Berusia 100 Tahun, Miliarder Tertua di Dunia Tetap Ngantor Setiap Hari
A
A
A
SINGAPURA - Tidak ada kata pensiun bagi pendiri perusahaan perkapalan Pacific International Lines (PIL), Chang Yun Chung. Meski berusia 100 tahun, miliarder tertua di dunia dengan kekayaan mencapai USD1,8 miliar (Rp26,1 triliun, kurs Rp14.500 per dolar AS) pada tahun ini tetap pergi ke kantor setiap hari.
Chung bekerja penuh dedikasi di PIL selama delapan dekade. Dengan bekal pengalaman mumpuni, dia tidak pernah berhenti berupaya untuk menjadikan PIL sebagai perusahaan perkapalan terbesar di Asia. Di usianya yang sudah senja, ambisinya itu bahkan tidak pernah padam dan masih tetap berkobar-kobar.
Jabatan tertinggi di perusahaan sudah diwariskan kepada putranya, Teo Siong Seng. Kendati demikian, Chung tetap memiliki pengaruh besar dalam sejumlah arah kebijakan perusahaan. Dia bahkan tidak mau kalah dengan anaknya dan 18.000 karyawannya yang begitu semangat pergi bekerja pada pagi hari.
“Ini sudah menjadi kebiasaan saya,” ujar Chung, dikutip cnbc.com. Dengan jabatan chairman emeritus, Chung memiliki segudang pekerjaan. Setiba di kantor pusat di Singapura, dia akan mengawasi sistem operasional dan memeriksa kinerja setiap departemen.
“Setiap hari, saya akan menuliskan aktivitas itu di buku,” ungkapnya.
Sebagai senior tertua di dunia perkapalan di Singapura, tak sedikit karyawan PIL yang berkonsultasi langsung dengan Chung. Mereka mendiskusikan berbagai hal, termasuk tantangan di lapangan. Chung sendiri mengaku gembira dapat berbagi dengan karyawannya dan memiliki hubungan baik sejak 1967.
“Hal itu juga membuat saya tidak betah berdiam diri di rumah karena di rumah tidak ada aktivitas apa pun sehingga cepat membosankan,” imbuh Chung.
Selain membina karyawan PIL yang belasan ribu orang itu, Chung juga memberikan beragam masukan kepada anaknya, Teo, selaku pemimpin perusahaan.
Teo mengaku bangga memiliki seorang ayah seperti Chung. Dia selalu berkonsultasi dengan ayahnya dua kali sehari, yakni pada pagi hari dan selepas makan siang.
“Saya memerlukan pendapat berbeda dan sekaligus menyerap banyak inspirasi dari gaya kepemimpinan ayah,” kata Teo.
Teo menambahkan, salah satu hal yang dia pelajari dari ayahnya ialah pengelolaan emosi sebab dunia perkapalan memiliki tekanan atmosfer kerja yang cenderung tinggi. Meski dunia kerjanya keras, Teo diminta ayahnya untuk tetap dapat berkepala dingin sehingga mampu memecahkan tantangan dengan bijak.
“Saat masih muda dulu, saya terkadang mudah marah sehingga terkesan sebagai pemimpin yang keras,” tutur Teo. “Namun, ayah mengajari saya ‘yi de fu ren’ yang berarti ‘kita ingin orang lain taat dan patuh kepada kita’, bukan karena otoritas, kekuasaan, atau kegarangan, tapi karena integritas dan kualitas,” tambahnya.
Prinsip yi de fu ren, aku Teo, sulit dilaksanakan. Namun, Chung meminta Teo untuk mempelajarinya secara bertahap dan perlahan. Dia mulai menerapkannya pada 2009. Saat itu Teo yang masih menjabat sebagai kepala operasional dituntut mampu membebaskan kapal dari pembajakan perompak di Afrika Timur.
“Saya memerlukan waktu 75 hari untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Di dunia perkapalan selalu terjadi hal-hal yang tidak terduga,” kata Teo.
“Pasalnya, kami tidak hanya mengalami isu teknis dan kecelakaan, tapi juga politik. Masalah seperti itu selalu mengguncang mental dan meledakkan emosi,” katanya.
Chung menasihati, kesabaran merupakan bagian dari terciptanya jalan menuju kesuksesan. Jika diri tidak terkendali, orang tidak dapat menggunakan akal sehat. Semuanya akan kacau balau, tidak dalam jangka pendek, tapi jangka panjang. “Saya sendiri tidak pernah marah. Jika marah, berarti kita kalah,” ujarnya.
Chung dinobatkan sebagai miliarder tertua di dunia setelah David Rockefeller, cucu terakhir bos minyak John D Rockefeller, meninggal dunia pada 2017 di usia 101 tahun. Gelar itu dia raih saat berusia 98 tahun. Tepat di belakangnya saat itu ialah bankir Aloysio de Andrade Faria, 98, dan investor Marcel Adams, 98.
Terlahir pada 1918, Chung yang juga dikenal dengan nama Teo Woon Tiong memulai karier di dunia perkapalan pada 1949. Imigran asal China lulusan Sekolah Datung Xiamen itu bekerja di berbagai perusahaan selama 18 tahun, termasuk perusahaan beken Tranpaac Shipping Enterprises Limited Hong Kong.
Di luar bisnisnya di PIL, informasi terkait Chung sangat terbatas. Namun, dia pernah mengungkap beberapa kunci rahasia menuju kesuksesan.
“Saya adalah pekerja keras dan sangat jujur terhadap setiap orang. Apa pun yang saya janjikan, saya akan selalu menepatinya. Itu merupakan prinsip hidup saya,” ungkapnya.
Chung mendirikan PIL pada 1967. Saat itu dia mengoperasikan bisnisnya dengan bermodalkan dua kapal kecil. Seiring dengan waktu, perusahaannya berkembang luas hingga memiliki 160 kapal pengangkut barang dan menjadi yang terbesar di Singapura. Pasarnya juga berkembang, mulai dari Asia hingga Afrika.
Kekayaan Chung juga dikabarkan naik dari USD1,7 miliar pada Maret 2017 menjadi USD1,9 miliar pada November 2018 sebelum turun menjadi USD1,8 miliar pada tahun ini. Data itu berdasarkan pantauan majalah Forbes. Dia dinobatkan sebagai orang terkaya ke-15 di Singapura pada 2018 dan ke-1.284 di dunia.
Chung bekerja penuh dedikasi di PIL selama delapan dekade. Dengan bekal pengalaman mumpuni, dia tidak pernah berhenti berupaya untuk menjadikan PIL sebagai perusahaan perkapalan terbesar di Asia. Di usianya yang sudah senja, ambisinya itu bahkan tidak pernah padam dan masih tetap berkobar-kobar.
Jabatan tertinggi di perusahaan sudah diwariskan kepada putranya, Teo Siong Seng. Kendati demikian, Chung tetap memiliki pengaruh besar dalam sejumlah arah kebijakan perusahaan. Dia bahkan tidak mau kalah dengan anaknya dan 18.000 karyawannya yang begitu semangat pergi bekerja pada pagi hari.
“Ini sudah menjadi kebiasaan saya,” ujar Chung, dikutip cnbc.com. Dengan jabatan chairman emeritus, Chung memiliki segudang pekerjaan. Setiba di kantor pusat di Singapura, dia akan mengawasi sistem operasional dan memeriksa kinerja setiap departemen.
“Setiap hari, saya akan menuliskan aktivitas itu di buku,” ungkapnya.
Sebagai senior tertua di dunia perkapalan di Singapura, tak sedikit karyawan PIL yang berkonsultasi langsung dengan Chung. Mereka mendiskusikan berbagai hal, termasuk tantangan di lapangan. Chung sendiri mengaku gembira dapat berbagi dengan karyawannya dan memiliki hubungan baik sejak 1967.
“Hal itu juga membuat saya tidak betah berdiam diri di rumah karena di rumah tidak ada aktivitas apa pun sehingga cepat membosankan,” imbuh Chung.
Selain membina karyawan PIL yang belasan ribu orang itu, Chung juga memberikan beragam masukan kepada anaknya, Teo, selaku pemimpin perusahaan.
Teo mengaku bangga memiliki seorang ayah seperti Chung. Dia selalu berkonsultasi dengan ayahnya dua kali sehari, yakni pada pagi hari dan selepas makan siang.
“Saya memerlukan pendapat berbeda dan sekaligus menyerap banyak inspirasi dari gaya kepemimpinan ayah,” kata Teo.
Teo menambahkan, salah satu hal yang dia pelajari dari ayahnya ialah pengelolaan emosi sebab dunia perkapalan memiliki tekanan atmosfer kerja yang cenderung tinggi. Meski dunia kerjanya keras, Teo diminta ayahnya untuk tetap dapat berkepala dingin sehingga mampu memecahkan tantangan dengan bijak.
“Saat masih muda dulu, saya terkadang mudah marah sehingga terkesan sebagai pemimpin yang keras,” tutur Teo. “Namun, ayah mengajari saya ‘yi de fu ren’ yang berarti ‘kita ingin orang lain taat dan patuh kepada kita’, bukan karena otoritas, kekuasaan, atau kegarangan, tapi karena integritas dan kualitas,” tambahnya.
Prinsip yi de fu ren, aku Teo, sulit dilaksanakan. Namun, Chung meminta Teo untuk mempelajarinya secara bertahap dan perlahan. Dia mulai menerapkannya pada 2009. Saat itu Teo yang masih menjabat sebagai kepala operasional dituntut mampu membebaskan kapal dari pembajakan perompak di Afrika Timur.
“Saya memerlukan waktu 75 hari untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Di dunia perkapalan selalu terjadi hal-hal yang tidak terduga,” kata Teo.
“Pasalnya, kami tidak hanya mengalami isu teknis dan kecelakaan, tapi juga politik. Masalah seperti itu selalu mengguncang mental dan meledakkan emosi,” katanya.
Chung menasihati, kesabaran merupakan bagian dari terciptanya jalan menuju kesuksesan. Jika diri tidak terkendali, orang tidak dapat menggunakan akal sehat. Semuanya akan kacau balau, tidak dalam jangka pendek, tapi jangka panjang. “Saya sendiri tidak pernah marah. Jika marah, berarti kita kalah,” ujarnya.
Chung dinobatkan sebagai miliarder tertua di dunia setelah David Rockefeller, cucu terakhir bos minyak John D Rockefeller, meninggal dunia pada 2017 di usia 101 tahun. Gelar itu dia raih saat berusia 98 tahun. Tepat di belakangnya saat itu ialah bankir Aloysio de Andrade Faria, 98, dan investor Marcel Adams, 98.
Terlahir pada 1918, Chung yang juga dikenal dengan nama Teo Woon Tiong memulai karier di dunia perkapalan pada 1949. Imigran asal China lulusan Sekolah Datung Xiamen itu bekerja di berbagai perusahaan selama 18 tahun, termasuk perusahaan beken Tranpaac Shipping Enterprises Limited Hong Kong.
Di luar bisnisnya di PIL, informasi terkait Chung sangat terbatas. Namun, dia pernah mengungkap beberapa kunci rahasia menuju kesuksesan.
“Saya adalah pekerja keras dan sangat jujur terhadap setiap orang. Apa pun yang saya janjikan, saya akan selalu menepatinya. Itu merupakan prinsip hidup saya,” ungkapnya.
Chung mendirikan PIL pada 1967. Saat itu dia mengoperasikan bisnisnya dengan bermodalkan dua kapal kecil. Seiring dengan waktu, perusahaannya berkembang luas hingga memiliki 160 kapal pengangkut barang dan menjadi yang terbesar di Singapura. Pasarnya juga berkembang, mulai dari Asia hingga Afrika.
Kekayaan Chung juga dikabarkan naik dari USD1,7 miliar pada Maret 2017 menjadi USD1,9 miliar pada November 2018 sebelum turun menjadi USD1,8 miliar pada tahun ini. Data itu berdasarkan pantauan majalah Forbes. Dia dinobatkan sebagai orang terkaya ke-15 di Singapura pada 2018 dan ke-1.284 di dunia.
(poe)