AS: China Pemimpin Dunia dalam Teknologi Rudal Hipersonik
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) mengakui China telah menjadi pemimpin dunia dalam teknologi rudal hipersonik. Pengakuan itu muncul dalam penilaian Pentagon yang dirilis Selasa lalu.
Laporan itu berasal dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA) AS dengan status tak diklasifikasi. Menurut laporan itu, Beijing telah membuat langkah militer yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir, yang sebagian berkat undang-undang domestik yang memaksa mitra asing untuk membocorkan rahasia teknis dengan imbalan akses ke pasar China yang luas.
"Sebagai hasil dari memperoleh teknologi dengan cara apa pun yang tersedia, China sekarang berada di ujung tombak dalam berbagai teknologi, termasuk dengan desain angkatan lautnya, dengan rudal jarak menengah dan dengan senjata hipersonik—di mana rudal dapat terbang berkali-kali dengan kecepatan suara—, dan sistem pertahanan rudal," bunyi laporan DIA.
"Hasil dari pendekatan beragam untuk akuisisi teknologi ini adalah PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) di ambang penerjunan beberapa sistem senjata paling modern di dunia," lanjut laporan DIA yang berjudul "China Military Power" sebagaiman dikutip AFP, Kamis (17/1/2019).
"Di beberapa wilayah, itu sudah memimpin dunia," imbuh laporan tersebut.
Laporan itu menyatakan, militer China yang meningkat memungkinnnya memiliki kemampuan canggih di udara, di laut, di ruang angkasa, dan di dunia maya. "Yang akan memungkinkan China untuk memaksakan kehendaknya di kawasan," papar laporan DIA.
China sendiri saat ini fokus pada prospek konflik dengan Taiwan. China menganggap pulau itu bagian dari wilayahnya, meski saat ini sudah memerintah sendiri.
Beijing sebelumnya mengatakan tidak akan ragu untuk menggunakan kekerasan jika Taipei secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan. Beijing juga tidak akan mentolerir intervensi eksternal termasuk oleh Amerika Serikat (AS) dalam urusan Taiwan.
Berbicara kepada wartawan di Pentagon, seorang pejabat senior intelijen pertahanan mengatakan dia khawatir bahwa militer China sekarang sudah cukup maju sehingga para jenderal PLA dapat merasa yakin mereka dapat menyerang Taiwan.
"Kekhawatiran terbesar adalah bahwa ketika banyak teknologi ini matang, (China) akan mencapai titik di mana secara internal dalam pengambilan keputusan mereka, mereka akan memutuskan bahwa menggunakan kekuatan militer untuk konflik regional adalah sesuatu yang lebih dekat," kata pejabat itu yang berbicara dengan syarat anonim.
Namun, pejabat itu ragu jika Beijing akan melalukan agresi. Menurutnya, China tidak pernah berperang selama 40 tahun dan struktur komando militer dan gabungannya yang besar tidak memiliki pengalaman dalam konflik dunia nyata.
"Diperlukan beberapa saat bagi (PLA) untuk dapat bekerja bersama layanan-layanan (militer) ini," ujarnya.
Laporan intelijen Pentagon itu menambahkan China sedang mengembangkan pesawat pembom siluman jarak menengah dan panjang yang baru, yang mampu menyerang target regional dan global.
Pesawat-pesawat tersebut kemungkinan akan mencapai kemampuan operasional awal sekitar 2025.
Pejabat intelijen Pentagon tersebut menyatakan China menyimpan banyak rahasia pengembangan militernya dengan melakukan penelitian di kompleks bawah tanah, jauh dari mata satelit yang mengintip.
Laporan itu berasal dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA) AS dengan status tak diklasifikasi. Menurut laporan itu, Beijing telah membuat langkah militer yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir, yang sebagian berkat undang-undang domestik yang memaksa mitra asing untuk membocorkan rahasia teknis dengan imbalan akses ke pasar China yang luas.
"Sebagai hasil dari memperoleh teknologi dengan cara apa pun yang tersedia, China sekarang berada di ujung tombak dalam berbagai teknologi, termasuk dengan desain angkatan lautnya, dengan rudal jarak menengah dan dengan senjata hipersonik—di mana rudal dapat terbang berkali-kali dengan kecepatan suara—, dan sistem pertahanan rudal," bunyi laporan DIA.
"Hasil dari pendekatan beragam untuk akuisisi teknologi ini adalah PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) di ambang penerjunan beberapa sistem senjata paling modern di dunia," lanjut laporan DIA yang berjudul "China Military Power" sebagaiman dikutip AFP, Kamis (17/1/2019).
"Di beberapa wilayah, itu sudah memimpin dunia," imbuh laporan tersebut.
Laporan itu menyatakan, militer China yang meningkat memungkinnnya memiliki kemampuan canggih di udara, di laut, di ruang angkasa, dan di dunia maya. "Yang akan memungkinkan China untuk memaksakan kehendaknya di kawasan," papar laporan DIA.
China sendiri saat ini fokus pada prospek konflik dengan Taiwan. China menganggap pulau itu bagian dari wilayahnya, meski saat ini sudah memerintah sendiri.
Beijing sebelumnya mengatakan tidak akan ragu untuk menggunakan kekerasan jika Taipei secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan. Beijing juga tidak akan mentolerir intervensi eksternal termasuk oleh Amerika Serikat (AS) dalam urusan Taiwan.
Berbicara kepada wartawan di Pentagon, seorang pejabat senior intelijen pertahanan mengatakan dia khawatir bahwa militer China sekarang sudah cukup maju sehingga para jenderal PLA dapat merasa yakin mereka dapat menyerang Taiwan.
"Kekhawatiran terbesar adalah bahwa ketika banyak teknologi ini matang, (China) akan mencapai titik di mana secara internal dalam pengambilan keputusan mereka, mereka akan memutuskan bahwa menggunakan kekuatan militer untuk konflik regional adalah sesuatu yang lebih dekat," kata pejabat itu yang berbicara dengan syarat anonim.
Namun, pejabat itu ragu jika Beijing akan melalukan agresi. Menurutnya, China tidak pernah berperang selama 40 tahun dan struktur komando militer dan gabungannya yang besar tidak memiliki pengalaman dalam konflik dunia nyata.
"Diperlukan beberapa saat bagi (PLA) untuk dapat bekerja bersama layanan-layanan (militer) ini," ujarnya.
Laporan intelijen Pentagon itu menambahkan China sedang mengembangkan pesawat pembom siluman jarak menengah dan panjang yang baru, yang mampu menyerang target regional dan global.
Pesawat-pesawat tersebut kemungkinan akan mencapai kemampuan operasional awal sekitar 2025.
Pejabat intelijen Pentagon tersebut menyatakan China menyimpan banyak rahasia pengembangan militernya dengan melakukan penelitian di kompleks bawah tanah, jauh dari mata satelit yang mengintip.
(mas)