Didekati Jet Tempur Su-30 China, Taiwan Kerahkan Pesawat dan Kapal
A
A
A
TAIPEI - Beberapa pesawat militer China termasuk jet tempur Su-30 dan pesawat angkut Shaanxi Y-8 mendekati wilayah Taiwan pada hari Selasa dalam aksi pamer kekuatan. Militer Taipei merespons dengan mengerahkan pesawat dan kapal pengintai.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan jet Su-30 dan pesawat Shaanxi Y-8 Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) termasuk di antara berbagai pesawat militer yang terlihat terbang di atas Selat Bashi, jalur perairan di sebelah utara Filipina yang jadi sengketa.
"(Pesawat datang) dari wilayah selatan China daratan, dan terbang melalui Selat Bashi dan kemudian ke Pasifik barat," kata kementerian itu, yang diberitakan South China Morning Post, Rabu (23/1/2019).
"Militer Taiwan mengirim pesawat dan kapal pengintai sebagai tanggapan untuk memastikan keamanan wilayah udara dan laut nasional," lanjut kementerian itu."Setelah latihan jarak jauh, pesawat (PLA) kembali ke pangkalan."
Kementerian tersebut mengimbau rakyat Taiwan untuk tidak panik.
Angkatan Laut dan Angkatan Udara PLA telah melakukan patroli reguler di perairan dan wilayah udara yang dekat dengan Taiwan sejak Tsai Ing-wen yang pro-kemerdekaan terpilih sebagai presiden wilayah itu pada 2016. Namun, waktu latihan terakhir itu penting karena berselang beberapa hari setelah Kepala Angkatan Laut AS, John Richardson, mengatakan kepada wartawan di Tokyo pada hari Jumat bahwa Washington tidak mengesampingkan pengiriman kapal induk melalui Selat Taiwan.
Awal bulan ini, Presiden China Xi Jinping memicu alarm ketika dia mengatakan Beijing tidak tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk menyatukan kembali Taiwan dengan China daratan. Dia juga menegaskan bahwa Beijing memiliki opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan terhadap pasukan eksternal yang berupaya untuk campur tangan urusan Taiwan.
Pada bulan Oktober lalu, Xi memerintahkan militer yang bertanggung jawab untuk memantau Laut China Selatan dan Taiwan untuk mempersiapkan perang.
China melalui Kantor Urusan Taiwan berulang kali mengatakan bahwa Taiwan akan menghadapi jalan buntu jika menolak untuk mengakui konsensus 1992, yang merupakan pemahaman bahwa kedua belah pihak adalah bagian dari "satu China", tetapi memberi ruang bagi mereka untuk memiliki interpretasi mereka sendiri tentang persis apa artinya itu.
Sikap Beijing yang semakin agresif mendorong Tsai pada bulan ini untuk menyerukan dukungan internasional dalam membela demokrasi Taiwan. Sedangkan AS mengatakan bahwa mereka mengamati dengan seksama langkah-langkah Beijing terkait dengan wilayah pulau yang diperintah sendiri itu.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan jet Su-30 dan pesawat Shaanxi Y-8 Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) termasuk di antara berbagai pesawat militer yang terlihat terbang di atas Selat Bashi, jalur perairan di sebelah utara Filipina yang jadi sengketa.
"(Pesawat datang) dari wilayah selatan China daratan, dan terbang melalui Selat Bashi dan kemudian ke Pasifik barat," kata kementerian itu, yang diberitakan South China Morning Post, Rabu (23/1/2019).
"Militer Taiwan mengirim pesawat dan kapal pengintai sebagai tanggapan untuk memastikan keamanan wilayah udara dan laut nasional," lanjut kementerian itu."Setelah latihan jarak jauh, pesawat (PLA) kembali ke pangkalan."
Kementerian tersebut mengimbau rakyat Taiwan untuk tidak panik.
Angkatan Laut dan Angkatan Udara PLA telah melakukan patroli reguler di perairan dan wilayah udara yang dekat dengan Taiwan sejak Tsai Ing-wen yang pro-kemerdekaan terpilih sebagai presiden wilayah itu pada 2016. Namun, waktu latihan terakhir itu penting karena berselang beberapa hari setelah Kepala Angkatan Laut AS, John Richardson, mengatakan kepada wartawan di Tokyo pada hari Jumat bahwa Washington tidak mengesampingkan pengiriman kapal induk melalui Selat Taiwan.
Awal bulan ini, Presiden China Xi Jinping memicu alarm ketika dia mengatakan Beijing tidak tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk menyatukan kembali Taiwan dengan China daratan. Dia juga menegaskan bahwa Beijing memiliki opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan terhadap pasukan eksternal yang berupaya untuk campur tangan urusan Taiwan.
Pada bulan Oktober lalu, Xi memerintahkan militer yang bertanggung jawab untuk memantau Laut China Selatan dan Taiwan untuk mempersiapkan perang.
China melalui Kantor Urusan Taiwan berulang kali mengatakan bahwa Taiwan akan menghadapi jalan buntu jika menolak untuk mengakui konsensus 1992, yang merupakan pemahaman bahwa kedua belah pihak adalah bagian dari "satu China", tetapi memberi ruang bagi mereka untuk memiliki interpretasi mereka sendiri tentang persis apa artinya itu.
Sikap Beijing yang semakin agresif mendorong Tsai pada bulan ini untuk menyerukan dukungan internasional dalam membela demokrasi Taiwan. Sedangkan AS mengatakan bahwa mereka mengamati dengan seksama langkah-langkah Beijing terkait dengan wilayah pulau yang diperintah sendiri itu.
(mas)