Menlu Iran Tuduh Mossad Israel Sabotase Kesepakatan Nuklir
A
A
A
TEHERAN - Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Israel dan badan intelijennya, Mossad, menyabotase kesepakatan nuklir yang dicapai Teheran dengan enam kekuatan dunia pada tahun 2015.
Zarif melalui Twitter menyinggung berita pada bulan April lalu soal Mossad yang mencuri berkas program senjata nuklir Iran di sebuah fasilitas rahasia.
Tak lama setelah berita itu keluar, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa Amerika keluar dari perjanjian nuklir Iran yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 tersebut. Usai keluar dari JCPOA, Washington memberlakukan kembali sanksinya terhadap Teheran.
Zarif lebih lanjut mencatat klaim Mossad telah menggagalkan "plot bom Iran" di Prancis dibuat pada hari yang sama ketika Presiden Hassan Rouhani mengunjungi dua negara Eropa pada bulan Juni lalu.
Dia juga mencermati klaim badan intelijen Israel itu bahwa mereka menggagalkan plot pembunuhan terhadap para pembangkang Iran di Denmark pada hari yang sama ketika Uni Eropa bersiap mengumumkan mekanisme kebijakan terhadap Teheran setelah AS memberlakukan kembali sanksinya terhadap Teheran.
"Serangkaian kebetulan yang luar biasa. Atau, kronologi sederhana dari program Mossad untuk membunuh JCPOA?," tulis Zarif di Twitter, tanp merinci penjelasannya lebih lanjut.
Pada hari Selasa, Layanan Keamanan dan Intelijen Denmark mengungkap sebuah rencana Teheran untuk membunuh tiga anggota oposisi Iran yang tinggal di negara Skandinavia tersebut.
Sehari kemudian, para pejabat Israel mengatakan Mossad memberi tahu rekan-rekan intelijen Denmark tentang rencana Teheran itu, yang menyebabkan penangkapan warga negara Norwegia asal Iran yang dicurigai sebagai memata-matai rezim Teheran.
Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen mengecam plot pembunuhan tersebut. "Benar-benar tidak dapat diterima," katanya. Kementerian Luar Negeri Denmark, seperti dikutip Reuters, Jumat (2/11/2018), telah memanggil pulang duta besarnya untuk ke Teheran terkait masalah tersebut.
Iran bergegas menolak tuduhan itu. Zarif mengklaim tuduhan itu bagian dari operasi "bendera palsu" yang dipimpin Israel untuk merusak posisi Republik Islam di panggung global.
Zarif melalui Twitter menyinggung berita pada bulan April lalu soal Mossad yang mencuri berkas program senjata nuklir Iran di sebuah fasilitas rahasia.
Tak lama setelah berita itu keluar, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa Amerika keluar dari perjanjian nuklir Iran yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 tersebut. Usai keluar dari JCPOA, Washington memberlakukan kembali sanksinya terhadap Teheran.
Zarif lebih lanjut mencatat klaim Mossad telah menggagalkan "plot bom Iran" di Prancis dibuat pada hari yang sama ketika Presiden Hassan Rouhani mengunjungi dua negara Eropa pada bulan Juni lalu.
Dia juga mencermati klaim badan intelijen Israel itu bahwa mereka menggagalkan plot pembunuhan terhadap para pembangkang Iran di Denmark pada hari yang sama ketika Uni Eropa bersiap mengumumkan mekanisme kebijakan terhadap Teheran setelah AS memberlakukan kembali sanksinya terhadap Teheran.
"Serangkaian kebetulan yang luar biasa. Atau, kronologi sederhana dari program Mossad untuk membunuh JCPOA?," tulis Zarif di Twitter, tanp merinci penjelasannya lebih lanjut.
Pada hari Selasa, Layanan Keamanan dan Intelijen Denmark mengungkap sebuah rencana Teheran untuk membunuh tiga anggota oposisi Iran yang tinggal di negara Skandinavia tersebut.
Sehari kemudian, para pejabat Israel mengatakan Mossad memberi tahu rekan-rekan intelijen Denmark tentang rencana Teheran itu, yang menyebabkan penangkapan warga negara Norwegia asal Iran yang dicurigai sebagai memata-matai rezim Teheran.
Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen mengecam plot pembunuhan tersebut. "Benar-benar tidak dapat diterima," katanya. Kementerian Luar Negeri Denmark, seperti dikutip Reuters, Jumat (2/11/2018), telah memanggil pulang duta besarnya untuk ke Teheran terkait masalah tersebut.
Iran bergegas menolak tuduhan itu. Zarif mengklaim tuduhan itu bagian dari operasi "bendera palsu" yang dipimpin Israel untuk merusak posisi Republik Islam di panggung global.
(mas)