Referendum, Muslim Mindanao Memilih Jadi Daerah Otonom

Sabtu, 26 Januari 2019 - 10:21 WIB
Referendum, Muslim Mindanao...
Referendum, Muslim Mindanao Memilih Jadi Daerah Otonom
A A A
MANILA - Muslim di Filipina selatan memilih untuk menjadi wilayah otonom dalam referendum yang digelar untuk mengakhiri kekerasan yang berlangsung hampir setengah abad.

Komisi Pemilihan mengatakan bahwa Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao dianggap telah diratifikasi setelah dilakukannya referendum pada awal pekan ini. Dikatakan bahwa 1,5 juta orang memilih untuk mendukung menjadi wilayah otonom.

Baca Juga: Filipina Gelar Referendum untuk Otonomi Muslim di Mindanao

Bangsamoro menggantikan daerah otonom yang ada yang dilanda kemiskinan dengan entitas yang lebih besar, dengan pendanaan yang lebih baik, dan lebih kuat.

Ini adalah hasil dari upaya perdamaian penuh gejolak oleh pemerintah di Manila dan Front Pembebasan Islam Moro, kelompok pemberontak Muslim utama, untuk menyegel kesepakatan yang ditandatangani pada 2014 tetapi mendekam di Kongres Filipina hingga akhirnya disetujui tahun lalu.

Pertumpahan darah termasuk pengepungan kota Marawi oleh gerilyawan terkait Negara Islam (ISIS) dan pemboman lainnya serta serangan di selatan sempat mengancam akan menggagalkan kesepakatan ini.

"Ratifikasi undang-undang otonomi menandai awal dari pemerintahan baru dan perjalanan lain menuju perdamaian," kata Komisaris Susana Anayatin dari Komisi Transisi Bangsamoro seperti dilansir dari AP, Sabtu (26/1/2019).

Di bawah kesepakatan itu, para pemberontak melepaskan tujuan mereka dari negara merdeka di Filipina yang mayoritas beragama Kristen dengan imbalan otonomi luas, meskipun mereka awalnya menginginkan sebuah unit federal dengan lebih banyak kekuatan. 30.000 hingga 40.000 pejuang mereka harus didemobilisasi. Parlemen regional akan bertanggung jawab atas urusan sehari-hari.

Ketua pemberontak Moro, Al Haj Murad Ebrahim, telah mengimbau masyarakat internasional untuk berkontribusi pada dana perwalian yang akan digunakan untuk membiayai transisi pemberontak yang selama beberapa dekade melancarkan salah satu pemberontakan terpanjang di Asia.

Pemerintah Barat menyambut pakta otonomi ini. Mereka khawatir bahwa sejumlah kecil gerilyawan yang terkait ISIS dari Timur Tengah dan Asia Tenggara dapat menjalin aliansi dengan pemberontak Filipina dan mengubah wilayah selatan itu menjadi tempat berkembang biak para ekstremis.

Meski begitu, tidak semua daerah yang didominasi Muslim memberikan suara mendukung otonomi baru. Provinsi Sulu, basis dari faksi pemberontak saingan, menolaknya.

Referendum kedua pada 6 Februari akan meminta penduduk provinsi Lanao del Norte dan tujuh kota di provinsi Cotabato Utara dengan populasi Muslim yang cukup besar untuk memutuskan apakah mereka ingin bergabung dengan wilayah baru juga.

Pada 2017, pasukan Filipina yang didukung oleh AS dan pesawat pengintai Australia mengusir para militan yang menduduki Marawi selama lima bulan dalam pertempuran yang menewaskan lebih dari 1.200 orang, sebagian besar pejuang Islam, tewas dan kota yang dipenuhi masjid itu hancur.

Secara keseluruhan, konflik telah menewaskan sekitar 150.000 orang selama beberapa dekade dan menghambat pembangunan di wilayah selatan yang kaya sumber daya tetapi terbelakang yang merupakan negara bagian termiskin.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1137 seconds (0.1#10.140)