Menlu RI: Perlindungan Warga Sipil Harus Jadi Fokus DK PBB
A
A
A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menegaskan, perlindungan warga sipil, khususnya di wilayah konflik harus menjadi fokus dari Dewan Keamanan (DK) PBB. Hal itu disampaikan Retno saat memimpin Sidang Terbuka DK PBB mengenai Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata.
“Perlindungan warga sipil harus terus menjadi fokus utama kerja DK PBB,” ucap Retno dalam sambutannya di pertemuan tersebut, seperti dikutip Sindonews dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Jumat (24/5).
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan 80 negara itu, Sekertaris Jenderal PBB, Antiono Guterres menyampaikan Laporan Tahunan terkait implementasi agenda Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata.
Guterres memaparkan berbagai capaian dan tantangan terhadap perlindungan warga sipil dalam 20 tahun terakhir. Dalam kaitan ini, Retno kembali mengingatkan bahwa DK PBB memiliki mandat dan tanggung jawab kolektif untuk melindungi warga sipil serta keselamatan dan keamanan warga sipil harus selalu dikedepankan.
Indonesia, papar Retno kembali menegaskan dukungannya untuk perkuat kemitraan internasional terkait pemajuan perlindungan HAM, khususnya bagi warga sipil dalam konflik bersenjata.
Retno menekankan bahwa pemberdayaan komunitas merupakan elemen kunci peningkatan kapasitas negara dalam perlindungan warga sipil. Keterlibatan komunitas lokal, termasuk kelompok perempuan, dalam merancang dan melaksanakan program perlindungan warga sipil akan lebih efektif dalam pencapaian sasaran.
Dirinya mengatakan, perlindungan warga sipil merupakan isu multidimensional, oleh karena itu setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan dalam menyikapi berbagai tantangan tersebut.
Pertama adalah pentingnya penguatan kapasitas nasional negara yang terlibat, diantaranya melalui pemberdayaan komunitas. Kedua, memastikan implementasi dan kepatuhan terhadap berbagai kerangka hukum yang berlaku. Ketiga, pengembangan upaya inovatif dan praktis untuk perlindungan penduduk sipil.
“Perlindungan warga sipil harus terus menjadi fokus utama kerja DK PBB,” ucap Retno dalam sambutannya di pertemuan tersebut, seperti dikutip Sindonews dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Jumat (24/5).
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan 80 negara itu, Sekertaris Jenderal PBB, Antiono Guterres menyampaikan Laporan Tahunan terkait implementasi agenda Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata.
Guterres memaparkan berbagai capaian dan tantangan terhadap perlindungan warga sipil dalam 20 tahun terakhir. Dalam kaitan ini, Retno kembali mengingatkan bahwa DK PBB memiliki mandat dan tanggung jawab kolektif untuk melindungi warga sipil serta keselamatan dan keamanan warga sipil harus selalu dikedepankan.
Indonesia, papar Retno kembali menegaskan dukungannya untuk perkuat kemitraan internasional terkait pemajuan perlindungan HAM, khususnya bagi warga sipil dalam konflik bersenjata.
Retno menekankan bahwa pemberdayaan komunitas merupakan elemen kunci peningkatan kapasitas negara dalam perlindungan warga sipil. Keterlibatan komunitas lokal, termasuk kelompok perempuan, dalam merancang dan melaksanakan program perlindungan warga sipil akan lebih efektif dalam pencapaian sasaran.
Dirinya mengatakan, perlindungan warga sipil merupakan isu multidimensional, oleh karena itu setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan dalam menyikapi berbagai tantangan tersebut.
Pertama adalah pentingnya penguatan kapasitas nasional negara yang terlibat, diantaranya melalui pemberdayaan komunitas. Kedua, memastikan implementasi dan kepatuhan terhadap berbagai kerangka hukum yang berlaku. Ketiga, pengembangan upaya inovatif dan praktis untuk perlindungan penduduk sipil.
(esn)