Di Forum Dunia, DPR RI Dorong Perlindungan HAM Pekerja Migran
Jum'at, 07 Desember 2018 - 13:22 WIB

Di Forum Dunia, DPR RI Dorong Perlindungan HAM Pekerja Migran
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mendorong perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi para pekerja migran. Seruan ini disampaikan dalam Pertemuan Parlemen Sedunia di Rabat, Maroko, 6-7 Desember 2018.
Seruan dari parlemen Indonesia disampaikan Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi’ Munawar yang hadir dalam forum tersebut. Forum internasional itu digelar dengan agenda pembahasan Global Compact on Migration (GCM).
Pertemuan tersebut digagas oleh Inter-Parliamentary Union (IPU) bekerja sama dengan Parlemen Kerajaan Maroko. GCM sendiri merupakan instrumen internasional terbaru yang akan menjadi acuan bagi negara-negara di dunia dalam memperbaiki manajemen migrasi, baik di tingkat nasional, regional, maupun global.
Rencananya, GCM akan disahkan pada 10-11 Desember mendatang di Marakesh.
"Indonesia memiliki kepentingan yang luar biasa besar dalam negosiasi GCM, terutama terkait pemenuhan hak-hak pekerja migran," kata Rofi' dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Jumat (7/12/2018).
"Sampai saat ini, permasalahan yang banyak dihadapi oleh pekerja migran kita adalah pelanggaran HAM, bukan hanya dalam konteks kekerasan fisik, tetapi banyak yang diperlakukan secara tidak adil. Itulah mengapa DPR RI dalam forum-forum antarparlemen selalu menyuarakan pentingnya kontrak kerja yang sah, adil, dan berimbang, baik bagi pekerja profesional maupun pekerja domestik,” lanjut Rofi’.
Rofi menambahkan, jangan sampai pekerja Indonesia menerima upah yang tidak layak, ataupun diberhentikan dari pekerjaannya tanpa ada konsekuensi yang jelas.
Dalam intervensinya, Rofi' menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai masukan selama proses negosiasi GCM. Di antaranya mengenai pentingnya mencegah kriminalisasi terhadap pekerja migran ilegal (undocumented migrant workers).
“Memang banyak pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pekerja migran asal Indonesia. Ini yang harus kita perbaiki. Tetapi, pemberi kerja yang memanfaatkan pekerja migran ilegal juga harus ditindak," katanya.
Tantangan terbesar bagi Indonesia adalah mendorong seluruh negara, baik yang menjadi negara asal, negara transit, maupun negara tujuan pekerja migran, untuk mengadopsi kebijakan yang sama, seperti yang diatur dalam GCM.
“Instrumen ini harus diadopsi secara universal. Kalau tidak, maka implementasinya tidak akan efektif,” imbuh Rofi’.
Sekadar diketahui, sejak Tahun 2017 DPR RI secara resmi telah menelurkan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk menggantikan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Seruan dari parlemen Indonesia disampaikan Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi’ Munawar yang hadir dalam forum tersebut. Forum internasional itu digelar dengan agenda pembahasan Global Compact on Migration (GCM).
Pertemuan tersebut digagas oleh Inter-Parliamentary Union (IPU) bekerja sama dengan Parlemen Kerajaan Maroko. GCM sendiri merupakan instrumen internasional terbaru yang akan menjadi acuan bagi negara-negara di dunia dalam memperbaiki manajemen migrasi, baik di tingkat nasional, regional, maupun global.
Rencananya, GCM akan disahkan pada 10-11 Desember mendatang di Marakesh.
"Indonesia memiliki kepentingan yang luar biasa besar dalam negosiasi GCM, terutama terkait pemenuhan hak-hak pekerja migran," kata Rofi' dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Jumat (7/12/2018).
"Sampai saat ini, permasalahan yang banyak dihadapi oleh pekerja migran kita adalah pelanggaran HAM, bukan hanya dalam konteks kekerasan fisik, tetapi banyak yang diperlakukan secara tidak adil. Itulah mengapa DPR RI dalam forum-forum antarparlemen selalu menyuarakan pentingnya kontrak kerja yang sah, adil, dan berimbang, baik bagi pekerja profesional maupun pekerja domestik,” lanjut Rofi’.
Rofi menambahkan, jangan sampai pekerja Indonesia menerima upah yang tidak layak, ataupun diberhentikan dari pekerjaannya tanpa ada konsekuensi yang jelas.
Dalam intervensinya, Rofi' menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai masukan selama proses negosiasi GCM. Di antaranya mengenai pentingnya mencegah kriminalisasi terhadap pekerja migran ilegal (undocumented migrant workers).
“Memang banyak pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pekerja migran asal Indonesia. Ini yang harus kita perbaiki. Tetapi, pemberi kerja yang memanfaatkan pekerja migran ilegal juga harus ditindak," katanya.
Tantangan terbesar bagi Indonesia adalah mendorong seluruh negara, baik yang menjadi negara asal, negara transit, maupun negara tujuan pekerja migran, untuk mengadopsi kebijakan yang sama, seperti yang diatur dalam GCM.
“Instrumen ini harus diadopsi secara universal. Kalau tidak, maka implementasinya tidak akan efektif,” imbuh Rofi’.
Sekadar diketahui, sejak Tahun 2017 DPR RI secara resmi telah menelurkan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk menggantikan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
(mas)