Hakim AS Larang Trump Blokir Akun Twitter Orang yang Mengkritiknya
A
A
A
NEW YORK - Hakim pengadilan di Amerika Serikat (AS) memutuskan bahwa Presiden Donald Trump dilarang memblokir akun Twitter orang lain yang mengkiritiknya agar tidak bisa melihat profilnya di media sosial tersebut. Menurut hakim, akun Twitter presiden adalah forum publik bagi seluruh warga Amerika.
Jika Presiden Trump memblokir akun orang yang tak disukainya, maka hal itu masuk kategori melanggar hak kebebasan berbicara.
Putusan itu disampaikan Hakim Distrik New York Selatan, Naomi Reice Buchwald, pada hari Rabu waktu setempat. Menurutnya, akun Twitter presiden—@realDonaldTrump—adalah "forum publik yang ditunjuk" terbuka untuk semua warga negara AS.
Akun tersebut memiliki 52,2 juta pengikut (follower) dan Trump menggunakannya untuk mengumumkan kebijakan pemerintahannya.
Putusan hakim itu muncul atas gugatan Knight First Amendment Institute di Columbia University dan tujuh orang yang akunnya diblokir oleh Trump setelah mereka mengkritik pemimpin Gedung Putih tersebut.
Ketika seorang pengguna Twitter memblokir pengguna yang lain, pengguna yang diblokir tidak bisa lagi menanggapi tweet si pemblokir.
Media lokal melaporkan, beberapa akun Twitter yang diblokir Trump antara lain milik novelis Stephen King dan Anne Rice, komedian Rosie O'Donnell, model Chrissy Teigen, aktris Marina Sirtis, dan akun komite aksi politik veteran militer; VoteVets.org.
Hakim Buchwald, dalam pendapatnya setebal 75 halaman, mengatakan pemblokiran kritik terhadap Trump melanggar hak kebebasan berbicara dari para pengguna Twitter yang dijamin dalam Amandemen Pertama Konstitusi.
"Para pengguna secara tak terbantahkan diblokir sebagai akibat dari diskriminasi sudut pandang dan ini tidak diizinkan di bawah Amandemen Pertama," kata Hakim Buchwald, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (24/5/2018).
Departemen Kehakiman AS, yang mewakili presiden dalam kasus ini, tidak setuju dengan keputusan pengadilan. Departemen tersebut sedang mempertimbangkan langkah selanjutnya.Pihak penggugat menyambut baik putusan hakim. "Kami senang dengan keputusan pengadilan, yang mencerminkan penerapan prinsip inti Amandemen Pertama secara hati-hati terhadap sensor pemerintah pada platform komunikasi baru," kata Jameel Jaffer, direktur eksekutif Knight Institute.
"Praktik Presiden untuk memblokir kritik di Twitter adalah merusak dan tidak konstitusional, dan kami berharap putusan ini akan mengakhiri semuanya."
The Knight Institute mengajukan gugatan terhadap Presiden Trump dan pembantunya sejak Juli lalu atas nama tujuh orang yang diblokir oleh Presiden Trump via akun @realDonaldTrump setelah mereka mengkritiknya.
Hakim Buchwald juga mendukung argumen Knight Institute bahwa tindakan presiden melanggar Amandemen Pertama dengan mendistorsi perdebatan di rangkaian komentar, dan dengan merampas pengikut akun @realDonaldTrump yang akan diungkapkan oleh mereka yang telah diblokir.
Pengacara untuk presiden berpendapat bahwa Amandemen Pertama Konstitusi AS memberikan hak seseorang presiden untuk memblokir orang-orang yang tidak ingin berinteraksi dengannya.
Namun, Buchwald menolak argumen itu. Menurutnya, meskipun kritik terhadap presiden sensitif, namun dia tidak dapat menggunakan hak-hak yang tercantum dalam Amandemen Pertama itu dengan cara yang melanggar hak dari mereka yang telah mengkritiknya.
Jika Presiden Trump memblokir akun orang yang tak disukainya, maka hal itu masuk kategori melanggar hak kebebasan berbicara.
Putusan itu disampaikan Hakim Distrik New York Selatan, Naomi Reice Buchwald, pada hari Rabu waktu setempat. Menurutnya, akun Twitter presiden—@realDonaldTrump—adalah "forum publik yang ditunjuk" terbuka untuk semua warga negara AS.
Akun tersebut memiliki 52,2 juta pengikut (follower) dan Trump menggunakannya untuk mengumumkan kebijakan pemerintahannya.
Putusan hakim itu muncul atas gugatan Knight First Amendment Institute di Columbia University dan tujuh orang yang akunnya diblokir oleh Trump setelah mereka mengkritik pemimpin Gedung Putih tersebut.
Ketika seorang pengguna Twitter memblokir pengguna yang lain, pengguna yang diblokir tidak bisa lagi menanggapi tweet si pemblokir.
Media lokal melaporkan, beberapa akun Twitter yang diblokir Trump antara lain milik novelis Stephen King dan Anne Rice, komedian Rosie O'Donnell, model Chrissy Teigen, aktris Marina Sirtis, dan akun komite aksi politik veteran militer; VoteVets.org.
Hakim Buchwald, dalam pendapatnya setebal 75 halaman, mengatakan pemblokiran kritik terhadap Trump melanggar hak kebebasan berbicara dari para pengguna Twitter yang dijamin dalam Amandemen Pertama Konstitusi.
"Para pengguna secara tak terbantahkan diblokir sebagai akibat dari diskriminasi sudut pandang dan ini tidak diizinkan di bawah Amandemen Pertama," kata Hakim Buchwald, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (24/5/2018).
Departemen Kehakiman AS, yang mewakili presiden dalam kasus ini, tidak setuju dengan keputusan pengadilan. Departemen tersebut sedang mempertimbangkan langkah selanjutnya.Pihak penggugat menyambut baik putusan hakim. "Kami senang dengan keputusan pengadilan, yang mencerminkan penerapan prinsip inti Amandemen Pertama secara hati-hati terhadap sensor pemerintah pada platform komunikasi baru," kata Jameel Jaffer, direktur eksekutif Knight Institute.
"Praktik Presiden untuk memblokir kritik di Twitter adalah merusak dan tidak konstitusional, dan kami berharap putusan ini akan mengakhiri semuanya."
The Knight Institute mengajukan gugatan terhadap Presiden Trump dan pembantunya sejak Juli lalu atas nama tujuh orang yang diblokir oleh Presiden Trump via akun @realDonaldTrump setelah mereka mengkritiknya.
Hakim Buchwald juga mendukung argumen Knight Institute bahwa tindakan presiden melanggar Amandemen Pertama dengan mendistorsi perdebatan di rangkaian komentar, dan dengan merampas pengikut akun @realDonaldTrump yang akan diungkapkan oleh mereka yang telah diblokir.
Pengacara untuk presiden berpendapat bahwa Amandemen Pertama Konstitusi AS memberikan hak seseorang presiden untuk memblokir orang-orang yang tidak ingin berinteraksi dengannya.
Namun, Buchwald menolak argumen itu. Menurutnya, meskipun kritik terhadap presiden sensitif, namun dia tidak dapat menggunakan hak-hak yang tercantum dalam Amandemen Pertama itu dengan cara yang melanggar hak dari mereka yang telah mengkritiknya.
(mas)