AS Tuan Rumah Pertemuan Menteri-menteri NATO Arab
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menghidupkan kembali gagasan era Obama yaitu aliansi anti Iran negara-negara Teluk yang dikenal sebagai Aliansi Strategis Timur Tengah pada 2017. Aliansi ini dibentuk dalam upaya untuk menghentikan apa yang Washington dan sekutunya sebut sebagai "kegiatan memfitnah" Teheran di kawasan itu.
Departemen Luar Negeri merilis pernyataan singkat yang menegaskan bahwa Menteri Luar Negeri Mike Pompeo telah menjadi tuan rumah pertemuan menteri-menteri luar negeri yang berasal dari Bahrain, Mesir, Yordania, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di sela-sela Sidang Umum PBB yang sedang berlangsung di New York City untuk mendorong maju dengan proyek tersebut.
"Semua peserta sepakat tentang perlunya untuk menghadapi ancaman dari Iran yang diarahkan ke wilayah itu dan Amerika Serikat," bunyi pernyataan itu.
"Menteri Luar Negeri Pompeo dan para menteri luar negeri mengadakan diskusi yang produktif mengenai pembentukan Aliansi Strategis Timur Tengah, yang disatukan oleh GC (Dewan Kerja Sama Teluk) untuk memajukan kesejahteraan, keamanan dan stabilitas di kawasan itu," tambah pernyataan itu seperti disitir dari Sputnik, Sabtu (29/9/2018).
Menurut Departemen Luar Negeri AS, para menteri juga membahas kebutuhan untuk mengalahkan ISIS dan kelompok teror lainnya, membawa perdamaian dan stabilitas ke Suriah dan Yaman, serta menciptakan Irak yang berkembang dan inklusif.
Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan negosiasi mengenai aliansi anti-Iran ini baru akan berlanjut dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.
Bulan lalu, perusahaan riset intelijen yang berbasis di AS, Soufan Group, yang didirikan oleh mantan agen FBI Libanon, Ali Soufan, merilis sebuah laporan yang menyimpulkan bahwa aliansi militer NATO di Timur Tengah sangat tidak mungkin, mengingat kurangnya persatuan di antara Negara-negara Teluk.
"Negara-negara Teluk bukan blok yang stabil dan terpadu, melainkan sekelompok tetangga yang gelisah dengan sejarah intrik dan intrik terhadap satu sama lain," kata laporan itu.
Juga bulan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengisyaratkan bahwa Israel dapat bergabung dengan koalisi anti-Iran baru jika Teheran akan memblokir Selat Bab-al-Mandeb di lepas pantai barat Yaman, yang berfungsi sebagai pintu masuk selatan ke Laut Merah.
Negara-negara Teluk telah terperangkap dalam pertikaian diplomatik sejak pertengahan 2017, ketika Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain tiba-tiba memutus hubungan diplomatik dengan Qatar, menuduh negara itu mendukung terorisme dan mencampuri urusan dalam negeri mereka. Doha membantah tuduhan itu. Upaya Kuwait dan AS untuk menengahi pertikaian telah gagal.
Ketegangan antara Negara-negara Teluk dan Iran, yang telah lama dianggap sebagai musuh satu sama lain, meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena perang di Suriah dan Yaman. Di Suriah, Iran dan kelompok militan Lebanon, sekutu-sekutu Hezbollah telah memberikan bantuan kepada Damaskus terhadap koleksi militan jihad yang disponsori oleh negara-negara Teluk.Di Yaman, sebuah koalisi negara-negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi telah berperang melawan kaum Houthi, sebuah kelompok milisi yang mempunyai ikatan ideologis dengan Iran yang menggulingkan presiden negara itu pada tahun 2015. Riyadh dan sekutunya telah menuduh Iran memberikan bantuan militer kepada Houthi. Tuduhan yang dibantah Teheran, menunjuk blokade di sekitar Yaman. Negara-negara Teluk, AS dan Israel juga menuduh Iran berusaha untuk mendapatkan pengaruh di Irak.
Departemen Luar Negeri merilis pernyataan singkat yang menegaskan bahwa Menteri Luar Negeri Mike Pompeo telah menjadi tuan rumah pertemuan menteri-menteri luar negeri yang berasal dari Bahrain, Mesir, Yordania, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di sela-sela Sidang Umum PBB yang sedang berlangsung di New York City untuk mendorong maju dengan proyek tersebut.
"Semua peserta sepakat tentang perlunya untuk menghadapi ancaman dari Iran yang diarahkan ke wilayah itu dan Amerika Serikat," bunyi pernyataan itu.
"Menteri Luar Negeri Pompeo dan para menteri luar negeri mengadakan diskusi yang produktif mengenai pembentukan Aliansi Strategis Timur Tengah, yang disatukan oleh GC (Dewan Kerja Sama Teluk) untuk memajukan kesejahteraan, keamanan dan stabilitas di kawasan itu," tambah pernyataan itu seperti disitir dari Sputnik, Sabtu (29/9/2018).
Menurut Departemen Luar Negeri AS, para menteri juga membahas kebutuhan untuk mengalahkan ISIS dan kelompok teror lainnya, membawa perdamaian dan stabilitas ke Suriah dan Yaman, serta menciptakan Irak yang berkembang dan inklusif.
Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan negosiasi mengenai aliansi anti-Iran ini baru akan berlanjut dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.
Bulan lalu, perusahaan riset intelijen yang berbasis di AS, Soufan Group, yang didirikan oleh mantan agen FBI Libanon, Ali Soufan, merilis sebuah laporan yang menyimpulkan bahwa aliansi militer NATO di Timur Tengah sangat tidak mungkin, mengingat kurangnya persatuan di antara Negara-negara Teluk.
"Negara-negara Teluk bukan blok yang stabil dan terpadu, melainkan sekelompok tetangga yang gelisah dengan sejarah intrik dan intrik terhadap satu sama lain," kata laporan itu.
Juga bulan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengisyaratkan bahwa Israel dapat bergabung dengan koalisi anti-Iran baru jika Teheran akan memblokir Selat Bab-al-Mandeb di lepas pantai barat Yaman, yang berfungsi sebagai pintu masuk selatan ke Laut Merah.
Negara-negara Teluk telah terperangkap dalam pertikaian diplomatik sejak pertengahan 2017, ketika Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain tiba-tiba memutus hubungan diplomatik dengan Qatar, menuduh negara itu mendukung terorisme dan mencampuri urusan dalam negeri mereka. Doha membantah tuduhan itu. Upaya Kuwait dan AS untuk menengahi pertikaian telah gagal.
Ketegangan antara Negara-negara Teluk dan Iran, yang telah lama dianggap sebagai musuh satu sama lain, meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena perang di Suriah dan Yaman. Di Suriah, Iran dan kelompok militan Lebanon, sekutu-sekutu Hezbollah telah memberikan bantuan kepada Damaskus terhadap koleksi militan jihad yang disponsori oleh negara-negara Teluk.Di Yaman, sebuah koalisi negara-negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi telah berperang melawan kaum Houthi, sebuah kelompok milisi yang mempunyai ikatan ideologis dengan Iran yang menggulingkan presiden negara itu pada tahun 2015. Riyadh dan sekutunya telah menuduh Iran memberikan bantuan militer kepada Houthi. Tuduhan yang dibantah Teheran, menunjuk blokade di sekitar Yaman. Negara-negara Teluk, AS dan Israel juga menuduh Iran berusaha untuk mendapatkan pengaruh di Irak.
(ian)