tetapi Palestina berpendapat uang pajak itu adalah sumber vital bagi keluarga yang sering kehilangan pencari nafkah utama. Mereka juga menuduh Israel melakukan penangkapan sewenang-wenang.
Abbas telah menanggapi langkah Israel dengan menolak untuk menerima pendapatan pajak, yang setara dengan lebih dari setengah anggaran pemerintahnya.
Amerika Serikat juga telah memotong ratusan juta dolar bantuan kepada Palestina.
(mas)