Korea Utara dan Korea Selatan Gelar KTT Pada September

Selasa, 14 Agustus 2018 - 13:12 WIB
Korea Utara  dan Korea Selatan Gelar KTT Pada September
Korea Utara dan Korea Selatan Gelar KTT Pada September
A A A
SEOUL - Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) sepakat menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) di Korut pada September mendatang.

Langkah ini menunjukkan peningkatan kerja sama antara dua Korea meski ada keraguan tentang upaya mengakhiri program senjata nuklir Pyongyang. Para pejabat dari dua pihak bertemu di desa perdamaian Panmunjom di zona demi literisasi (DMZ) yang memisahkan dua Korea. Mereka mencapai kesepakatan untuk KTT September di ibu kota Pyongyang, Korut.

Belum ada tanggal yang diumumkan untuk KTT ketiga tahun ini antara Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in. Mereka pertama kali bertemu pada April di Panmunjom setelah lebih dari setahun ketegangan dan kekhawatiran terjadi perang di Korea.

Saat pertemuan April lalu, keduanya sepakat Moon akan mengunjungi Pyongyang pada musim gugur. Keduanya pun bertemu lagi pada Mei dalam pertemuan yang tak diumumkan di Panmunjom. Belum ada rincian tentang agenda untuk pertemuan bulan depan namun dua Korea telah membahas berbagai isu mulai dari deklarasi damai untuk proyek infrastruktur dan ekonomi gabungan.

Kemajuan kerja sama antara dua Korea itu terjadi saat Korut dan Amerika Serikat (AS) kesulitan menyepakati bagaimana mewujudkan denuklirisasi Korut, setelah Kim berjanji bekerja menuju denuklirisasi saat KTT dengan Presiden AS Donald Trump di Singapura pada Juni lalu.

Para pejabat AS menyatakan Korut belum menyepakati lini masa untuk menghapus persenjataan nuklir atau mengumumkan kekuatan nuklirnya. AS memperkirakan Korut memiliki antara 30 dan 60 hulu ledak nuklir. Setelah perundingan kemarin, Ketua Komite Korut untuk Reunifikasi Damai Semenanjung Ri Son-gwon menyatakan pada Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon bahwa penting untuk mengatasi berbagai penghalang bagi kemajuan hubungan antar-Korea.

“Jika isu-isu yang diangkat pada perundingan itu tidak dijelaskan, masalah yang tak diperkirakan dapat muncul dan isu-isu yang telah dijadwalkan mungkin menghadapi kesulitan,” kata Ri tanpa memberi rincian lebih lanjut.

Satu isu yang membuat marah Korut beberapa saat ini adalah kasus puluhan pekerja restoran Pyongyang yang datang ke Korsel pada 2016 melalui China. Korut menyatakan mereka diculik oleh Korsel dan harus dikembalikan. Pyongyang juga mengangkat kemungkinan itu bisa menjadi penghalang reuni beberapa keluarga yang terpisah oleh Perang Korea 1950-1953 yang direncanakan pekan depan. Cho tidak mengatakan apakah Korut mengangkat kasus pekerja restoran itu kemarin. Dia hanya menyatakan tidak membahas isu-isu baru.

“Ada penjelasan bahwa jika ada masalah-masalah yang harus di selesaikan kedua pihak, dalam isu kemanusiaan atau pembangunan hubungan antar- Korea, kita harus melakukannya,” ujar dia. Cho memaparkan, kedua pihak telah bertukar pikiran tentang denuklirisasi Korut dan mekanisme damai untuk mengganti gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea.

Moon dan Kim sepakat saat KTT pertama untuk mendorong deklarasi berakhirnya Perang Korea bersama AS tahun ini, tapi Washington menyatakan AS hanya dapat melakukannya setelah Korut meninggalkan program nuklir.

Bulan lalu, media Korut mengkritik Korsel dengan menuduh Seoul hanya mendukung pendapat AS dan gagal mengambil langkah praktis memperbaiki hubungan antar-Korea. Korsel berharap bisa memulihkan kembali proyek kereta lintas semenanjung dan kawasan industri gabungan, tapi Seoul khawatir dengan proyek-proyek besar akibat sanksi internasional yang didorong AS.

Korut mendesak AS mengakhiri berbagai sanksi karena Pyongyang telah melakukan sejumlah langkah yang menunjukkan itikad baik, termasuk moratorium tes nuklir dan rudal, melucuti lokasi tes nuklir, serta mengembalikan jasad beberapa tentara AS yang tewas saat Perang Korea.

“Korut meminta Korsel menjadi jembatan seperti mereka ingin AS mempercepat kemajuan dalam deklarasi berakhirnya perang secara resmi,” ujar Seo Yu-seok, peneliti di Institute of North Korean Studies, Seoul, dikutip kantor berita Reuters .
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3159 seconds (0.1#10.140)