Para Anggota DPR Sri Lanka Berkelahi, Lempar Sambal dan Bawa Pisau
A
A
A
KOLOMBO - Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sri Lanka dilanda kekacauan pada hari Jumat (16/11/2018) atau hari kedua usai dibekukan Presiden Maithripala Sirisena. Para anggota dari kedua kubu berkelahi dengan melempar sambal dan membawa senjata pisau.
Krisis politik di negara itu dimulai pada akhir Oktober, ketika Presiden Sirisena tiba-tiba mengganti Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dengan Mahinda Rajapaksa. Presiden kemudian membekukan parlemen dan menyerukan pemilu dini pada bulan Januari.
Perkelahian pecah di antara para anggota parlemen pro-Rajapaksa dengan para anggota parlemen pro-Wickremesinghe.
Selama perkelahian, para pendukung Rajapaksa dari Partai Aliansi Rakyat melemparkan kursi, buku kepada petugas polisi. Pendukung Rajapaksa juga melemparkan sambal ke anggota parlemen kubu lawan, yang menyebabkan setidaknya satu politisi dan beberapa polisi terluka.
Palitha Thewarapperuma, anggota parlemen dari Partai Persatuan Nasional (partai pendukung Wickremesinghe) terlihat memegang pisau ketika perkelahian terjadi. Tindakan itu memicu emosi para pendukung Rajapaksa.
Lebih dari 20 petugas polisi berusaha mengatasi pergumulan para politisi ketika Rajapaksa memantau kekacauan dari kursinya.
Perkelahian terjadi saat parlemen melakukan voting untuk gerakan mosi tak percaya kedua kepada pemerintah Presiden Sirisena. Voting tetap berjalan dan kemungkinan membuka jalan bagi kembalinya Ranil Wickremesinghe sebagai perdana menteri.
"Kami memiliki mayoritas," kata Wickremesinghe kepada wartawan. "Kami dapat membentuk pemerintahan kami dan kami akan bertindak," ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Presiden Sirisena kini dihadapkan pada pilihan untuk mengangkat kembali orang yang dia singkirkan beberapa minggu yang lalu, atau membiarkan krisis berlanjut dengan konsekuensi yang berpotensi merusak perekonomian Sri Lanka.
Para pendukung Rajapaksa menyerbu ke lantai parlemen, mengepung kursi ketua parlemen, dan menuntut penangkapan dua anggota parlemen dari partai pendukung Wickremesinghe karena membawa pisau ke kantor parlemen sejak hari Kamis.
Seorang anggota parlemen dari Partai Sri Lanka Podujana Peremuna pro-Rajapaksa duduk di kursi Ketua Parlemen Karu Jayasuriya (dari Partai Persatuan Nasional) yang dikelilingi oleh lebih dari 20 anggota parlemen, menunda dimulainya sidang. Para pendukung Rajapaksa kemudian mencoba mencegah Jayasuriya duduk di kursi kedua yang dibawa oleh polisi.
Ketika Jayasuriya mulai memanggil nama untuk mengetahui siapa yang didukung anggota parlemen, para pendukung Rajapaksa melemparkan buku-buku dan sambal kepadanya.
Gerakan mosi tidak percaya pertama terhadap Rajapaksa dan pemerintahannya terjadi hari Rabu dengan dukungan 122 dari 225 anggota parlemen. Presiden Sirisena tidak menerima hasil itu, menyerukan pemungutan suara kedua.
Sirisena membubarkan parlemen pekan lalu dan memerintahkan pemilu dini untuk memecahkan kebuntuan. Tetapi Mahkamah Agung memerintahkan penangguhan keputusan presiden pada hari Selasa lalu karena dianggap sebagai langkah inkonstitusional.
Sumber-sumber yang dekat dengan kubu pemerintah mengatakan bahwa keputusan Sirisena untuk memecat Wickremesinghe datang setelah partai perdana menteri menolak permintaan presiden untuk mendukungnya untuk masa jabatan lima tahun kedua dalam presidensi 2020. Mereka juga telah terbelah apakah akan mendukung investor China atau India dalam berbagai proyek.
Krisis politik di negara itu dimulai pada akhir Oktober, ketika Presiden Sirisena tiba-tiba mengganti Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dengan Mahinda Rajapaksa. Presiden kemudian membekukan parlemen dan menyerukan pemilu dini pada bulan Januari.
Perkelahian pecah di antara para anggota parlemen pro-Rajapaksa dengan para anggota parlemen pro-Wickremesinghe.
Selama perkelahian, para pendukung Rajapaksa dari Partai Aliansi Rakyat melemparkan kursi, buku kepada petugas polisi. Pendukung Rajapaksa juga melemparkan sambal ke anggota parlemen kubu lawan, yang menyebabkan setidaknya satu politisi dan beberapa polisi terluka.
Palitha Thewarapperuma, anggota parlemen dari Partai Persatuan Nasional (partai pendukung Wickremesinghe) terlihat memegang pisau ketika perkelahian terjadi. Tindakan itu memicu emosi para pendukung Rajapaksa.
Lebih dari 20 petugas polisi berusaha mengatasi pergumulan para politisi ketika Rajapaksa memantau kekacauan dari kursinya.
Perkelahian terjadi saat parlemen melakukan voting untuk gerakan mosi tak percaya kedua kepada pemerintah Presiden Sirisena. Voting tetap berjalan dan kemungkinan membuka jalan bagi kembalinya Ranil Wickremesinghe sebagai perdana menteri.
"Kami memiliki mayoritas," kata Wickremesinghe kepada wartawan. "Kami dapat membentuk pemerintahan kami dan kami akan bertindak," ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Presiden Sirisena kini dihadapkan pada pilihan untuk mengangkat kembali orang yang dia singkirkan beberapa minggu yang lalu, atau membiarkan krisis berlanjut dengan konsekuensi yang berpotensi merusak perekonomian Sri Lanka.
Para pendukung Rajapaksa menyerbu ke lantai parlemen, mengepung kursi ketua parlemen, dan menuntut penangkapan dua anggota parlemen dari partai pendukung Wickremesinghe karena membawa pisau ke kantor parlemen sejak hari Kamis.
Seorang anggota parlemen dari Partai Sri Lanka Podujana Peremuna pro-Rajapaksa duduk di kursi Ketua Parlemen Karu Jayasuriya (dari Partai Persatuan Nasional) yang dikelilingi oleh lebih dari 20 anggota parlemen, menunda dimulainya sidang. Para pendukung Rajapaksa kemudian mencoba mencegah Jayasuriya duduk di kursi kedua yang dibawa oleh polisi.
Ketika Jayasuriya mulai memanggil nama untuk mengetahui siapa yang didukung anggota parlemen, para pendukung Rajapaksa melemparkan buku-buku dan sambal kepadanya.
Gerakan mosi tidak percaya pertama terhadap Rajapaksa dan pemerintahannya terjadi hari Rabu dengan dukungan 122 dari 225 anggota parlemen. Presiden Sirisena tidak menerima hasil itu, menyerukan pemungutan suara kedua.
Sirisena membubarkan parlemen pekan lalu dan memerintahkan pemilu dini untuk memecahkan kebuntuan. Tetapi Mahkamah Agung memerintahkan penangguhan keputusan presiden pada hari Selasa lalu karena dianggap sebagai langkah inkonstitusional.
Sumber-sumber yang dekat dengan kubu pemerintah mengatakan bahwa keputusan Sirisena untuk memecat Wickremesinghe datang setelah partai perdana menteri menolak permintaan presiden untuk mendukungnya untuk masa jabatan lima tahun kedua dalam presidensi 2020. Mereka juga telah terbelah apakah akan mendukung investor China atau India dalam berbagai proyek.
(mas)