Rusia Ancam AS Jika Gunakan Senjata Pemusnah Massal di Luar Angkasa
A
A
A
MOSKOW - Rusia memperingatkan Amerika Serikat (AS) untuk tidak menggunakan senjata pemusnah massal (WMDs) di luar angkasa. Moskow bahkan mengancam akan merespons secara darurat jika Washington nekat melakukannya.
Peringatan itu sebagai reaksi atas rencana Washington untuk menciptakan Space Force (Pasukan Luar Angkasa). Senator Rusia Viktor Bondarev mengatakan, rencana AS itu dapat menyebabkan malapetaka.
Menurutnya, Moskow siap untuk merespons dengan keras jika AS melanggar perjanjian luar angkasa dengan menempatkan senjata pemusnah massal ke orbit.
”Militerisasi ruang angkasa adalah jalan menuju menuju bencana,” kata Bondarev yang menjabat sebagai Kepala Komite Pertahanan dan Keamanan Dewan Federasi Rusia, kepada kantor berita RIA.
Komentarnya muncul sehari setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pembentukan cabang baru militer AS yang akan ditugaskan untuk mengoperasikan apa yang dia sebut sebagai “langit terlarang”.
Senator itu memperingatkan bahwa Washington berpotensi melanggar kesepakatan internasional yang mengatur demiliterisasi ruang angkasa. Rencana AS, ujar dia, menempatkan keamanan internasional dalam bahaya besar.
”Ada risiko besar bahwa Amerika akan melakukan pelanggaran serius di bidang ini, jika orang memperhitungkan apa yang mereka lakukan di bidang lain,” kata Bondarev, yang dikutip Rabu (20/6/2018).
”Jika AS menarik diri dari perjanjian 1967 yang melarang penyebaran senjata nuklir di ruang angkasa, (langkah seperti itu) akan diikuti oleh respons tangguh, tidak hanya dari negara kita tetapi juga dari negara-negara lain, yang akan ditujukan untuk menjaga keamanan internasional,” ujarnya.
Perjanjian Luar Angkasa 1967 (1967 Outer Space Treaty), di mana AS adalah sebuah penandatangan, melarang penyebaran senjata nuklir serta senjata pemusnah massal (WMDs) lainnya di orbit Bumi. Perjanjian ini juga melarang negara untuk menguji senjata apa pun di luar angkasa, atau membangun pangkalan militer di Bulan dan objek langit lainnya.
Pada hari Senin, Trump dalam pidatonya secara khusus memerintahkan “kehadiran permanen” misi AS di Bulan. Meski dia tidak mengatakan jika militer AS akan terlibat dalam misi itu, namun pemimpin AS tersebut telah menyerukan pembentukan “dominasi” Washington di ruang angkasa dengan alasan menyangkut masalah keamanan nasional.
AS memiliki sejarah dalam penarikan diri secara sepihak dari perjanjian internasional terkait kegiatan militer. Contoh, pada tahun 2002, Presiden AS George W. Bush menarik diri dari Anti-Ballistic Missile (ABM) Treaty, yang telah menjadi salah satu pilar utama détente selama hampir 30 tahun.
Belum lama ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh AS secara de-facto meninggalkan Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) Treaty , karena Washington mengerahkan sistem sistem pertahanan rudal balistik di Rumania. Sistem itu dapat dengan mudah dikonversi menjadi proyektil jarak menengah untuk menargetkan Rusia.
Peringatan itu sebagai reaksi atas rencana Washington untuk menciptakan Space Force (Pasukan Luar Angkasa). Senator Rusia Viktor Bondarev mengatakan, rencana AS itu dapat menyebabkan malapetaka.
Menurutnya, Moskow siap untuk merespons dengan keras jika AS melanggar perjanjian luar angkasa dengan menempatkan senjata pemusnah massal ke orbit.
”Militerisasi ruang angkasa adalah jalan menuju menuju bencana,” kata Bondarev yang menjabat sebagai Kepala Komite Pertahanan dan Keamanan Dewan Federasi Rusia, kepada kantor berita RIA.
Komentarnya muncul sehari setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pembentukan cabang baru militer AS yang akan ditugaskan untuk mengoperasikan apa yang dia sebut sebagai “langit terlarang”.
Senator itu memperingatkan bahwa Washington berpotensi melanggar kesepakatan internasional yang mengatur demiliterisasi ruang angkasa. Rencana AS, ujar dia, menempatkan keamanan internasional dalam bahaya besar.
”Ada risiko besar bahwa Amerika akan melakukan pelanggaran serius di bidang ini, jika orang memperhitungkan apa yang mereka lakukan di bidang lain,” kata Bondarev, yang dikutip Rabu (20/6/2018).
”Jika AS menarik diri dari perjanjian 1967 yang melarang penyebaran senjata nuklir di ruang angkasa, (langkah seperti itu) akan diikuti oleh respons tangguh, tidak hanya dari negara kita tetapi juga dari negara-negara lain, yang akan ditujukan untuk menjaga keamanan internasional,” ujarnya.
Perjanjian Luar Angkasa 1967 (1967 Outer Space Treaty), di mana AS adalah sebuah penandatangan, melarang penyebaran senjata nuklir serta senjata pemusnah massal (WMDs) lainnya di orbit Bumi. Perjanjian ini juga melarang negara untuk menguji senjata apa pun di luar angkasa, atau membangun pangkalan militer di Bulan dan objek langit lainnya.
Pada hari Senin, Trump dalam pidatonya secara khusus memerintahkan “kehadiran permanen” misi AS di Bulan. Meski dia tidak mengatakan jika militer AS akan terlibat dalam misi itu, namun pemimpin AS tersebut telah menyerukan pembentukan “dominasi” Washington di ruang angkasa dengan alasan menyangkut masalah keamanan nasional.
AS memiliki sejarah dalam penarikan diri secara sepihak dari perjanjian internasional terkait kegiatan militer. Contoh, pada tahun 2002, Presiden AS George W. Bush menarik diri dari Anti-Ballistic Missile (ABM) Treaty, yang telah menjadi salah satu pilar utama détente selama hampir 30 tahun.
Belum lama ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh AS secara de-facto meninggalkan Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) Treaty , karena Washington mengerahkan sistem sistem pertahanan rudal balistik di Rumania. Sistem itu dapat dengan mudah dikonversi menjadi proyektil jarak menengah untuk menargetkan Rusia.
(mas)