Miliuner di Usia 23 Tahun, Miliarder pada Usia 35 Tahun

Selasa, 15 Januari 2019 - 09:26 WIB
Miliuner di Usia 23...
Miliuner di Usia 23 Tahun, Miliarder pada Usia 35 Tahun
A A A
PADA usia 35 tahun, pendiri dan CEO Spotify Daniel Ek bisa dianggap sangat sukses. Dia memiliki kekayaan senilai USD2,9 miliar. Sementara Spotify memiliki 170 juta pengguna aktif bulanan hingga Mei 2018.

Layanan streaming musik publik tersebut dilaporkan menghasilkan USD5 miliar. Ek sudah tidak asing dengan menghasilkan banyak uang pada usia dini. Faktanya, pria kelahiran Swedia ini menjadi miliuner pada usia 23 tahun, dua tahun sebelum aplikasi Spotify pertama diluncurkan.

Dia belajar sendiri menulis kode (coding ) pada awal masa remajanya dan sudah memulai bisnis pertamanya pada usia 14 tahun. Menurut Forbes, Ek mengikuti booming bisnis dotcom pada akhir 1990-an. Dia memiliki bisnis sampingan merancang dan menyediakan hosting situs web untuk perusahaan.

Sering kali Ek bekerja di laboratorium komputer sekolah menengahnya atau rumah keluarganya di pinggiran Kota Stockholm. Diawali dari mendesain website untuk teman-temannya, Ek sudah bisa meminta USD5.000 untuk perusahaan lokal hingga akhirnya tembus USD50.000 dalam sebulan.

Bahkan, orang tuanya tidak tahu tentang bisnisnya yang meng untungkan sampai mereka melihat semua video game dan gitar mahal yang dikumpulkan putra mereka. “Saya pikir tidak banyak anak berusia 13 tahun yang memiliki Fender Stratocaster tahun 1957 dalam kondisi asli dan hal-hal semacam itu. Tetapi, saya melakukannya,” katanya.

Dari situ, kemudian dia mengobrol dengan pendiri Napster, Sean Parker, yang kemudian menjadi investor Spotify. Keduanya sama-sama mengobrol dengan nama samaran. Tetapi, Parker memuji Ek akan Spotify. Lalu, mereka menghabiskan berjam-jam untuk chatting . Keduanya akhirnya bertemu pada 2009.

Meskipun Ek menghasilkan lebih banyak uang daripada ayahnya yang seorang mekanik saat dia berusia 16 tahun, bisnisnya di kamar tidur itu menurutnya semakin membosankan. Dia mulai merekrut Programme. Pada usia 18 tahun, dia mengelola tim yang terdiri dari 25 orang.

“Saya juga dipaksa memasukkan bisnis yang berkembang. Sebab, fakta bahwa otoritas pajak Swedia mulai mengajukan pertanyaan tentang dari mana semua uang itu berasal,” katanya. Pada satu titik, Pemerintah Swedia menghubungi Ek, lalu mengatakan bahwa Ek berutang pajak kepada pemerintah beberapa ratus ribu dolar.

Pada 2002, Ek lulus dari sekolah menengah dan mendaftarkan diri di Royal Institute of Technology Swedia untuk belajar teknik. Namun, dia meninggalkan kampus setelah hanya delapan minggu. Dia bekerja sama dengan beberapa perusahaan teknologi, termasuk situs e-commerce Swedia bernama Tradera yang kemudian dijual kepada eBay.

Dia juga menjabat sebagai chief technology officer untuk Stardoll, sebuah perusahaan game online yang berhubungan dengan fashion. Ek akhirnya mendirikan perusahaan pemasaran online sendiri bernama Advertigo, yang dia jual kepada perusahaan pemasaran digital Swedia, TradeDoubler, pada 2006 dengan harga sekitar USD1,25 juta. Usianya baru 23 tahun.

Ek awalnya ingin pensiun dini. Maka itu, dia mengambil rezeki nomplok, lalu membeli apartemen mewah di tengah Kota Stockholm dan Ferrari merah yang dia kendarai ke klub malam bersama temantemannya. Tetapi, ternyata gaya hidup seperti itu justru membuatnya tertekan. “Saya menyadari bahwa gadis-gadis yang saya temui bukanlah orang-orang yang sangat baik,” kata Ek.

“Mereka hanya memanfaatkan saya. Teman-teman saya pun bukan teman sejati. Mereka adalah orang-orang yang ada di sana untuk saat-saat yang menyenangkan, tetapi jika itu berubah menjadi buruk, mereka akan meninggalkan saya dalam sekejap,” bebernya.

Sementara mengumpulkan kekayaan kecil pada usia muda, pada 2014 Ek mengatakan, “Tidak ada yang mengajari Anda apa yang harus dilakukan setelah Anda mencapai kemandirian finansial.” Ek dengan cepat menyadari bahwa uang bukan masalah baginya selama dia mengerjakan sesuatu yang dia sukai.

“Saya mulai berpikir tentang apa yang benar-benar penting bagi saya. Saya menyadari bahwa ada dua hal dalam hidup saya yang selalu sangat mengesankan, yaitu musik dan teknologi,” katanya.

Dari situ, Ek bertekad membuat proyek besar berikutnya. Pada 2006, dia bekerja sama dengan Martin Lorentzon, pendiri Trade Doubler, membuat Spotify. Mereka menggunakan Napster sebagai inspirasi sambil berusaha menghindari masalah hukum seputar pembajakan dengan mengandalkan teknologi streaming dan mengamankan kesepakatan lisensi dengan perusahaan rekaman.

Layanan streaming resmi tersebut diluncurkan untuk pengguna Eropa pada Oktober 2008 setelah Ek menghabiskan lebih dari dua tahun mengembangkan layanan dan meyakinkan label rekaman dan artis untuk membuat Spotify mengalirkan musik mereka. Kesulitan dalam memperoleh lisensi internasional untuk musik berarti bahwa Spotify tidak dapat diluncurkan di AS hingga 2011.

Dari sana, Spotify terus meng hadapi berbagai hambatan untuk pertumbuhan, termasuk perselisihan dengan label rekaman besar dan saingan seperti Apple serta boikot dari musisi seperti Taylor Swift yang kritis terhadap berapa banyak uang yang dihasilkan streaming Spotify untuk artis rekaman.

Sekarang Spotify ada di mana-mana. Pengguna bulanannya mencapai hampir 160 juta, termasuk 71 juta pelanggan berbayar. Pendapatan perusahaan pada 2017 adalah USD5 miliar. Spotify sekarang bernilai puluhan miliar dolar dan Ek jauh lebih kaya.

Ke depan Spotify bersaing dengan raksasa teknologi saingan seperti Apple dan Amazon di bidang streaming musik. Tetapi, Spotify mengklaim memiliki 36% pelanggan streaming, jauh lebih banyak daripada pesaingnya. Beberapa analis percaya bahwa Spotify dapat menggandakan jumlah pelanggan premiumnya pada 2020.
(nfl,afs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1504 seconds (0.1#10.140)