Pasukan AS Tetap Berada di Korsel
A
A
A
SEOUL - Korea Selatan (Korsel) menyatakan keberadaan pasukan Amerika Serikat (AS) di Korsel tidak terkait dengan traktat damai dengan Korea Utara (Korut). Pasukan AS juga harus tetap berada di Korsel meski kesepakatan damai itu telah ditandatangani.
Pernyataan itu diungkapkan juru bicara kepresidenan Istana Biru Kim Eui-kyeom, mengutip kalimat dari Presiden Korsel Moon Jae-in. Sebelumnya, penasehat kepresidenan dan akademisi Korsel Moon Chung-in menulis kolom di media massa bahwa sulit membenarkan keberadaan pasukan AS di Korsel jika traktat damai telah ditandatangani.
Moon mengatakan kehadiran tentara AS Korea (USFK) tidak ada kaitannya dengan penandatanganan traktat perdamaian. “Bapak Presiden menyampaikan dengan jelas kehadiran pasukan AS di sini (Korsel) merupakan permasalahan aliansi AS-Korsel,” kata Jubir Kepresidenan Korsel, Kim Eui-kyeom, dikutip koreatimes.co.kr.
Kim Eui-kyeom juga mengatakan Kepala Staf Kepresidenan Im Jong-seok meminta Chung-in tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat menyebabkan kebingungan publik. Sebelumnya, Chung-in mengatakan akan sulit mempertahankan kehadiran pasukan AS di Korsel jika traktat perdamaian disepakati.
“Tapi pengurangan dan penarikan mundur pasukan AS akan tetap ada penolakan dari kubu konservatif yang kuat sehingga menimbulkan dilema politik besar bagi Moon Jae-in,” tandas Chung-in. Pernyataan itu memicu reaksi balasan yang sangat besar dari para politisi konservatif Korsel. Mereka mendesak Jae-in segera memecat Chung-in.
Kantor Kepresidenan Istana Biru menyatakan ingin menghindari terjadinya kebingungan masyarakat. Hal itu mengindikasikan Seoul harus mengambil langkah hati-hati pada momen kritis seperti sekarang. Sebab, hasil konferensi tingkat tinggi (KTT) Antar-Korea juga dituntut mampu membebaskan Semenanjung Korea dari senjata pemusnah massal.
Setelah Pemimpin Korut Kim Jong-un mengungkapkan niatnya melucuti senjata nuklir, politisi konservatif dan para ahli politik berpendapat Kim kemungkinan menginginkan pasukan AS ditarik mundur sebagai balasan setimpal. Eui-kyeom mengatakan Korsel, Korut, dan AS sejauh ini tidak mau berkomentar tentang isu tersebut.
“Kami yakin pasukan AS diperlukan sekalipun traktat perdamaian ditandatangani sebagai mediator di dalam konfigurasi militer kekuatan kawasan, termasuk di China dan Jepang,” ujar Eui-kyeom. Dia juga menambahkan sampai saat ini Cheong Wa Dae tidak menimbang akan memecat Chung-in dari jabatannya sekarang.
Ini bukanlah kali pertama Kantor Kepresidenan Korsel memberikan peringatan kepada Chung-in. Pada Juni silam atau menjelang pertemuan pertama dengan Presiden AS Donald Trump, dia mengatakan skala latihan militer gabungan dan jumlah aset strategis AS akan dikurangi jika Korut menghentikan program rudal dan nuklir.
Saat itu, Kantor Kepresidenan Korsel meminta Chung-in menahan diri dalam mengeluarkan pernyataan seperti itu karena dianggap tidak akan membantu memperbaiki hubungan Seoul-Washington. Meski demikian, partai oposisi meluncurkan kritik pedas terhadap Chung-in dan mendesak presiden memecat Chung-in secepatnya.
Moon meminta China, Rusia, dan negara anggota ASEAN untuk membantu proyek ekonomi Antar-Korea selama KTT Antar-Korea. Hal itu diungkapkan Kementerian Unifikasi Korea. Permintaan itu disertai dengan pengiriman dokumen yang sama yang diserahkan Moon kepada Kim pada pertemuan akhir pekan lalu.
“Dokumen itu berisi tentang rencana kerja sama ekonomi Antar-Korea, termasuk apa saja yang dibutuhkan Korsel, rencana ekonomi Korut, dan area yang bisa dijadikan ruang kerja sama oleh Korsel dan Korut dengan negara tetangga seperti China, Rusia, dan negara ASEAN,” ujar sumber itu tanpa ingin disebutkan namanya.
AS saat ini menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korsel. Korut sejak lama meminta pemindahan pasukan AS dari Korsel sebagai salah satu syarat untuk menghentikan program rudal dan nuklirnya.
Pasukan AS berada di Korsel sejak Perang Korea yang berakhir pada 1953 dengan gencatan senjata. Itu artinya kedua Korea secara teknis masih berperang. Kehadiran pasukan AS di Korsel menjadi jaminan keamanan Washington pada aliansinya. (Muh Shamil)
Pernyataan itu diungkapkan juru bicara kepresidenan Istana Biru Kim Eui-kyeom, mengutip kalimat dari Presiden Korsel Moon Jae-in. Sebelumnya, penasehat kepresidenan dan akademisi Korsel Moon Chung-in menulis kolom di media massa bahwa sulit membenarkan keberadaan pasukan AS di Korsel jika traktat damai telah ditandatangani.
Moon mengatakan kehadiran tentara AS Korea (USFK) tidak ada kaitannya dengan penandatanganan traktat perdamaian. “Bapak Presiden menyampaikan dengan jelas kehadiran pasukan AS di sini (Korsel) merupakan permasalahan aliansi AS-Korsel,” kata Jubir Kepresidenan Korsel, Kim Eui-kyeom, dikutip koreatimes.co.kr.
Kim Eui-kyeom juga mengatakan Kepala Staf Kepresidenan Im Jong-seok meminta Chung-in tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat menyebabkan kebingungan publik. Sebelumnya, Chung-in mengatakan akan sulit mempertahankan kehadiran pasukan AS di Korsel jika traktat perdamaian disepakati.
“Tapi pengurangan dan penarikan mundur pasukan AS akan tetap ada penolakan dari kubu konservatif yang kuat sehingga menimbulkan dilema politik besar bagi Moon Jae-in,” tandas Chung-in. Pernyataan itu memicu reaksi balasan yang sangat besar dari para politisi konservatif Korsel. Mereka mendesak Jae-in segera memecat Chung-in.
Kantor Kepresidenan Istana Biru menyatakan ingin menghindari terjadinya kebingungan masyarakat. Hal itu mengindikasikan Seoul harus mengambil langkah hati-hati pada momen kritis seperti sekarang. Sebab, hasil konferensi tingkat tinggi (KTT) Antar-Korea juga dituntut mampu membebaskan Semenanjung Korea dari senjata pemusnah massal.
Setelah Pemimpin Korut Kim Jong-un mengungkapkan niatnya melucuti senjata nuklir, politisi konservatif dan para ahli politik berpendapat Kim kemungkinan menginginkan pasukan AS ditarik mundur sebagai balasan setimpal. Eui-kyeom mengatakan Korsel, Korut, dan AS sejauh ini tidak mau berkomentar tentang isu tersebut.
“Kami yakin pasukan AS diperlukan sekalipun traktat perdamaian ditandatangani sebagai mediator di dalam konfigurasi militer kekuatan kawasan, termasuk di China dan Jepang,” ujar Eui-kyeom. Dia juga menambahkan sampai saat ini Cheong Wa Dae tidak menimbang akan memecat Chung-in dari jabatannya sekarang.
Ini bukanlah kali pertama Kantor Kepresidenan Korsel memberikan peringatan kepada Chung-in. Pada Juni silam atau menjelang pertemuan pertama dengan Presiden AS Donald Trump, dia mengatakan skala latihan militer gabungan dan jumlah aset strategis AS akan dikurangi jika Korut menghentikan program rudal dan nuklir.
Saat itu, Kantor Kepresidenan Korsel meminta Chung-in menahan diri dalam mengeluarkan pernyataan seperti itu karena dianggap tidak akan membantu memperbaiki hubungan Seoul-Washington. Meski demikian, partai oposisi meluncurkan kritik pedas terhadap Chung-in dan mendesak presiden memecat Chung-in secepatnya.
Moon meminta China, Rusia, dan negara anggota ASEAN untuk membantu proyek ekonomi Antar-Korea selama KTT Antar-Korea. Hal itu diungkapkan Kementerian Unifikasi Korea. Permintaan itu disertai dengan pengiriman dokumen yang sama yang diserahkan Moon kepada Kim pada pertemuan akhir pekan lalu.
“Dokumen itu berisi tentang rencana kerja sama ekonomi Antar-Korea, termasuk apa saja yang dibutuhkan Korsel, rencana ekonomi Korut, dan area yang bisa dijadikan ruang kerja sama oleh Korsel dan Korut dengan negara tetangga seperti China, Rusia, dan negara ASEAN,” ujar sumber itu tanpa ingin disebutkan namanya.
AS saat ini menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korsel. Korut sejak lama meminta pemindahan pasukan AS dari Korsel sebagai salah satu syarat untuk menghentikan program rudal dan nuklirnya.
Pasukan AS berada di Korsel sejak Perang Korea yang berakhir pada 1953 dengan gencatan senjata. Itu artinya kedua Korea secara teknis masih berperang. Kehadiran pasukan AS di Korsel menjadi jaminan keamanan Washington pada aliansinya. (Muh Shamil)
(nfl)