Jepang Atasi 1 Juta Ton Air Terkontaminasi
A
A
A
OKUMA - Delapan tahun setelah krisis nuklir Fukushima, tantangan baru mengancam upaya pembersihan massal, yakni 1 juta ton air terkontaminasi yang harus disimpan.
Air sebanyak itu harus disimpan selama bertahun-tahun di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) itu. Tahun lalu, Tokyo Electric Power Co menyatakan sistem untuk membersihkan air terkontaminasi itu gagal membuang kontaminan radioaktif berbahaya. Itu artinya, air yang disimpan dalam 1.000 tangki di sekitar PLTN itu perlu diproses ulang sebelum dibuang ke laut. Skenario itu tampaknya paling mungkin dilakukan untuk membersihkan PLTN tersebut.
Pemrosesan ulang air itu membutuhkan waktu hampir dua tahun dan membutuhkan banyak personil serta energi. Adapun proyek untuk melucuti sejumlah reaktor yang rusak akibat tsunami itu membutuhkan waktu hingga 40 tahun.
Belum jelas bagaimana semua proses itu bisa tertunda. Namun, setiap penundaan akan membutuhkan biaya mahal, seperti perkiraan pemerintah pada 2016 bahwa total biaya untuk melucuti PLTN, dekontaminasi wilayah terdampak, dan kompensasi untuk semua korban berjumlah hingga USD192,5 miliar, sekitar 20% dari anggaran tahunan Jepang.
Tepco telah kehabisan tempat untuk menyimpan air yang telah dibersihkan. Jika ada gempa bumi besar lagi, para pakar memperkirakan tangki-tangki penampungan itu dapat retak sehingga cairan tercemar dan limbah radioaktif bisa mengalir ke laut.
Para nelayan juga kesulitan mendapat kepercayaan dari para konsumen terhadap keamanan ikan yang mereka tangkap. Karena itu, para nelayan menentang pembuangan air hasil pemrosesan ulang tersebut meski Otoritas Regulasi Nuklir Jepang (NRA) menganggap air itu aman.
“Itu akan merusak apa yang telah kita bangun selama delapan tahun terakhir,” tutur Tetsu Nozaki, Kepala Federasi Asosiasi Kerja Sama Nelayan Wilayah Fukushima.
Tangkapan ikan tahun lalu hanya 15% dari masa prakrisis, karena konsumen enggan memakan ikan yang ditangkap di Perairan Fukushima.
Saat mengunjungi fasilitas PLTN Fukushima Dai-ichi bulan lalu, beberapa crane besar tampak di atas empat bangunan reaktor yang terlihat besar di pinggir pantai. Para pekerja tampak di atas gedung nomor 3 untuk mengangkut batang bahan bakar dari kolam penyimpanan, proses yang bisa dimulai lagi bulan depan.
Di sebagian besar wilayah sekitar PLTN, para pekerja tidak lagi menggunakan masker wajah dan baju pelindung seluruh tubuh untuk melindungi dari radiasi. Hanya gedung-gedung reaktor dan wilayah terbatas yang memerlukan peralatan khusus. (Syarifudin)
Air sebanyak itu harus disimpan selama bertahun-tahun di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) itu. Tahun lalu, Tokyo Electric Power Co menyatakan sistem untuk membersihkan air terkontaminasi itu gagal membuang kontaminan radioaktif berbahaya. Itu artinya, air yang disimpan dalam 1.000 tangki di sekitar PLTN itu perlu diproses ulang sebelum dibuang ke laut. Skenario itu tampaknya paling mungkin dilakukan untuk membersihkan PLTN tersebut.
Pemrosesan ulang air itu membutuhkan waktu hampir dua tahun dan membutuhkan banyak personil serta energi. Adapun proyek untuk melucuti sejumlah reaktor yang rusak akibat tsunami itu membutuhkan waktu hingga 40 tahun.
Belum jelas bagaimana semua proses itu bisa tertunda. Namun, setiap penundaan akan membutuhkan biaya mahal, seperti perkiraan pemerintah pada 2016 bahwa total biaya untuk melucuti PLTN, dekontaminasi wilayah terdampak, dan kompensasi untuk semua korban berjumlah hingga USD192,5 miliar, sekitar 20% dari anggaran tahunan Jepang.
Tepco telah kehabisan tempat untuk menyimpan air yang telah dibersihkan. Jika ada gempa bumi besar lagi, para pakar memperkirakan tangki-tangki penampungan itu dapat retak sehingga cairan tercemar dan limbah radioaktif bisa mengalir ke laut.
Para nelayan juga kesulitan mendapat kepercayaan dari para konsumen terhadap keamanan ikan yang mereka tangkap. Karena itu, para nelayan menentang pembuangan air hasil pemrosesan ulang tersebut meski Otoritas Regulasi Nuklir Jepang (NRA) menganggap air itu aman.
“Itu akan merusak apa yang telah kita bangun selama delapan tahun terakhir,” tutur Tetsu Nozaki, Kepala Federasi Asosiasi Kerja Sama Nelayan Wilayah Fukushima.
Tangkapan ikan tahun lalu hanya 15% dari masa prakrisis, karena konsumen enggan memakan ikan yang ditangkap di Perairan Fukushima.
Saat mengunjungi fasilitas PLTN Fukushima Dai-ichi bulan lalu, beberapa crane besar tampak di atas empat bangunan reaktor yang terlihat besar di pinggir pantai. Para pekerja tampak di atas gedung nomor 3 untuk mengangkut batang bahan bakar dari kolam penyimpanan, proses yang bisa dimulai lagi bulan depan.
Di sebagian besar wilayah sekitar PLTN, para pekerja tidak lagi menggunakan masker wajah dan baju pelindung seluruh tubuh untuk melindungi dari radiasi. Hanya gedung-gedung reaktor dan wilayah terbatas yang memerlukan peralatan khusus. (Syarifudin)
(nfl)