Afghanistan Umumkan Gencatan Senjata
A
A
A
KABUL - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengumumkan gencatan senjata tanpa syarat dengan Taliban untuk pertama kalinya. Namun, gencatan senjata tersebut tidak berlaku bagi gerilyawan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).
Keputusan itu dicapai setelah digelar rapat dengan para ulama pekan ini yang mengeluarkan fatwa mengharamkan bom bunuh diri. Para ulama juga merekomendasikan gencatan senjata dengan Taliban. Fatwa itu muncul setelah bom bunuh diri dilakukan beberapa waktu lalu di sebuah tenda di Kabul saat para ulama berkumpul dan menewaskan sedikitnya 14 orang.
Ghani mendukung keputusan dan rekomendasi ulama untuk melaksanakan gencatan senjata hingga Rabu (20/6). Itu menjadi tawaran tanpa syarat pertama sejak dia berkuasa pada 2014. “Gencatan senjata ini sebagai kesempatan bagi Taliban untuk introspeksi diri atas tindak kekerasan yang tidak mampu memenangkan hati dan pikiran rakyat Afghanistan,” kata Ghani dilansir Reuters.
Belum ada reaksi langsung dari Taliban. Namun, analis politik internasional mengatakan, Taliban tak tertarik dengan gencatan senjata tersebut. Itu dianggap sebagai “kisah cinta” satu sisi saja.
Pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan mengungkapkan, mereka menghormati gencatan senjata tersebut. “Kita menghormati keinginan rakyat Afghanistan untuk negaranya dan menikmati perdamaian hingga akhir bulan suci Ramadan,” kata Komandan Pasukan AS di Afghanistan, Jenderal John Nicholson. Dia mengatakan, pihaknya mendukung upaya untuk mengakhiri konflik.
Gencatan senjata itu juga tidak melibatkan upaya kontraterorisme AS melawan ISIS. Seorang pejabat NATO yang enggan disebutkan namanya tidak mengungkapkan banyak komentar. “Gencatan senjata itu murni dari Afghanistan. Kebijakan kita mendukung pemerintahan Afghanistan,” katanya.
Sekjen NATO Jenderal Jens Stoltenberg menyambut kesepakatan gencatan senjata yang ditawarkan Ghani dengan Taliban. Dia menyerukan Taliban agar menyerahkan senjata dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan damai.
“Pengumuman gencatan senjata menunjukkan keseriusan Presiden Ghani dan pemerintahan Afghanistan. Saya menyerukan Taliban bergabung dengan gencatan senjata,” kata Stoltenberg. “Taliban tidak akan memenangi perang. Salah satu jalan terbaik mencapai solusi adalah duduk bersama di meja negosiasi,” ujarnya.
Sementara itu, mantan jenderal Afghanistan Atiqullah Amarkhel menjelaskan, gencatan senjata itu memberikan kesempatan bagi Taliban untuk mengonsolidasikan diri. “Tidak prospek militer, itu tidak baik untuk pergerakan,” katanya. Dia juga meragukan jika Taliban akan menyerahkan senjata dan tidak menggunakan Ramadhan untuk berperang.
Libur Idul Fitri akan berakhir pada pekan depan menjadi akhir gencatan senjata sepihak itu. Untuk membujuk Taliban menyerahkan senjata, Ghani menawarkan pengakuan Taliban sebagai kelompok politik yang memiliki legitimasi. Dia mengatakan, akan berunding dengan Taliban untuk mengakhiri perang selama 16 tahun.
Ghani juga menawarkan pembebasan tahanan Taliban dan digelarnya pemilu baru. Pemerintah siap mengkaji pakta perdamaian dengan Taliban untuk mengakhiri konflik. Sejak Agustus tahun lalu, Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan udara besar-besaran ke basis Taliban agar memaksa mereka mau berunding.
Sejak pasukan asing ditarik dari Afghanistan pada 2014, Taliban memang menunjukkan taringnya. Jumlah gerilyawan Taliban meningkat dan mereka berada di 70% wilayah Afgahnistan. Kini, jumlah pasukan asing di Afghanistan hanya tersisa 15.600 tentara yang mayoritas bertugas sebagai penasihat militer dan pelatih saja. (Andika Hendra)
Keputusan itu dicapai setelah digelar rapat dengan para ulama pekan ini yang mengeluarkan fatwa mengharamkan bom bunuh diri. Para ulama juga merekomendasikan gencatan senjata dengan Taliban. Fatwa itu muncul setelah bom bunuh diri dilakukan beberapa waktu lalu di sebuah tenda di Kabul saat para ulama berkumpul dan menewaskan sedikitnya 14 orang.
Ghani mendukung keputusan dan rekomendasi ulama untuk melaksanakan gencatan senjata hingga Rabu (20/6). Itu menjadi tawaran tanpa syarat pertama sejak dia berkuasa pada 2014. “Gencatan senjata ini sebagai kesempatan bagi Taliban untuk introspeksi diri atas tindak kekerasan yang tidak mampu memenangkan hati dan pikiran rakyat Afghanistan,” kata Ghani dilansir Reuters.
Belum ada reaksi langsung dari Taliban. Namun, analis politik internasional mengatakan, Taliban tak tertarik dengan gencatan senjata tersebut. Itu dianggap sebagai “kisah cinta” satu sisi saja.
Pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan mengungkapkan, mereka menghormati gencatan senjata tersebut. “Kita menghormati keinginan rakyat Afghanistan untuk negaranya dan menikmati perdamaian hingga akhir bulan suci Ramadan,” kata Komandan Pasukan AS di Afghanistan, Jenderal John Nicholson. Dia mengatakan, pihaknya mendukung upaya untuk mengakhiri konflik.
Gencatan senjata itu juga tidak melibatkan upaya kontraterorisme AS melawan ISIS. Seorang pejabat NATO yang enggan disebutkan namanya tidak mengungkapkan banyak komentar. “Gencatan senjata itu murni dari Afghanistan. Kebijakan kita mendukung pemerintahan Afghanistan,” katanya.
Sekjen NATO Jenderal Jens Stoltenberg menyambut kesepakatan gencatan senjata yang ditawarkan Ghani dengan Taliban. Dia menyerukan Taliban agar menyerahkan senjata dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan damai.
“Pengumuman gencatan senjata menunjukkan keseriusan Presiden Ghani dan pemerintahan Afghanistan. Saya menyerukan Taliban bergabung dengan gencatan senjata,” kata Stoltenberg. “Taliban tidak akan memenangi perang. Salah satu jalan terbaik mencapai solusi adalah duduk bersama di meja negosiasi,” ujarnya.
Sementara itu, mantan jenderal Afghanistan Atiqullah Amarkhel menjelaskan, gencatan senjata itu memberikan kesempatan bagi Taliban untuk mengonsolidasikan diri. “Tidak prospek militer, itu tidak baik untuk pergerakan,” katanya. Dia juga meragukan jika Taliban akan menyerahkan senjata dan tidak menggunakan Ramadhan untuk berperang.
Libur Idul Fitri akan berakhir pada pekan depan menjadi akhir gencatan senjata sepihak itu. Untuk membujuk Taliban menyerahkan senjata, Ghani menawarkan pengakuan Taliban sebagai kelompok politik yang memiliki legitimasi. Dia mengatakan, akan berunding dengan Taliban untuk mengakhiri perang selama 16 tahun.
Ghani juga menawarkan pembebasan tahanan Taliban dan digelarnya pemilu baru. Pemerintah siap mengkaji pakta perdamaian dengan Taliban untuk mengakhiri konflik. Sejak Agustus tahun lalu, Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan udara besar-besaran ke basis Taliban agar memaksa mereka mau berunding.
Sejak pasukan asing ditarik dari Afghanistan pada 2014, Taliban memang menunjukkan taringnya. Jumlah gerilyawan Taliban meningkat dan mereka berada di 70% wilayah Afgahnistan. Kini, jumlah pasukan asing di Afghanistan hanya tersisa 15.600 tentara yang mayoritas bertugas sebagai penasihat militer dan pelatih saja. (Andika Hendra)
(nfl)