Kisah Snouck-Hurgonje: Tipu Muslim Indonesia, Sukses Mengakses Makkah
A
A
A
AMSTERDAM - Foto-foto pertama Makkah diambil pada tahun 1888 oleh orientalis Belanda, Christiaan Snouck-Hurgonje, dan dijual di situs lelang seharga £212.000 atau lebih dari Rp3,8 miliar. Dia sukses mengakses kota suci umat Islam itu dengan menipu penduduk setempat seperti yang dia lakukan di Indonesia, yakni berpura-pura sebagai mualaf.
Situs lelang Sotheby mengonfirmasi penjualan foto langka itu. Dengan modal fasih berbahasa Arab dan mahir dalam berbagai ajaran Islam, Snouck-Hurgonje menjadi orientalis Barat pertama yang bisa mengakses Makkah di Arab Saudi.
Pada pertengahan tahun 1880-an, dia bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah selama 1,5 tahun. Pada saat itulah, dia menghasilkan karya dua volume berjudul "Mekka" dan "Bilder aus Mekka".
Pada masa itu, Belanda menjadi penguasa kolonial atau penjajah di Indonesia. Latar belakang akademis Snouck-Hurgonje dalam keilmuan Islam membuatnya menjadi kandidat ideal untuk memata-matai kaum bangsawan Indonesia yang tinggal di Teluk.
Rumahnya di Jeddah kala itu secara strategis dekat dengan rumah milik seorang bangsawan terkenal dari Aceh yang diincar sebagai korban spionase.
Pada saat itu Perusahaan Hindia Timur Belanda berekspansi ke Indonesia dan membutuhkan intelijen tentang orang Indonesia yang taat yang melakukan perjalanan ibadah ke Makkah, serta pemahaman yang lebih besar tentang kebiasaan Islam.
Terlepas dari tulisan Snouck-Hurgonje kepada teman-temannya, dia berhasil membodohi penduduk setempat dengan berpikir bahwa dia adalah seorang mualaf. Dia sebenarnya adalah seorang sarjana yang bergairah dan menjalani gaya hidup Barat yang khas.
Foto-fotonya yang memesona memperlihatkan para peziarah atau jamaah dari Indonesia sedang di jalan menuju kota suci, para pelayan, kasim dan tuan mereka, serta para peziarah dengan untanya.
Tulisan-tulisannya mencakup rincian tentang kehidupan sehari-hari penduduk Makkah. Dia mendokumentasikan praktik-praktik ulama Indonesia.
Ulama Indonesia—dewan cendekiawan Islam—sangat menarik bagi Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Snouck-Hurgonje menghabiskan banyak waktu dengan orang-orang Muslim baik di Timur Tengah maupun di Indonesia. Dia dikenal sebagai Abdul Ghaffaar. Bahkan, dengan titelnya sebagai sarjana Islam, penduduk setempat di Indonesia kala itu meminta nasihatnya tentang masalah agama dan sosial.
Mengutip Eurasia Review, Sabtu (18/5/2019), Snouck-Hurgonje pernah berselisih dengan penduduk Indonesia karena desas-desus yang disebarkan oleh Kedutaan Prancis bahwa dia mencuri artefak kuno.
Snouck-Hurgonje kemudian pulang ke negaranya dan mampu menyelesaikan pekerjaannya. Dia lantas tenar di seluruh dunia sebagai seorang orientalis terkemuka.
Dia merintis kariernya dengan bekerja di Indonesia dan menerima keramahtamahan dari orang-orang yang pernah dia temui di Makkah. Ketika Perang Aceh pecah tahun 1873-1914, Snouck-Hurgonje memberikan saran kepada Belanda tentang cara menghancurkan penduduk setempat.
Dalam operasinya yang kompleks, Snouck-Hurgonje pernah menyamar sebagai sosok yang simpatik terhadap Islam. Dia melakukannya dengan mengeksploitasi pengetahuannya tentang Islam.
Snouck-Hurgonje pernah belajar teologi di Universitas Leiden sebelum belajar bahasa Arab dan menjadi ahli dalam Islam. Sekembalinya ke Belanda, dia menghabiskan sisa hari-harinya bekerja sebagai akademisi.
Sotheby, dalam situs web-nya menulis; "Sotheby mendapat hak istimewa untuk menawarkan pada bulan Mei set buku dan foto ini yang datang langsung dari keluarga Snouck-Hurgronje dan yang secara khusus dibedakan karena itu berasal dari koleksi penulis sendiri, secara khusus terikat padanya dan memiliki catatan manuskrip pengarangnya."
"Karena itu sulit membayangkan contoh-contoh yang lebih sempurna dari karya-karya indah ini. Bagi mereka yang ingin memiliki pemahaman tentang Makkah yang melampaui bayangannya hari ini, arsip ini adalah sumber yang luar biasa," lanjut Sotheby.
Situs lelang Sotheby mengonfirmasi penjualan foto langka itu. Dengan modal fasih berbahasa Arab dan mahir dalam berbagai ajaran Islam, Snouck-Hurgonje menjadi orientalis Barat pertama yang bisa mengakses Makkah di Arab Saudi.
Pada pertengahan tahun 1880-an, dia bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah selama 1,5 tahun. Pada saat itulah, dia menghasilkan karya dua volume berjudul "Mekka" dan "Bilder aus Mekka".
Pada masa itu, Belanda menjadi penguasa kolonial atau penjajah di Indonesia. Latar belakang akademis Snouck-Hurgonje dalam keilmuan Islam membuatnya menjadi kandidat ideal untuk memata-matai kaum bangsawan Indonesia yang tinggal di Teluk.
Rumahnya di Jeddah kala itu secara strategis dekat dengan rumah milik seorang bangsawan terkenal dari Aceh yang diincar sebagai korban spionase.
Pada saat itu Perusahaan Hindia Timur Belanda berekspansi ke Indonesia dan membutuhkan intelijen tentang orang Indonesia yang taat yang melakukan perjalanan ibadah ke Makkah, serta pemahaman yang lebih besar tentang kebiasaan Islam.
Terlepas dari tulisan Snouck-Hurgonje kepada teman-temannya, dia berhasil membodohi penduduk setempat dengan berpikir bahwa dia adalah seorang mualaf. Dia sebenarnya adalah seorang sarjana yang bergairah dan menjalani gaya hidup Barat yang khas.
Foto-fotonya yang memesona memperlihatkan para peziarah atau jamaah dari Indonesia sedang di jalan menuju kota suci, para pelayan, kasim dan tuan mereka, serta para peziarah dengan untanya.
Tulisan-tulisannya mencakup rincian tentang kehidupan sehari-hari penduduk Makkah. Dia mendokumentasikan praktik-praktik ulama Indonesia.
Ulama Indonesia—dewan cendekiawan Islam—sangat menarik bagi Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Snouck-Hurgonje menghabiskan banyak waktu dengan orang-orang Muslim baik di Timur Tengah maupun di Indonesia. Dia dikenal sebagai Abdul Ghaffaar. Bahkan, dengan titelnya sebagai sarjana Islam, penduduk setempat di Indonesia kala itu meminta nasihatnya tentang masalah agama dan sosial.
Mengutip Eurasia Review, Sabtu (18/5/2019), Snouck-Hurgonje pernah berselisih dengan penduduk Indonesia karena desas-desus yang disebarkan oleh Kedutaan Prancis bahwa dia mencuri artefak kuno.
Snouck-Hurgonje kemudian pulang ke negaranya dan mampu menyelesaikan pekerjaannya. Dia lantas tenar di seluruh dunia sebagai seorang orientalis terkemuka.
Dia merintis kariernya dengan bekerja di Indonesia dan menerima keramahtamahan dari orang-orang yang pernah dia temui di Makkah. Ketika Perang Aceh pecah tahun 1873-1914, Snouck-Hurgonje memberikan saran kepada Belanda tentang cara menghancurkan penduduk setempat.
Dalam operasinya yang kompleks, Snouck-Hurgonje pernah menyamar sebagai sosok yang simpatik terhadap Islam. Dia melakukannya dengan mengeksploitasi pengetahuannya tentang Islam.
Snouck-Hurgonje pernah belajar teologi di Universitas Leiden sebelum belajar bahasa Arab dan menjadi ahli dalam Islam. Sekembalinya ke Belanda, dia menghabiskan sisa hari-harinya bekerja sebagai akademisi.
Sotheby, dalam situs web-nya menulis; "Sotheby mendapat hak istimewa untuk menawarkan pada bulan Mei set buku dan foto ini yang datang langsung dari keluarga Snouck-Hurgronje dan yang secara khusus dibedakan karena itu berasal dari koleksi penulis sendiri, secara khusus terikat padanya dan memiliki catatan manuskrip pengarangnya."
"Karena itu sulit membayangkan contoh-contoh yang lebih sempurna dari karya-karya indah ini. Bagi mereka yang ingin memiliki pemahaman tentang Makkah yang melampaui bayangannya hari ini, arsip ini adalah sumber yang luar biasa," lanjut Sotheby.
(mas)