Jika Tak Tembak Jet Tempur Israel, S-300 Suriah Tak Diincar
A
A
A
TEL AVIV - Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak memiliki rencana untuk menargetkan sistem pertahanan rudal S-300 buatan Rusia di Suriah jika tentara Damaskus tak menggunakannya untuk menembak jatuh jet tempur Tel Aviv.
Komentar itu disampaikan mantan wakil kepala staf dan mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Jenderal Uzi Dayan, dalam sebuah wawancara dengan Sputnik.
"Saya sangat berharap bahwa Suriah tidak akan menyalahgunakan rudal-rudal ini (S-300), karena jika Suriah mencoba untuk mencegat pesawat atau jet tempur Israel, kita harus menanggapi," ujarnya.
"Itu sudah terjadi dan itu tidak akan berbeda. Bahkan jika S-300 terlibat, kami tidak akan memulai serangan terhadap senjata-senjata ini, tetapi pada saat yang sama, senjata-senjata ini tidak memiliki kekebalan," paparnya, yang dilansir Selasa (30/10/2018).
"Kami sangat berharap koordinasi antara Israel dan Rusia akan berlanjut. Kami berharap bahwa Warga Suriah tidak akan membuat kesalahan konyol seperti yang dilakukan dengan Ilyushin (pesawat Il-20 Moskow)," kata Dayan.
Pesawat Il-20 secara tak sengaja ditembak jatuh sistem rudal S-200 Suriah pada 17 September lalu saat sistem itu merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel di Latakia, Suriah. Rusia menyalahkan Israel dalam insiden yang menewaskan 15 tentara Moskow tersebut.
Dayan menganggap keputusan Rusia untuk mengirim sistem S-300 ke Suriah setelah insiden Il-20 tidak tepat.
Pada 2 Oktober, Moskow menyelesaikan pengiriman sistem pertahanan rudal S-300 ke Damaskus dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasukan Rusia yang dikerahkan di negara Timur Tengah tersebut.
Berbicara tentang kemungkinan konfrontasi IDF dengan Iran, Dayan mengatakan kepada Sputnik bahwa Israel akan mempertimbangkan untuk menjadikan TehEran sebagai pilihan terakhir.
"Jika Iran terus membangun pos terdepan di Suriah, Israel tidak akan bisa menerimanya. Saya tidak berpikir itu akan mengarah ke bentrokan yang lebih besar," katanya.
"Jika Iran terus berusaha untuk mencapai kemampuan nuklir, kami berpikir bahwa Iran harus dihentikan. Lebih baik melakukannya dengan sanksi, upaya diplomatik, memboikot minyak Iran. Kita harus terus menekan Iran," paparnya.
"Bisakah Israel menghentikan Iran? Jawabannya adalah 'Ya', tetapi kami ingin menggunakan (militer) hanya sebagai pilihan terakhir. Iran dapat dihalangi tetapi Anda tidak menghalangi sebuah negara seperti Iran dengan 'senjata kosong'," imbuh Dayan.
Menurut Dayan, Israel tidak mendukung perjanjian nuklir Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Alasannya, karena perjanjian tersebut hanya "membekukan situasi" dan tidak membawa Iran mundur dari ambisinya untuk memperoleh senjata nuklir.
Dayan juga menyebut kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tentang Iran sudah benar. Seperti diketahui, Trump menarik AS keluar dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran yang sempat dicabut.
Komentar itu disampaikan mantan wakil kepala staf dan mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Jenderal Uzi Dayan, dalam sebuah wawancara dengan Sputnik.
"Saya sangat berharap bahwa Suriah tidak akan menyalahgunakan rudal-rudal ini (S-300), karena jika Suriah mencoba untuk mencegat pesawat atau jet tempur Israel, kita harus menanggapi," ujarnya.
"Itu sudah terjadi dan itu tidak akan berbeda. Bahkan jika S-300 terlibat, kami tidak akan memulai serangan terhadap senjata-senjata ini, tetapi pada saat yang sama, senjata-senjata ini tidak memiliki kekebalan," paparnya, yang dilansir Selasa (30/10/2018).
"Kami sangat berharap koordinasi antara Israel dan Rusia akan berlanjut. Kami berharap bahwa Warga Suriah tidak akan membuat kesalahan konyol seperti yang dilakukan dengan Ilyushin (pesawat Il-20 Moskow)," kata Dayan.
Pesawat Il-20 secara tak sengaja ditembak jatuh sistem rudal S-200 Suriah pada 17 September lalu saat sistem itu merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel di Latakia, Suriah. Rusia menyalahkan Israel dalam insiden yang menewaskan 15 tentara Moskow tersebut.
Dayan menganggap keputusan Rusia untuk mengirim sistem S-300 ke Suriah setelah insiden Il-20 tidak tepat.
Pada 2 Oktober, Moskow menyelesaikan pengiriman sistem pertahanan rudal S-300 ke Damaskus dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasukan Rusia yang dikerahkan di negara Timur Tengah tersebut.
Berbicara tentang kemungkinan konfrontasi IDF dengan Iran, Dayan mengatakan kepada Sputnik bahwa Israel akan mempertimbangkan untuk menjadikan TehEran sebagai pilihan terakhir.
"Jika Iran terus membangun pos terdepan di Suriah, Israel tidak akan bisa menerimanya. Saya tidak berpikir itu akan mengarah ke bentrokan yang lebih besar," katanya.
"Jika Iran terus berusaha untuk mencapai kemampuan nuklir, kami berpikir bahwa Iran harus dihentikan. Lebih baik melakukannya dengan sanksi, upaya diplomatik, memboikot minyak Iran. Kita harus terus menekan Iran," paparnya.
"Bisakah Israel menghentikan Iran? Jawabannya adalah 'Ya', tetapi kami ingin menggunakan (militer) hanya sebagai pilihan terakhir. Iran dapat dihalangi tetapi Anda tidak menghalangi sebuah negara seperti Iran dengan 'senjata kosong'," imbuh Dayan.
Menurut Dayan, Israel tidak mendukung perjanjian nuklir Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Alasannya, karena perjanjian tersebut hanya "membekukan situasi" dan tidak membawa Iran mundur dari ambisinya untuk memperoleh senjata nuklir.
Dayan juga menyebut kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tentang Iran sudah benar. Seperti diketahui, Trump menarik AS keluar dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran yang sempat dicabut.
(mas)