Takut Tak Cukup Lawan Musuh, China Ingin Senjata Nuklirnya Banyak
A
A
A
BEIJING - Sebuah laporan baru yang dirilis Carnegie-Tsinghua Center for Global Policy menunjukkan bahwa China sedang berupaya membangun persenjataan nuklirnya. Menurut laporan itu, Beijing takut stok senjata nuklirnya tak cukup untuk melawan musuh asing.
Tong Zhao, seorang peneliti di lembaga itu, mengindikasikan Beijing menginginkan lebih banyak kapal selam bersenjata nuklir.
"Senjata nuklir yang lebih banyak dan lebih baik untuk menunjukkan bahwa (negara) ini masih bisa menyerang balik jika diserang," katanya.
"Ketakutan mereka terutama karena tantangan baru dari teknologi non-nuklir yang muncul, seperti pertahanan rudal dan senjata tempur presisi konvensional," lanjut Zhao.
"Para ahli Cina khawatir senjata konvensional negara lain sekarang cukup canggih untuk membahayakan senjata nuklir China, jika negara lain menyerang lebih dulu," imbuh Zhao.
Keprihatinan yang ditunjukkan oleh Zhao muncul setelah beberapa peneliti Amerika Serikat mencatat bahwa AS memiliki potensi teknologi untuk dengan mudah melenyapkan China atau bahkan Rusia jika Washington memutuskan ingin melakukannya.
"Mengingat penelitian semacam itu, Beijing semakin tidak nyaman dan ingin membuat kekuatan nuklirnya lebih kuat, lebih beragam dan lebih berteknologi tinggi," lanjut laporan Zhao yang dilansir Sputnik, Jumat (26/10/2018).
Adapun berapa banyak kapal selam nuklir China yang ingin ada di armadanya, tidak jelas. Meski demikian, menuru laporan Zhao, aturan praktisnya adalah memiliki empat unit, sehingga salah satunya dapat dapat disebarkan setiap saat ketika yang lainnya sedang menjalani perawatan rutin.
Jika China ingin memiliki setidaknya dua unit di laut, total delapan kapal selam harus dibangun berdasarkan aturan itu.
Dengan sekitar 186 hulu ledak nuklir berbasis darat yang sudah ada di gudang senjata China, proses pembuatan kapal selam nuklir tidak akan sesederhana seperti mendaur ulang hulu ledak yang sudah dimilikinya.
"Ini karena rudal-rudal berbasis darat masih merupakan komponen terpenting dari penangkal nuklir China," papar Zhao.
Lembaga itu merilis laporannya pada hari yang sama ketika Presiden AS Donald Trump bersumpah untuk membangun persenjataan nuklirnya. "Kami memiliki lebih banyak uang daripada orang lain, sejauh ini. Kami akan membangunnya," kata Trump.
Pernyataan Trump dibuat setelah dia menuduh Rusia melanggar perjanjian senjata nuklir bernama Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) tahun 1987. Perjanjian ini dibuat untuk melenyapkan rudal nuklir dan konvensional dengan jarak jangkauan antara 500 kilometer hingga 5.000 kilometer.
Moskow telah berulang kali membantah melakukan pelanggaran semacam itu.
"Ini ancaman bagi siapa pun yang Anda inginkan," kata Trump. "Dan itu termasuk China, dan itu termasuk Rusia, dan itu termasuk orang lain yang ingin memainkan permainan itu. Anda tidak bisa melakukan itu. Anda tidak bisa memainkan permainan itu itu dengan saya."
Menurut laporan "SIPRI Yearbook 2018: Armaments, Disarmament and International Security", China memiliki 280 hulu ledak nuklir, jumlah yang cukup rendah jika dibandingkan dengan kepemilikan Amerika Serikat yang mencapai 6.450 hulu ledak dan Rusia, yang memiliki sekitar 6.850 hulu ledak nuklir.
Tong Zhao, seorang peneliti di lembaga itu, mengindikasikan Beijing menginginkan lebih banyak kapal selam bersenjata nuklir.
"Senjata nuklir yang lebih banyak dan lebih baik untuk menunjukkan bahwa (negara) ini masih bisa menyerang balik jika diserang," katanya.
"Ketakutan mereka terutama karena tantangan baru dari teknologi non-nuklir yang muncul, seperti pertahanan rudal dan senjata tempur presisi konvensional," lanjut Zhao.
"Para ahli Cina khawatir senjata konvensional negara lain sekarang cukup canggih untuk membahayakan senjata nuklir China, jika negara lain menyerang lebih dulu," imbuh Zhao.
Keprihatinan yang ditunjukkan oleh Zhao muncul setelah beberapa peneliti Amerika Serikat mencatat bahwa AS memiliki potensi teknologi untuk dengan mudah melenyapkan China atau bahkan Rusia jika Washington memutuskan ingin melakukannya.
"Mengingat penelitian semacam itu, Beijing semakin tidak nyaman dan ingin membuat kekuatan nuklirnya lebih kuat, lebih beragam dan lebih berteknologi tinggi," lanjut laporan Zhao yang dilansir Sputnik, Jumat (26/10/2018).
Adapun berapa banyak kapal selam nuklir China yang ingin ada di armadanya, tidak jelas. Meski demikian, menuru laporan Zhao, aturan praktisnya adalah memiliki empat unit, sehingga salah satunya dapat dapat disebarkan setiap saat ketika yang lainnya sedang menjalani perawatan rutin.
Jika China ingin memiliki setidaknya dua unit di laut, total delapan kapal selam harus dibangun berdasarkan aturan itu.
Dengan sekitar 186 hulu ledak nuklir berbasis darat yang sudah ada di gudang senjata China, proses pembuatan kapal selam nuklir tidak akan sesederhana seperti mendaur ulang hulu ledak yang sudah dimilikinya.
"Ini karena rudal-rudal berbasis darat masih merupakan komponen terpenting dari penangkal nuklir China," papar Zhao.
Lembaga itu merilis laporannya pada hari yang sama ketika Presiden AS Donald Trump bersumpah untuk membangun persenjataan nuklirnya. "Kami memiliki lebih banyak uang daripada orang lain, sejauh ini. Kami akan membangunnya," kata Trump.
Pernyataan Trump dibuat setelah dia menuduh Rusia melanggar perjanjian senjata nuklir bernama Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) tahun 1987. Perjanjian ini dibuat untuk melenyapkan rudal nuklir dan konvensional dengan jarak jangkauan antara 500 kilometer hingga 5.000 kilometer.
Moskow telah berulang kali membantah melakukan pelanggaran semacam itu.
"Ini ancaman bagi siapa pun yang Anda inginkan," kata Trump. "Dan itu termasuk China, dan itu termasuk Rusia, dan itu termasuk orang lain yang ingin memainkan permainan itu. Anda tidak bisa melakukan itu. Anda tidak bisa memainkan permainan itu itu dengan saya."
Menurut laporan "SIPRI Yearbook 2018: Armaments, Disarmament and International Security", China memiliki 280 hulu ledak nuklir, jumlah yang cukup rendah jika dibandingkan dengan kepemilikan Amerika Serikat yang mencapai 6.450 hulu ledak dan Rusia, yang memiliki sekitar 6.850 hulu ledak nuklir.
(mas)