Brand Eksis, Rolex Sukses Pertahankan Reputasi 4 Tahun Berturut

Selasa, 12 Maret 2019 - 14:41 WIB
Brand Eksis, Rolex Sukses Pertahankan Reputasi 4 Tahun Berturut
Brand Eksis, Rolex Sukses Pertahankan Reputasi 4 Tahun Berturut
A A A
NEW YORK - Rolex menjadi perusahaan yang memiliki reputasi terbaik di dunia. Mereka berhasil mempertahankan diri pada peringkat pertama selama empat tahun berturut-turut. Reputasi Rolex disebabkan mereka memiliki brand yang eksis dan selalu hadir di tengah kalangan tertentu. Iklan Every Rolex Tells A Story menjadikan produsen jam asal Swiss itu memiliki akar yang jelas, yakni gaya hidup mewah.

Mereka juga selalu merepresentasikan sentuhan yang menginspirasi. Rolex juga selalu memilih brand ambassador yang tepat seperti sutradara James Cameron, pemain ski Lindsey Vonn, penyanyi Michael Buble, dan pakar biologi laut Sylvia Earle. Rolex selalu merayakan keberadaan mereka dengan orang tertentu di mana orang di seluruh dunia mengaguminya.

“Reputasi Rolex berasosiasi dengan juru bicara simbolik yang menjadi manifestasi brand dan memperkuat kualitas dengan integritas,” kata Stephen Hahn-Griffiths, chief reputation officer di Reputation Institute (RI), sebuah firma pelayanan manajemen dan pengukuran reputasi, seperti dilansir Forbes.

“Mereka (Rolex) sukses dan membuat dunia menjadi lebih baik,” jelasny Perusahaan dengan reputasi terbaik setelah Rolex adalah Lego (peringkat kedua), Walt Disney Co. (ketiga), dan adidas (nomor 4). Selanjutnya adalah Microsoft (5), Sony (6), Canon (7), Michelin (8), Netflix (9), dan Bosch (10).

Prestasi paling menonjol adalah Netflix yang naik tajam dari peringkat ke-15 menuju nomor 9. Netflix memang menjadi bintang sebagai perusahaan dengan reputasi terbaik. Mereka mampu mengalahkan stasiun televisi berlangganan karena menawarkan film favorit dan fleksibel. “Dalam banyak cara, mereka (Netflix) dilihat sebagai pernapasan udara segar,” ujar Hahn-Griffiths.

“Dengan model marketing dan penjangkauan audiens global baru, mereka memosisikan diri sebagai media baru yang disukai di seluruh dunia,” jelasnya. Ketika banyak perusahaan bergejolak karena gerakan #MeToo, Netflix selalu bergerak cepat.

Setelah tudingan pelecehan seksual terhadap Kevin Spacey terungkap, mereka langsung memecatnya dari film House of Cards. Netflix juga selalu mengedepankan aspek kemanusiaan. “Netflix mengambil langkah tepat dengan memecat (Spacey) dari pertunjukan karena berisiko kehilangan audiens serta pendapat dan publik mendukungnya,” sebut Hahn-Grif fiths.

“Itu menjadi contoh hebat bagaimana mengelola sebuah krisis,” ujarnya. Netflix mengembangkan konsep transparansi dalam kasus Spacey. Netflix sebenarnya mendapatkan kritik dari pegawainya, tapi mereka dianggap transparan oleh publik. Kini Netflix tetap memimpin di antara perusahaan Silicon Valley lainnya, termasuk Google.

Reputasi Google menurun karena demonstrasi karyawan atas penanganan skandal seks dan tudingan kebocoran data yang melanda 52 juta penggunanya. Google mengalami penurunan reputasi paling drastis dari urutan ke-11 ke peringkat ke-14. “Google dalam banyak cara adalah poster (contoh) anak untuk etika yang baik,” ujar Hahn-Griffiths.

“Sundar Pichai merupakan contoh utama CEO yang tindakannya berbasis kebersamaan dan mencoba melakukan hal yang tepat,” jelasnya. Kabar berita baiknya untuk Google, semua bisnisnya berhasil mendapatkan kembali reputasi baiknya. Mereka mendapatkan kembali kontrol narasi. Itu semua dilakukan CEO untuk membangun percakapan baru. “Reputasi CEO sangat berkaitan dengan reputasi perusahaan,” ujar Hahn-Griffiths.

“Jika kamu menemukan cara untuk memperlancar CEO-mu, bukan hanya kamu bisa mengakselerasi pemulihan reputasi, tetapi kamu juga bisa membangun kepercayaan,” ucapnya. Faktanya, reputasi adalah segalanya bagi suatu perusahaan. Mereka akan selalu menjaga reputasi bisnisnya demi keberlangsungan industri mereka di tengah persaingan yang berat.

Tapi berbagai tantangan menjadikan reputasi menjadi pertaruhan besar. Apalagi komunitas bisnis global melihat adanya kemunduran reputasi pada tahun lalu. Itu disebabkan skandal kebocoran data hingga tudingan pelecehan seksual hingga mengganggu kepercayaan korporasi besar. Banyak industri pun harus berjuang keras untuk meraih kepercayaan publik.

“Di tengah ketidakpastian dunia, kita menghadapi kemunduran reputasi dan kita juga melihat pemulihan reputasi,” kata Hahn-Griffiths. Sejak 2006, Chief Reputation Officer of the Reputation Institute (RI) sudah memublikasikan Global RepTrak 100, laporan tahunan reputasi korporasi dunia. Tahun ini mereka mengungkapkan rata-rata kenaikan satu poin pada reputasi 100 perusahaan.

Peningkatan tersebut, tidak diragukan lagi, juga dikaitkan dengan rata-rata penurunan 1,4 poin sepanjang 2018. Reputasi memang menjadi pertaruhan besar bagi perusahaan di tengah media yang beroperasi selama 24 jam. Ditambah lagi dengan media sosial yang selalu mengintai banyak korporasi besar. Satu kesalahan kecil bisa berakibat besar pada reputasi.

Contohnya adalah Nike. Kejadiannya ketika sepatu Nike bintang basket Zion Williamson robek saat pertandingan berskala nasional dan menyebabkan Duke Blue Devil itu mengalami luka lutut. Pengguna Twitter langsung bersuara dan menyerang Nike. Sepatu Williamson disalahkan. Saham Nike pun menurun lebih dari 1% dan reputasinya dipertaruhkan.

Reputasi Nike turun tiga poin dan berada di posisi ke-15. Dunia selalu mengawasi. Sebanyak 52% orang selalu terbuka pikirannya. “Ini pertama kalinya kita melihat sekelompok orang mengambil sikap tentang suatu perusahaan,” papar Hahn-Griffiths. Bisnis berusaha membuktikan bahwa mereka jujur untuk membuat dunia lebih baik.

Untuk menentukan perusahaan paling bereputasi di dunia, RI melakukan survei terhadap 230.000 orang di 15 negara sejak Januari hingga Februari 2019. Perusahaan yang dipertimbangkan adalah yang berpendapatan di atas USD50 miliar dan memiliki keterwakilan bisnis di banyak negara. Familiaritas bisnis brand mereka juga sekitar 40% dari populasi.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6115 seconds (0.1#10.140)